JAKARTA ( Waspada): Badan Otoritas Danau Toba (BODT) dinilai belum optimal menjadikan Danau Toba sebagai Wisata Dunia. Menurut pengamat komunikasi politilk Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga ada tiga penyebab utamanya, yakni ; Pertama, ada dualisme dalam penanganan pariwisata di Danau Toba. Di satu sisi BODT merancang dan mendanai pariiwisata Danau Toba, di sisi lain delapan daerah tingkat dua di sekitar Danau Toba juga melakukan hal yang sama.
Kedua belah pihak melakukan hal yang sama berdasarkan sudut pandang masing-masing. Akibatnya perencanaan dan alokasi anggaran pariwisata Danau Toba tidak terintegrasi. Hal ini akan menjadi kendala dalam memajukan pariwisata Danau Toba, kata Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini menjawab Waspada saat diminta tanggapannya terkait usulan pemerhati dan pelaku pariwisata Ir Sanggam Hutapea, MM, yang meminta kewenangan
BODT diperkuat, Selasa (23/2/2022) .
Kedua, akibat kewenangan BODT yang terbatas, sehingga menyulitkan untuk berkoordinasi dengan delapan kepala daerah di sekitar Danau Toba. Karena itu, kewenangan BODT perlu diperluas dalam mengkoordinasikan perencanan dan alokasi anggaran pariwisata Danau Toba.
Dengan kewenangan ini diharapkan perencanaan dan alokasi anggaran pariwisata Danau Toba lebih terintegrasi, jelas M. Jamiluddin Ritonga.
Ketiga, Gubernur Sumatera Utara dan Kementerian Pariwisata harus menyatukan visi dan misi pengembangan Danau Toba menjadi tempat wisata dunia. Melalui cara ini BODT dan delapan kepala daerah di sekitar Danau Toba akan dapat merencanakan dan mengalokasikan anggaran sesuai visi dan misi yang sama.
Tanpa perbaikan tiga hal itu, tampaknya menjadikan Danau Toba sebagai tempat wisat dunia hanya khalayalan belaka. Jadi, tiga hal tersebut harus segera diatasi oleh semua pihak terkait, tukas M. Jamiluddin Ritonga. (J05)