Aceh

BAM DPR, DPD RI, Pemko Dan GTRA, Soal Konflik Perusahaan – Warga, Harapan Atau Sebatas Peduli

BAM DPR, DPD RI, Pemko Dan GTRA, Soal Konflik Perusahaan – Warga, Harapan Atau Sebatas Peduli
SEORANG Ibu mencurahkan perasaan terkait pencaplokan lahan miliknya kepada BAM DPR RI. (Waspada.id/Ist)
Kecil Besar
14px

DIAPRESIASI kunjungan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI ke Kota Subulussalam, menyusul beberapa bulan sebelumnya DPD RI melakukan hal serupa sebagai upaya merespon program Pemko bersama GTRA Subulussalam selaku mitra, memastikan konflik lahan antara perusahaan dengan warga bisa diakomodir, lalu mencari solusi terbaik.

BAM DPR RI maupun DPD RI, datang untuk menyerap aspirasi masyarakat, Pemko Subulussalam bersama jajaran pastikan berjibaku siang malam untuk menuntaskan konflik agraria itu.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Namun tidak bisa dipungkiri ‘keraguan’ warga, apakah sikap ini hanya sebatas peduli, tanpa tersahuti atau lebih konkretnya tanpa terpenuhi yang warga harapkan ke depan.

Persoalannya, nyaris kerja-kerja dan inisiatif pihak perusahaan melakukan apapun demi memperkuat posisi dan status HGU-nya terus terjadi.

Di sisi lain, masyarakat disibukkan dengan memprotes, meminta DPRK gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) termasuk RDPU Pemko ke BAM DPR RI di Jakarta, tak terkecuali DPD juga turun langsung ke lokasi menyerap aspirasi warga. Namun konkret hasilnya masih dalam penantian.

Ketika rombongan BAM DPR RI, Ahmad Heryawan, Obon Tabroni, Yudha Novanza Utama, Kawendra Lukistian dan Muhammad Haris
meninjau langsung konflik agraria masyarakat dengan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU) PT Laot Bangko lokasi Divisi I Desa Penuntungan, menyusul rapat terbuka di Gedung LPSE, Senin (17/11), warga nyatakan jika lahan mereka dicaplok perusahaan itu.

ROMBONGAN BAM DPR RI meninjau langsung lokasi lahan PT Laot Bangko yang ditengarai sarat masalah. (Waspada.id/Ist)

Parahnya, sejumlah titik parit gajah menjadi tantangan lain bagi warga. Parit menyebabkan warga tidak bisa memanen sawit karena terkendala melintas, satu titik lahan terbelah karena diindakasi sejumlah parit dibuat di lahan warga.

Padahal ketika DPD RI turun ke lokasi serupa beberapa waktu lalu (baca: Waspada.id, Haji Uma Diharap Selesaikan Konflik Warga – PT Laot Bangko, 5 Juni 2025), dipastikan ada sejumlah kesepakatan, salah satunya ‘menghentikan sementara pembuatan parit gajah jika belum dilakukan ukur ulang lahan HGU dengan melibatkan warga’.

Ironis, BAM DPR RI datang, parit gajah itu justru bertambah pasca kunjungan DPD RI. Sejumlah konflik lain terjadi pasca DPD RI turun hingga BAM DPR RI untuk memastikan persoalan yang sama. Efek lain, ada warga dilaporkan ke pihak kepolisian dengan berbagai tuduhan. Artinya, kesepakatan dengan DPD RI nyaris diabaikan.

Dipastikan pencaplokan, dasar peta Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kota Subulussalam. Lahan izin HGU lama PT Laot Bangko berada di luar konsesi, menyusul pembaruan izin tahun 2019, lahan warga masuk ke dalam kawasan HGU perusahaan.

Kondisi ini memastikan masyarakat kehilangan status kepemilikan secara jelas. Parahnya lagi, warga tidak bisa mengurus sertifikat karena lahan itu telah berpindah kepemilikan ke HGU atau dalam konsesi perusahaan.

Warga heran, lahan yang semula di luar HGU, pasca perpanjangan beralih ke dalam. Makin menyusahkan dan merugikan warga, pencaplokan lahan disusul pembuatan parit gajah. Lain lagi pihak perusahaan memasang portal di sejumlah titik jalan untuk membatasi akses petani menuju kebun. Ironis, lahan hanya bisa dipandang, hasil tak bisa dipanen.

Seorang ibu menangis di lokasi, persis di hadapan BAM DPR RI, menunjukkan surat kepemilikan lahannya yang telah menjadi hak perusahaan. Kata sang ibu, dirinya tak bisa lagi memetik hasil karena parit menjadi penghalang dan berharap pengembalian lahan kepada warga.

Menyimak statemen Wali Kota Subulussalam, Haji Rasyid Bancin soal sengketa lahan, dirinya pastikan tidak tinggal diam, akan berjibaku siang malam untuk menyelesaikan konflik agraria itu, termasuk persoalan CSR, tumpang tindih kawasan HGU serta kontribusi pajak perusahaan kepada pemerintah. Bahkan ditegaskan, jika saja sejumlah persoalan itu menjadi kewenangan wali kota, pihaknya akan menyelesaikan secepatnya.

Ketua BAM DPR RI, Ahmad Heryawan juga menegaskan tak ingin merugikan siapapun. Terpenting, hamonisasi sesuai hak. Punya negara kembali ke negara, hak rakyat ke rakyat dan hak perusahaan kembali ke perusahaan. Dia juga berharap, jika perusahaan berhadapan dengan masyarakat tidak serta merta harus dilakukan melalui jalur hukum, tetapi selesaiakan melalui dialog.

Menyoal kunjungan BAM DPR RI itu, seorang warga, Nurahmad akui jika selama ini mereka sudah terlalu capek menghadapi PT Laot Bangko.

“Seolah-olah inilah PT terkuat di dunia, jika sekiranya tidak berdampak positif terhadap masyarakat, bubarkan saja. Ini puncak konflik, lahan masyarakat yang di HGU lama tidak pernah masuk, kemudian di HGU baru jadi masuk. Ini penyebab konflik, ditambah lagi pembuatan parit gajah dan portal yang memutus akses warga ke kebun,” sesal Nurahmad.

Namun, Nurahmad mengapresiasi langkah Wali Kota dan Tim GTRA yang berinisiatif mendatangkan BAM DPR RI, bahkan turun lansung ke lokasi konflik. Pihaknya berharap, trauma masyarakat akan bisa terobati, lahan dikembalikan dan warga nyaman berusaha.

“Intinya, lahan 62 Hektare di divisi 1 dan 63 Hektare di divisi 2 yang merupakan lahan masyarakat bisa dikembalikan ke warga, lepas dari HGU PT, masyarakat sudah sangat tertolong,” aku Nurahmad, berharap BAM DPR RI, DPD RI, Wali Kota, DPRK, GTRA Subulussalam dan pihak lain yang terlibat dalam persoalan konflik agraria memberikan yang terbaik untuk warga, tidak hanya sebatas peduli. (id90/WASPADA.id)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE