SUBULUSSALAM (Waspada): MPD diharapkan menjadi solusi soal kekurangan guru dayah atau pondok pesantren. Terpenuhi honor guru dayah dasar Upah Minimum Regional (UMR) perlu disuarakan.
Indikasi keluhan krisis karakter, dayah menjadi bagian dari solusi. Soal mendasar, kesejahteraan guru agar fokus mengajar. Lalu, pimpinan dayah perlu diberi ilmu manajemen kelola dayah, selain pelatihan guru dayah menjadi sangat penting. MPD diharapkan menjadi mediator untuk menjawab berbagai persoalan ini.
Demikian sejumlah pimpinan/guru dayah dalam forum diskusi bersama Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Subulussalam di Sekretariat MPD setempat, Selasa (4/6) siang.
Gelar diskusi ini merupakan tindak lanjut monitor dan evaluasi (Monev) MPD ke sejumlah dayah pekan lalu.
Baca juga:
Dipandu ketua didampingi Wakil Ketua I Jadam Basri bersama Komisi Kurikukum dan Pustaka, Medan Rayali, S.Si serta Komisi Beasiswa dan Pembinaan SDM Pendidikan, H. Rusdi Hasan, SIP, SH, diskusi dengan narasumber Wakil Ketua II MPD, H. Amrullah, MA berjalan alot.
Diskusi dimediasi Kepala Sekretariat MPD, Maria Sari Harahap, SE dan jajaran ‘Fasilitasi dan Pengawasan Penyelenggaraan Pendidikan Dayah/Pesantren dan Balai Pengajian’ itu diikuti 15 pimpinan unsur terkait.
Menurut Amrullah, Pimpinan Dayah Raudhatul Jannah Suka Makmur itu, persoalan yang disampaikan perlu disikapi serius. MPD dengan salah satu tugas pokok fungsinya memberi pertimbangan kepada pemerintah daerah, sebatas menyampaikan atau merekomendasi akan dilakukan.
Soal MPD diminta sebagai solusi terkait kekurangan guru di dayah, disebut bisa jadi Dayah Perbatasan (DP) ada empat di Aceh yang didanai Pemerintah Aceh, sebagai pioner. Namun hal ini dimungkinkan bisa dikomunikasikan melalui Majelis Pendidikan Aceh (MPA) atau dinas terkait agar DP berkontribusi pula untuk dayah-dayah ‘kecil’.
Menyimak fenomena perkembangan dayah saat ini, seperti menurun jumlah santri baru yang disinyalir penyebabnya persoalan ekonomi, bertambah jumlah dayah (dari 30 hampir mencapai 40 saat ini), juga sinyaleman sejumlah ‘berita negatif’ tentang dayah.
Dua gerbong besar kegiatan dayah, yakni pengajaran/formal dan pengasuhan/non formal, kata dia, menuntut dayah membuat strategi khusus menarik kembali semangat anak masuk dayah.
“Panca hidup di dayah, yakni belajar, mengajar, beribadah, berkhidmat dan bersahabat,” tegasnya, memotivasi para insan dayah komit bergerak, mengutip pesan Imam Al Ghazali, ‘Bergeraklah karena pada setiap pergerakan ada keberkahan’.
Kiat mengasuh anak didik, dayah harus menguasai data anak, kenali anak, kendalikan emosional, berikan penghargaan dan sanksi serta miliki intelijen. Lima strategi ur, jelasnya, atur balai pengajian, sering daur (keliling dayah), tegur, angsur dan terukur. Namun, santri harus dijaga, dipelihara, dibina diperjuangkan dan didoakan.
“Masalah muncul setiap detik, buat kegiatan positif, fokus dengan solusi bukan dengan masalah, dari masalah banyak belajar,” pesannya, pastikan rapat evaluasi setiap kegiatan perlu dilakukan dengan cerdas, keras, tuntas dan ikhlas. (b17)