Scroll Untuk Membaca

Aceh

Akademisi UMMAH Bireuen Desak Presiden Batalkan SK Empat Pulau Aceh Masuk Sumut

Akademisi UMMAH Bireuen Desak Presiden Batalkan SK Empat Pulau Aceh Masuk Sumut
Akademisi Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh, Fohan Muzakir. (Waspada/Fauzan)
Kecil Besar
14px

BIREUEN (Waspada): Akademisi Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh (UMMAH), Fohan Muzakir, mendesak Presiden Prabowo Subianto membatalkan Surat Keputusan (SK) yang memasukkan empat pulau di Aceh ke dalam wilayah Sumatera Utara.

Pernyataan tersebut disampaikan Fohan kepada Waspada, Senin (16/6). Ia menilai penetapan tersebut mengabaikan Perjanjian Helsinki 2005 yang mengakhiri konflik GAM. “Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sepertinya tidak memperhatikan perjanjian Helsinki tahun 2005, ini perjanjian yang mengakhiri konflik GAM dengan Pemerintah Indonesia dengan segala konstelasi politiknya secara komprehensif,” tegas Fohan.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Fohan menganggap penetapan tersebut sebagai konspirasi dan penghinaan terhadap kedaulatan Aceh. “Kasus 4 Pulau Aceh merupakan harkat martabat rakyat Aceh, merujuk pada sebuah isu kedaulatan dan identitas wilayah yang menyangkut perasaan harga diri dan martabat rakyat Aceh,” jelasnya.

Menurutnya, penghapusan pulau-pulau tersebut dari wilayah Aceh merupakan pelecehan terhadap otonomi khusus Aceh berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006. “Pengabaian terhadap sejarah dan identitas masyarakat lokal, yang telah sejak lama menganggap pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari tanah adat dan teritorial mereka,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fohan mengecam proses pengambilan keputusan yang dilakukan Mendagri secara sepihak tanpa melibatkan Pemerintah Aceh dan masyarakat. “Ini tindakan administratif yang sepihak, tanpa pelibatan Pemerintah Aceh atau masyarakat dalam proses pengambilan keputusan oleh Kemendagri,” ungkapnya.

Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan persatuan NKRI dalam pembuatan kebijakan, bukan hanya aspek administratif. “Seharusnya dalam membuat kebijakan, kesatuan dan persatuan NKRI menjadi pertimbangan utama ketimbang cuma administrasi wilayah atau pembagian wilayah,” jelasnya.

Fohan menilai kasus ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan menyangkut eksistensi, kedaulatan, dan identitas rakyat Aceh. Ia memperingatkan potensi konflik berkepanjangan antara Aceh dan Sumut jika pemerintah pusat tidak merespon serius polemik ini.

“Jika pemerintah pusat tidak merespon polemik ini dengan serius, maka kasus seperti ini bisa menjadi preseden buruk bagi pengelolaan wilayah dan pastinya konflik baru antara Aceh dan Sumut akan berkepanjangan,” tutup Fohan. (czan)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE