BLANGPIDIE (Waspada.id): Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Barat Daya (Abdya), merilis data angka kemiskinan di ‘Nanggroe Breuh Sigupai’, pada tahun 2025 ini sebesar 21,47 ribu atau setara 13,30 persen. Angka tersebut turun 2 persen dari tahun 2024 lalu. Dimana, angka kemiskinan di Abdya tahun 2024 lalu sebesar 24,44 ribu, atau setara 15,32 persen.
Kepala BPS Abdya Ali Abrori, Rabu (17/9), usai kegiatan FGD Data Kemiskinan dan Produk Dosmetik Regional Bruto (PDRB), di aula Teungku Dikila Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dihadiri Plt Sekda Abdya Amrizal dan pejabat terkait lainnya mengatakan, indikator survei yang dilakukan pihaknya berdasarkan pengeluaran masing-masing masyarakat, yang dilakukan setiap tahun per bulan Maret.
Menurutnya, tingkat pengeluaran masyakarat itu menjadi salah satu indikator pihaknya untuk menyimpulkan angka kemiskinan secara keseluruhan dalam wilayah setempat dengan mengambil beberapa sampel pendekatan secara langsung by name by address. “Alhamdulillah tahun ini turun dua digit dari tahun 2024 lalu. Semoga kedepan semakin ditekan angka kemiskinan di Abdya. Nantinya kita juga akan menyingkronkan data itu dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN),” kata Ali Abrori.
Ditambahkan, garis kemiskinan di Abdya per bulan Maret 2025 mengalami peningkatan dari tahun 2024 sebesar Rp516.947, menjadi Rp525.947 tahun 2025. Sedangkan pada periode Maret 2024 hingga Maret 2025, indeks kedalaman kemiskinan mengalami penurunan dari 2,31 pada Maret 2024, menjadi 1,97 pada Maret 2025.
Sedangkan pada indeks keparahan kemiskinan, juga mengalami penurunan dari 0,46 Maret 2024, menjadi 0,41 pada Maret 2025. “Boleh kita katakan, bahwa jumlah penduduk miskin mengalami penurunan selama kurun waktu 5 tahun,” ungkap Ali, dalam bahan persentase yang dipaparkan pada acara FGD tersebut.
Berdasarkan grafik Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), bahwa tahun 2021 sekitar 16,34 persen turun 15,44 tahun 2022. Tahun 2023 sekitar 15,43 persen turun sedikit menjadi 15,32 persen tahun 2024. Dan tahun 2025 terjadi penurunan signifikan hingga 13,30 persen.
Jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di Aceh, Kabupaten Abdya berada di urutan ketiga belas terkecil dan berada di atas persentase kemiskinan Aceh. “Kalau di Barat Selatan Aceh, Kabupaten Abdya berada pada urutan ketiga terkecil, setelah Aceh Selatan dan Aceh Jaya,” sebut Ali Abrori.
Terakhir Ali mengatakan, kalau harga tidak stabil rentan akan terjadi peningkatan kembali. Jadi, perlu stabilitas harga pangan di lapangan. Kemudian juga disokong dengan perluasan lapangan pekerjaan, demi merealisasikan pembangunan di Abdya. “Kita melakukan pendekatan, melalui pengeluaran masing-masing keluarga masyakarat, bukan pendapatannya. Indikator itu, sudah mewakili kemiskinan secara umum di kabupaten. Mulai dari konsumsi makanan dan non makanan, melalui aplikasi Susenas,” pungkasnya.
Sebelumnya, Plt Sekda Abdya Amrizal dalam amanat Bupati Abdya menyampaikan, tanpa data yang akurat, pembangunan ibarat kapal yang berlayar tanpa kompas, tak tentu arah dan rawan tersesat. “Sebaliknya, dengan data yang valid, kita dapat menentukan prioritas secara tepat, mengukur capaian pembangunan dengan jelas, memastikan program yang dijalankan benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat,” urainya.
FGD yang dilaksanakan hari ini mengangkat tema Dari Data ke Kebijakan: Menyongsong Pembangunan Berbasis Statistik. Tema ini sangat relevan dengan tantangan pembangunan yang dihadapi saat ini. “Kita semua harus memahami bahwa data adalah fondasi utama dalam merumuskan kebijakan,” singkatnya.(id82)