Advokad Senior Aceh Utara, T Hasansyah: “Saya Tidak Percaya Aceh Utara Tidak Bisa Keluar Dari Keterpurukan Ekonomi”

- Aceh
  • Bagikan
Advokad Senior Aceh Utara, T Hasansyah: “Saya Tidak Percaya Aceh Utara Tidak Bisa Keluar Dari Keterpurukan Ekonomi”

“Saya tidak percaya bahwa Aceh Utara tidak bisa keluar dari keterpurukan ekonomi, kecuali mereka para pengambil kebijakan tidak serius dalam menggali potensi PAD yang ada. Dan selama ini saya melihat, kinerja mereka landai dan santai. Orang yang paling bertanggungjawab dalam urusan ini adalah Sekda. Dan kami melihat kinerja Sekda Aceh Utara cukup lemah.”

HAL tersebut di atas disampaikan oleh mantan aktivis 1998 yang juga advokad senior di Aceh Utara, T Hasansyah (foto), Putra kelahiran Kecamatan Matang Kuli ini menambahkan, tugas pokok Sekretaris Daerah adalah membantu bupati dalam penyusunan kebijakan dan pengoordinasian administrative terhadap pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta pelayanan administratif.

“Sekda itu sebenarnya kalau dalam sebuah restoran itu adalah seorang koki. Maju tidaknya usaha tersebut bergantung pada kemampuan mengolah menu makanan. Kalau Sekda bersama dengan perangkat daerah serius memikirkannya, maka postur APBD seperti yang telah digambarkan oleh Kabid Anggaran dari DPKKD Aceh Utara, Nazar Hidayat, tidak seperti itu, hanya memiliki dana bebas Rp324,2 miliar saja,” sebut T Hasansyah.

Naif rasanya, kata Hasansyah, Aceh Utara dengan luas 3.200 Km2 memiliki 27 kecamatan, 15 kemukiman dan 852 gampong (desa) berpenduduk 600.000 jiwa tidak memiliki potensi PAD yang cukup. Aceh Utara kata dia, memiliki hutan dan areal perkebunan yang cukup luas. Aceh Utara juga merupakan kabupaten penghasil kelapa sawit. Namun hingga saat ini belum ada qanun yang mengatur berapa rupiah dari setiap kilogram kelapa sawit itu menjadi PAD.

“Ini sebagai bukti bahwa kehadiran seorang Sekda dan perangkat daerah lainnya tidak serius dalam menggali potensi PAD. Kata lain, kinerja mereka landai dan santai. Kalau memang ada qanun yang mengatur tentang itu, sosialisasikan dan tunjukkan retribusinya,” sebut tokoh muda Aceh Utara itu.

Di harian Waspada saya juga membaca berita, sebut Hasansyah, tentang ketidakmampuan Pemkab Aceh Utara dalam pengadaan baju dinas pegawai hampir 11 tahun untuk 11.000 pegawai yang berhak memakai baju dinas. Dia (Sekda) dengan mudah menjawab bahwa pihaknya tidak memprioritaskan pengadaan baju pegawai karena Aceh Utara tidak punya uang Rp8 miliar setiap tahun.

“Anggaran untuk kebutuhan lain sangat penting, tetapi untuk kesejahteraan PNS juga penting sebagai ujung tombak pemerintahan dalam mensejahterakan masyarakat. Bagaimana bisa menjadi ujung tombak jikalau dirinya belum sejahtera. Tugas seorang Sekda bersama perangkatnya meramu konsep untuk mendapatkan anggaran, agar semua kebutuhan terpenuhi. Bukan hanya berharap adanya transfer DAU dan DAK dari Pusat. Kemudian berharap dari DOKA dan DBH dari Provinsi Aceh. Bagaimana kalau dua sumber dana ini tiba-tiba bermasalah, bisa berhentikan roda pemerintahan di Aceh Utara,’ tanya Hasansyah lagi, seraya menambahkan, penerimaan DOKA mulai tahun ini hingga tahun 2027 hanya 1 persen. Kemudian 2028 menjadi 0 persen. Setelah itu Aceh Utara dan Provinsi Aceh mau kemana.

Hasansyah sepakat dengan Nazar Hidayat yang menyebutkan, roda Pemerintahan Aceh Utara baru nyaman dijalankan jika memiliki Rp1 triliun dana bebas yang bersumber dari PAD. Kalau dana bebas seperti yang dimiliki saat ini hanya Rp324,2 miliar tidak cukup untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Aceh Utara itu cukup luas dengan persoalan yang komplit.

“Jangan hanya sekedar memenuhi rutinitas saja yaitu masuk kerja dan absen setelah itu pulang. Berpikirlah akan berbagai sumber PAD, agar Aceh Utara itu keluar dari keterpurukan ekonomi. Jangan hanya tanda tangan dan paraf-paraf surat saja. Tugas Sekda itu berat,” sebutnya.

Selain hutan dan perkebunan, Aceh Utara juga memiliki potensi PAD yang besar di sektor kelautan, galian C, dari IMB, lahan persawahan luas, dan berbagai potensi lainnya, termasuk memiliki PTBU, PTPE, PDAM, Hotel Lidograha, pertokoan di Los Lhokseumawe, kios di Pajak Inpres Lhokseumawe, pertokoan di Geudong, Kecamatan Samudera dan berbagai hal lainnya.

“Berpikirlah dan seriuslah untuk kemajuan Aceh Utara ke depan, agar Aceh Utara nantinya paling tidak memiliki dana bebas Rp1 triliun. Pertanggungjawabkan pekerjaan Anda kepada masyarakat kalau memang Anda benar. Ini alasannya sangat klasik sekali, tidak dapat menggerakkan usaha karena tidak punya modal. Kalau punya modal yang cukup siapa pun bisa mengelola Aceh Utara. Untuk membeli 7 unit mobil dinas mewah, baru-baru ini ada anggarannya,” ucapnya.

Selanjutnya, T Hasansyah menantang para pemangku kebijakan untuk membuat forum dan membahas tuntas persoalan Aceh Utara di masa lalu, kini dan masa depan, agar Aceh Utara kembali berjaya seperti pada era Migas. Di dalam forum tersebut, undang seluruh tokoh dari 27 kecamatan dan para pihak lainnya.

“Migas itu ibarat nasi tambah, karena pendapatan dari sektor Migas berbatas waktu. Akan habis dan tidak bisa diperbaharui. Yang pokok ada di sektor perkebunan, kelautan, perikanan, pertanian dan tanaman pangan, peternakan dan lain sebagainya. Ini tidak berbatas waktu dan dapat digarap secara terus menerus hingga kiamat dunia,” demikian T Hasansyah.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Aceh Utara, Dr A Murtala, saat dikonfirmasi Waspada via WatsApp, Jumat (27/1) pukul 21:19 Wib memgucapkam terimkasih karena telah meluangkan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja dirinya khusus dalam hal peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Sebagai yang katanya pembantu bupati dan kemudian dianalogikan sebagai seorang koki restoran, saya telah mengemban amanah tersebut dengan maksimal sesuai kemampuan dan keilmuan yang saya miliki. Saya berharap ada penilaian dari tokoh dengan profesi yang berbeda juga terhadap kinerja saya secara obyektif dgn saran-saran yang solutif,” sebut A Murtala.

Dengan adanya saran yang solutif, kata A Murtala, dapat mendorong semangat dirinya bersama seluruh Kepala SKPK lainnya utk berkinerja lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

“Sekali lagi saya ucapkan terima kasih dan dengan jiwa yang sangat besar saya menyampaikan permohonan jika dalam waktu lebih kurang 2 tahun mengemban amanah sebagai Sekda, belum mampu memberikan yang terbaik kepada masyarakat dan daerah Kabupaten Aceh Utara,” demikian A Murtala. (WASPADA.id/Maimun Asnawi, SH.I.,M.Kom.I).

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *