TAPAKTUAN (Waspada.id) : Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Formaki) mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kepolisian Resor (Polres) Aceh Selatan, segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan praktik korupsi dalam proyek pembuatan website desa digital di Kabupaten Aceh Selatan.
Proyek yang diinisiasi oleh PT MKM ini terindikasi kuat sarat dengan penggelembungan harga (mark-up) yang berpotensi merugikan keuangan negara dengan menguras Dana Desa.
Temuan ini menunjukkan adanya kejanggalan serius pada harga penawaran proyek sebesar Rp6 juta per desa. Sementara itu, harga templat website sejenis di pasaran ditaksir hanya sekitar Rp250 ribu. Hal ini mengindikasikan adanya potensi mark-up. Sebab Rp6 juta sebuah angka yang sangat tidak masuk akal dan patut diduga sebagai upaya untuk mengeruk keuntungan secara tidak sah dari anggaran desa.
Ketua Formaki, Ali Zamzam, menyatakan bahwa modus operandi yang digunakan dalam kasus ini merupakan pola kejahatan kerah putih yang terencana.
“Ini adalah modus perampokan Dana Desa yang dibungkus dengan program digitalisasi. Proposal ditawarkan dari pintu ke pintu kepada para keuchik untuk mendapatkan persetujuan individual, seolah-olah ini adalah transaksi bisnis yang wajar. Padahal, ini adalah cara licik untuk menghindari mekanisme pengadaan barang dan jasa yang kompetitif dan transparan,” ujar Ali Zamzam kepada Waspada.id di Tapaktuan, Jumat (3/10).
Formaki juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh Selatan. Sikap Kepala DPMG yang terkesan lepas tangan dan tidak mengetahui detail program yang menggunakan Dana Desa di bawah pengawasannya adalah sebuah preseden buruk.
“Kami tidak bisa menerima alasan ‘tidak tahu’ atau ‘lupa’ dari pejabat yang digaji oleh uang rakyat untuk melakukan pengawasan. Kegagalan DPMG dalam membina dan melindungi pemerintah gampong dari praktik predator seperti ini harus menjadi bahan evaluasi serius oleh Bupati Aceh Selatan H. Mirwan,” tegas Ali.
Atas dasar itu, Formaki mendesak aparat penegak hukum segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait, termasuk direksi PT MKM, oknum di DPMG Aceh Selatan, serta pihak lain yang berpotensi terlibat dalam persekongkolan ini. Mendesak Inspektorat Kabupaten Aceh Selatan untuk melakukan audit investigatif terhadap seluruh desa yang telah menganggarkan dan merealisasikan pembayaran untuk proyek ini.
“Formaki juga mendesak Bupati Aceh Selatan segera memberlakukan moratorium (penghentian sementara) atas proyek ini dan mengevaluasi secara total kinerja Kepala DPMG Aceh Selatan yang diduga lalai dalam menjalankan tugasnya,” tegas Ali Zamzam.
Sebab, kata Ali, dana desa merupakan amanah rakyat yang harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat desa, bukan untuk memperkaya segelintir oknum melalui proyek-proyek bermasalah. Formaki akan terus mengawal kasus ini dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawasi penggunaan Dana Desa agar tepat sasaran dan bebas dari korupsi.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala DPMG Aceh Selatan Agustinur SH melalui Kabid Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Gampong, Masrizal SE, menjelaskan, kegiatan pengembangan desa digital merupakan konsep pembangunan desa yang didukung oleh teknologi digital, seperti internet, telekomunikasi dan teknologi informasi. Salah satunya website desa yang diutamakan menggunakan layanan web hosting yang domainnya milik pemerintah (desa.id).
“Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Desa dan Daerah Tertinggal Nomor 2 tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa tahun 2025,” kata Masrizal yang meminta penjelasannya dimuat utuh.
Dalam hal pelaksanaan kegiatannya, sambung Masrizal, mangacu kepada Peraturan LKPP Nomor 2 Tahun 2019 tentang pedoman penyusunan tata cara pengadaan barang/jasa di desa. Dimana pelaksanaan kegiatan tersebut mengutamakan peran serta masyarakat melalui swakelola dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di desa.
“Namun dalam hal pengadaan tidak dapat dilakukan secara swakelola maka pengadaan tersebut dapat dilakukan melalui penyedia baik sebagian maupun seluruhnya,” ujarnya.
Dia mengakui, hal tersebut sudah disampaikan ke Gampong/desa melalui surat Bupati Aceh Selatan H. Mirwan Nomor 414.25/462/2025 tanggal 21 Mei 2025 perihal penerapan Wabsite Gampong, yang menjelaskan bahwa para Keuchik/Kepala Desa sebelum melaksanakan kegiatan tersebut sebaiknya mengambil langkah-langkah atau berkoordinasi lebih lanjut dengan OPD terkait.
Saat ditanya terkait dari 260 desa di Aceh Selatan berapa jumlah desa yang telah menerima penawaran dan telah menyetorkan anggaran untuk pembuatan website desa digital?, Masrizal mengaku sampai saat ini pihaknya belum mengetahuinya karena tidak pernah dikoordinasikan dengan pihaknya.
“Tidak dikoordinasikan dengan kita makanya kita tidak tahu data jumlah desa yang telah menerima penawaran dan telah menjalankan proyek tersebut. Proyek itu mutlak desa yang mengerjakannya, kita telah membuat spesifikasi teknis yang dituangkan dalam surat Bupati Aceh Selatan beberapa waktu lalu,” kata Masrizal, seraya menyatakan saat ini pihaknya sedang melakukan tracking untuk menjalankan fungsi pengawasan di desa-desa. (id85)