Abu Dayang Manyang Puskiyai Aceh: Bersainglah Dengan Sportif

- Aceh
  • Bagikan
Abu Dayang Manyang Puskiyai Aceh: Bersainglah Dengan Sportif
Abu Dayah Manyang Puskiyai Aceh Tgk H Farmadi ZA M.Sc. Jumat (8/9).Waspada/Syafrizal

BLANGPIDIE (Waspada): Suksesnya seseorang dari berbagai kalangan, baik dari dunia politik atau lainnya, tidaklah dinilai dari hasil akhir yang dicapai, tetapi lebih kepada sejauh mana dan bagaimana kerasnya perjuangan yang ditempuhnya.

Demikian antara lain petikan isi khutbah Jumat (8/9), yang disampaikan Abu Dayah Manyang Puskiyai Aceh, Tgk H Farmadi ZA M.Sc, lewat mimbar khatib jumaat di Masjid Agung Aceh Barat Daya (Abdya) Baitul Ghafur, Kecamatan Blangpidie.

Dalam meraih kesuksesan, Abu Dayah Manyang juga menyentil sedikit kepada para Calon Legislatif (Caleg), yang akan berlaga pada Pemilu 2024 mendatang, agar bersainglah dengan sportif. Jangan saling jelek menjelekkan. Kalau ada yang menang dan kalah itu sudah ketetapan Allah. “Fasbir lihukmi Rabbika. Wa la Tuthi’ minhum Atsiman au kafuuraa: Sabarlah dengan ketetapan/keputusan Tuhanmu, dan janganlah ikuti orang-orang yang berdosa, ini sesuai kandungan QS 76 Al Insan Ayat 24,” sebutnya.

Untuk itu katanya, diharapkan untuk siap hadapi tantangan, jangan hanya berpangku tangan, jangan hanya pandai tanda tangan, apalagi sekedar jabat tangan. “Demikian juga, jangan sampai tertangkap tangan, jangan suka lepas tangan. Tapi maulah turun tangan,” ujarnya.

Dalam khutbah Jumat yang mengusung tema ‘Membangun Paradigma Masyarakat Yang Bermanfaat’ hari itu, Abu Dayah Manyang menguraikan, paradigma merupakan bagian dari cara pandang terhadap diri, manusia, dan lingkungan. Cara pandang ini mendasari dan melatari cara berpikir (kognisi), bersikap, dan bertingkah-laku. Paradigma sendiri berisi seperangkat asumsi, konsep, nilai dan praktik yang akan diterapkan dalam memandang realitas.

Intinya, paradigma merupakan kerangka nilai dan cara pandang yang mendasari semua perilaku lahiriah manusia. Dimana, manusia harus menyadari bahwa di samping badan (raga), ada jiwa yang baka, yang dipertanggungjawabkan setelah kematian, dan kepercayaan ini harus merupakan kepercayaan bagi yang hidup.

Dalam Islam urai Abu Dayah Manyang, dikenal dengan paradigma Iman, yang mendasari pijakan dasar bagi agama, yakni keimanan terhadap hal-hal yang berada di luar yang tak terinderawi, di atas perkara bendawi. Seperti halnya cara pandang kita terhadap lingkungan sekitar, yang merupakan bagian dari rahmatan lil alamiin. Rahmatan (penuh kasih sayang) seakar kata dengan rahim, yang bermuatan muanats (feminin dalam bahasa Arab). Adapun lil alamiin bermakna segenap alam.

Berbicara tentang membangun paradigma masyarakat yang bermanfaat tambahnya, tidak terlepas dari pembangunan manusia seutuhnya. Dimana, manusia adalah mahluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT melebihi ciptaan Nya terhadap makhluk hidup lainnya di muka bumi ini.

“Namun di sisi lain, terkadang manusia yang diberikan akal justru menggunakannya untuk menindas dan membodohi manusia lainnya, maupun perlakuan lain yang tidak bertanggungjawab, sehingga menimbulkan gejolak dalam masyarakat, ketika sekelompok manusia merasa mendapatkan perlakuan yang tidak adil, atau semena-mena,” urainya.

Untuk itu, kehadiran pemerintah sebagai pengendali dan pengatur jalannya pemerintahan dan pembangunan, harus memperhatikan prinsip keadilan, kesetaraan, keseimbangan atau pemerataan, dalam melahirkan dan menerapkan kebijakan pembangunan yang adil dan merata tanpa diskriminasi, di seluruh wilayah Indonesia.

Pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choises). Dalam konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end), bukan alat, cara atau instrumen pembangunan, sebagaimana yang dilihat oleh model formasi modal manusia (human capital formation), sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu. “Masalah pembangunan manusia merupakan masalah yang kompleks. Kompleksitas itu misalnya dari sisi manajemen, berarti perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi,” sebut Abu Dayah Manyang.

Bidang yang harus dibangun dalam pembangunan manusia, juga memiliki aspek kehidupan yang sangat luas. Aspek kehidupan mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan.

Ketika pemerintahan yang demokratis yang hendak dikembangkan, maka ada perubahan posisi masyarakat yang semula lebih diposisikan sebagai objek pembangunan menjadi subjek pembangunan.

Memosisikan masyarakat sebagai subjek dalam agar bersifat efektif, perlu dicarikan berbagai alternatif strategi pemberdayaan masyarakat. Pilihan strategi yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.

Pembangunan manusia dengan pemberdayaan, merupakan proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.

Konsep pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah objek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subjek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri, yang tidak lepas dari tanggungjawab negara.

Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan, berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Dengan demikian, maka membangun paradigma masyarakat yang bermanfaat akan berhasil.(b21)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *