BANDA ACEH (Waspada.id): Pemerintah Aceh terus mempercepat pembangunan terowongan di Aceh, sebagai proyek strategis untuk membuka konektivitas wilayah barat–selatan Aceh.
Dalam upaya mencapai tujuan ini, Pemerintah Aceh, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh, telah menjajaki peluang kerja sama dengan investor asing, yakni China Railway Construction Corpporation Limited (CRCC). Pertemuan membahas kerja sama ini dilaksanakan di ruang rapat Kepala Dinas PUPR Aceh, belum lama ini, dengan melibatkan sejumlah instansi terkait seperti BPJN, Bappeda, DPMPTSP, ESDM, dan DLHK serta para Kepala Bidang di lingkungan Dinas PUPR Aceh.
Kepala Dinas PUPR Aceh, Ir. Mawardi, ST., memimpin langsung pertemuan itu, guna membahas terkait rencana investasi pembangunan terowongan di kawasan Paro–Kulu–Geurutee. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Gubernur Aceh serta koordinasi sebelumnya dengan Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan RI, Kementerian PUPR RI dan Bappenas.
Mawardi menjelaskan ruas jalan Banda Aceh–Calang dengan kode N-207 merupakan jalur nasional kelas I dan merupakan akses satu-satunya dari ibukota menuju 8 kabupaten yang berada di kawasan barat-selatan. Jalan tersebut dinilai belum memenuhi standar arteri primer, lantaran kondisi jalan yang sempit, rawan longsor, serta kerap terjadi laka lantas, sehingga menjadikan pembangunan terowongan sebagai solusi jangka panjang untuk mempermudah mobilisasi di rute tersebut.
“Pembangunan terowongan ini nanti akan dilaksanakan melalui sembilan tahapan mulai dari penyusunan AMDAL, desain awal, investigasi geologi, hingga konstruksi dan operasi,” terang Mawardi dalam pertemuan itu.
Ia menerangkan, jika pembangunan terowongan ini dapat terealisasikan, maka aksesibilitas serta potensi ekonomi akan berkembang pesat dengan baik, mengingat barat-selatan Aceh memiliki potensi Crude Palm Oil (CPO) cukup besar serta memudahkan untuk menjangkau beberapa sarana umum lainya.
Kepala Bidang Perencana Pembangunan Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Aceh Dedy Fahrian, ST, MT., menilai pembangunan terowongan ini sudah menjadi usulan sejak 15 tahun terakhir, namun kerap terkendala berbagai hambatan.
Karena itu, Pemerintah Aceh akan mendukung penuh realisasi ini dengan berkomitmen mempercepat proses perizinan termasuk AMDAL dan perizinan lain, agar proyek dapat terealisasi. Selain mempercepat konektivitas, proyek ini juga diharapkan menjadi sarana transfer pengetahuan bagi insinyur muda Aceh.
Sementara itu Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah, Ikhlas, ST, MSc., menerangkan pembangunan terowongan di kawasan Paro–Kulu–Geurutee dinilai memiliki tantangan besar. Sehingga perlu adanya kajian mendalam mengingat kondisi geologis di kawasan itu didominasi batu gamping kapur tua sehingga lemah, dan rentan terhadap curah hujan tinggi, serta risiko kegempaan karen berada di zona sesar Seulimum.
“Kita bisa belajar dari pengalaman proyek serupa di Malang, itu dapat menjadi acuan dalam pengujian ketahanan batuan dan mitigasi bencana,” kata Ikhlas.
Yusrizal Mahdy, mewakili Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Aceh, menjelaskan bahwa selama ini upaya yang dilakukan hanya sebatas perbaikan jalan dan penguatan tebing sebagai solusi sementara. Namun hal itu tidak menutupi risiko jika tebing sewaktu-waktu ambruk maka aksesibilitas akan tertutup total. Maka proyek pembangunan terowongan akan menjadi solusi permanen yang dapat memangkas waktu tempuh rute Banda Aceh–Calang, dari estimasi 3 hingga 4 jam menjadi hanya 1 sampai 1,5 jam.
Perwakilan manajement China Railway Construction Corpporation Limited (CRCC) Ruan Yijia, menyampaikan mereka siap untuk mendukung pembangunan terowongan di Aceh. Namun demikian, pihaknya akan mengkaji lebih lanjut terkait kondisi kontruksi geologis sebelum menentukan desain konstruksi.
Selain itu perusahaan besar yang berpengalaman membangun proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoohs) itu juga menawarkan skema pembiayaan fleksibel yang di atur dalam MoU, sehingga memungkinkan dua opsi investasi reguler maupun dengan barter trade berbasis mineral.
“Jika ini terealisasi, maka mekanisme ini akan menjadi yang pertama diterapkan di Aceh,” pungkasnya. (id65)