KUTACANE (Waspada.id): Ratusan Mahasiswa Aceh Tenggara yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa bersatu menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara. Mereka menuntut dewan untuk mengesahkan RUU perampasan aset hingga beberapa tuntutan lainnya, Kamis (4/9).
Amatan di lokasi, ratusan mahasiswa berkumpul di depan Stadion H Syahadat, hingga pukul 10:48 WIB kemudian massa berjalan kaki konvoi menuju kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara untuk menyuarakan aspirasi.
Setelah kedatangan masaa di depan gedung DPRK Aceh Tenggara, mahasiswa langsung disambut ketua dan anggota dewan dengan membawa sebuah parsel berisi semangka dan air mineral sebagai bentuk penyambutan mereka terhadap mahasiswa, akan tetapi ditolak massa.
Penanggung Jawab Aksi, Aliansi Mahasiswa Bersatu Aceh Tenggara, Eko Widyanto dalam orasinya menyampaika bahwa mahasiswa turun aksi ke jalan dengan beberapa tuntutan yaitu, mengencam keras dengan tegas tindakan represif yang berulang kali ditunjukkan oleh pemerintah dan aparat negara ini.
Kemudian mereka yang gugur di medan perjuangan menambah catatan hitam atas ketidakmampuan pemerintah dan aparat dalam melindungi hak paling mendasar dari seorang warga negara Indonesia, yakni hak untuk hidup serta mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Selanjutnya Eko menyorot bahwa bobroknya pemerintahan dan ketidakmampuannya dalam melaksanakan fungsi dan tugas sesuai sumpah-sumpah palsu yang mereka ucapkan.
“Kami menuntut segera bebaskan seluruh aktivis dan demonstran yang sampai hari ini masih ditahan, karena hanya menyuarakan pendapat dan menyampaikan kebenaran,” katanya.
Massa menyampaikan beberapa tuntutan ke pemerintah diantaranya:
Kami Aliansi Mahasiswa Aceh Tenggara Bersatu, menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk bertanggung jawab secara penuh untuk setiap pemberanggusan hak asasi yang dilakukan oleh pemerintahan dan pihak aparat.
Kemudian kami juga menuntut Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk mundur dari jabatannya karena gagal dan tidak mampu dalam mencegah tindakan represif yang terus-menerus berulang tanpa ada gelagat evaluasi dan upaya perbaikan.
Selanjutnya menuntut DPR untuk membatalkan perumusan aturan-aturan yang bermasalah dan berpotensi untuk mengancam hak warga negara Indonesia dalam berdemokrasi seperti RUU Polri, RUU Penyiaran, dan RUU KUHP
“Kami juga menolak kenaikan gaji dan tunjangan DPR RI dan memberikan rekomendasi untuk pengalihan tambahan gaji dan tunjangan DPR RI ke program yang bermanfaat bagi masyarakat banyak,” ungkapnya.(id80)