Scroll Untuk Membaca

AcehHeadlines

10 Anak Meninggal Dunia Kasus Gagal Ginjal Di Aceh

BPOM Diminta Awasi Obat Sirop

10 Anak Meninggal Dunia Kasus Gagal Ginjal Di Aceh
Kecil Besar
14px

BANDA ACEH (Waspada): Tiga bulan terakhir (Juni hingga September 2022) dilaporkan 10 anak penderita gagal ginjal akut di Aceh meninggal dunia. Sementara secara nasional (tidak termasuk Aceh) 49 kasus serupa meninggal dunia.

Kasus gagal ginjal akut yang antara lain akibat penggunaan obat sirop itu, terbanyak di DKI 25 orang meninggal gagal gintal akut progrrsif atipikal, Bali 11, Sumut 7 kasus, DIY 5 kasus dan nusa Tenggara Timur 1 kasus meninggal.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

10 Anak Meninggal Dunia Kasus Gagal Ginjal Di Aceh

IKLAN

Khusus di Aceh. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang Aceh Syafruddin Haris mengatakan, gagal ginjal akut yang tengah merebak saat ini tidak sama dengan gagal ginjal sebelumnya dijumpai di Aceh. Kasus ini mulai terdeteksi sejak Juli 2022, kemudian terjadi peningkatan kasus pada September 2022.

“Kita sudah melaporkan ada dua kasus, seperti yang tercatat di Kemenkes. Kita juga akan telusuri lagi,” tutur Syafruddin Haris, Ketua IDAI Cabang Aceh, yang dikutip Waspada Jumat (21/10).

Dia juga menyampaikan, kasus di Kota Banda Aceh mulai terjadi peningkatan 41,6 % sebanyak 3 kasus pada bulan Juni, 3 kasus pada bulan Juli, 3 kasus pada bulan Agustus. Terjadi peningkatan pada bulan September menjadi 10 kasus. Kata dia, pasien berusia sekitar 1-2 tahun dan secara persentasenya mencapai 50%.
Syafruddin mengatakan 26 pasien ginjal akut ini rata-rata merupakan pasien rujukan dari rumah sakit lain di daerah. Untuk sebaran kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Aceh Tengah dengan persentase 16,6%.

Penderita gagal ginjal yang dirawat di RSUDZA Banda Aceh dalam kondisi parah. Saat ini, satu anak disebut dirawat di Ruang PICU dan tiga orang di ruang rawat anak.

Untuk anak-anak yang dirujuk ke RSUZA karena mengalami gagal ginjal akut ini rata-rata memiliki gejala yang sama, yakni demam, serta ada masalah saluran pernafasan. Masalah di saluran pencernaan juga dan pada susunan saraf pusat. Bahkan ada beberapa pasien yang tidak buang air kecil selama 6 hari tapi saat dilakukan pemeriksaan urine, enzim kratininnya tinggi.

Pihaknya juga belum bisa memastikan penyebabnya, karena akhir-akhir ini baru ada sangkaan pemberian obat sirop pada anak di bawah usia 6 tahun menjadi salah satu pemicunya. Tapi masih perlu dilakukan pengujian lagi.

IDAI mengimbau masyarakat untuk mematuhi instruksi Kemenkes RI agar menghentikan dulu pemberian obat sirop kepada anak-anak terutama usia di bawah 6 tahun, sampai penyelidikan lebih lanjut.

Pihaknya juga meminta agar Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan kabupaten/kota terus mengedukasi masyarakat agar orang tua meningkatkan kewaspadaan dalam pengawasan terhadap anak.

DPRA Minta BPOM Serius Awasi Obat Sirop

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meminta kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Aceh serius melakukan pengawasan peredaran obat-obatan di Aceh.

Ketua Komisi V DPRA yang membidangi kesehatan M. Rizal Falevi Kirani, kepada Waspada, Jumat (21/10), mengatakan, mengkaji situasi yang berkembang saat ini, BPOM dinilai kurang efektif dan efesien dalam mengawasi obat-obatan khususnya yang beredar di Aceh.

Atas dasar itu, BPOM harus bertanggungjawab atas kelalaiannya dalam mengawasi zat berbahaya yang terkandung dalam obat sirop. “Ini akibat kerja yang tidak masif dan tidak terstruktur oleh BPOM, sehingga kita yang menanggung akibatnya,” jelasnya.

Menurutnya, polemik larangan mengonsumsi sirop, bukanlah hal yang sepele karena menyangkut hidup orang banyak. Karena itu, negara harus segera mengambil sikap tegas, untuk mengevaluasi dan bagaimana skema penanganannya.

“Jangan sampai nanti, ratusan orang meninggal baru kita sibuk, itu tidak boleh,” tegasnya.

DPRA juga meminta dan menginstruksikan kepada Kadis Kesehatan serta rumah sakit yang ada di bawah Pemerintah Aceh, seperti RSUZA, RS Ibu dan Anak dan RS Jiwa serta RSU kabupaten/kota tidak menggunakan obat sirop.

Begitu juga kepada Tenaga Kesehatan (Nakes), tidak memberikan resep sirop kepada anak-anak dan juga orang tua. Karena hal itu dianggap membahayakan seperti apa yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Di samping itu, dia juga mengimbau kepada masyarakat, untuk percaya terhadap instruksi yang disampaikan oleh Kemenkes. “Surat edaran ini bukan hoaks, bahwa ini betul ada kandungan yang dapat membahayakan ginjal manusia,” tegasnya.
Menyangkut hal ini, lanjut politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA) itu, harus ada pernyataan tegas dari bupati maupun gubernur terhadap pelarangan obat sirop atau pernyataan setara dengan Kemenkes.

Sebelumnya, pihak DPRA sudah mendorong kepada Kadis Kesehatan Aceh untuk menginstruksikan kepada Kadis Kesehatan yang ada di kabupaten/kota se-Aceh untuk menyetop dulu penggunaan sirop.

Berdasarkan data yang diterimanya, kurang lebih 20 anak yang terdampak kasus gagal ginjal akut di Aceh. Dia mengharapkan kepada masyarakat untuk tetap waspada dan tidak mengonsumsi obat sirop.

“Saran saya yang namanya sirop jangan dikonsumsi dulu, sampai ada petunjuk selanjutnya dari keterangan resmi Kemenkes,” tambahnya.

Kepada Pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh, lanjutnya, harus punya skema menangani masalah ini. Karena bisa jadi bencana ini menjadi bencana nasional, ujarnya.

“Saya minta kepada Dinkes untuk menyusun instruksi, bagaimana pasien yang sudah terdampak dan bagaimana cara penanganannya, agar masyarakat mengetahui,” tutupnya. (kia/cut/b01)

Foto: Ketua Komisi V DPRA M. Rizal Falevi Kirani. Waspada/Ist

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE