AcehFeatures

Banjir Bandang Dan Lautan Kayu Gelondongan: “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi”

Banjir Bandang Dan Lautan Kayu Gelondongan: “Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi”
Penampakan ribuan batang kayu gelondongan dengan berbagai ukuran, di Gampong (desa) Geudumbak, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara. Tampak salah seorang warga dari gampong setempat sedang menyusuri tumpukan kayu gelondongan itu. Waspada.id/Maimun Asnawi
Kecil Besar
14px

“Raung boldozer, gemuruh pohon tumbang. Berpadu dengan jerit isi rimba raya. Tawa kelakar badut – badut serakah. Tanpa HPH berbuat semaunya. Lestarikan alam hanya celoteh belaka. Lestarikan alam mengapa tidak dari dulu…oohh mengapa…”

PENGGALAN syair lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Iwan Fals (Virgiawan Listanto) pada tahun 1982 ini masih kontektual dengan bencana hidrometeorologi yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara dan Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 26 November 2025.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Lagu dengan judul ‘Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi’ diciptakan berdasarkan hasil perenungan yang mendalam terhadap kehidupan, isu sosial, politik dan kemanusiaan. Syair-syair lagunya, berhasil membuat pendengar untuk ikut merenung. Iwan fals sudah sejak lama khawatir dengan bencana alam seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatera saat ini.

Dalam bencana hidrometeorologi yang melanda tiga provinsi ini bukan hanya mengubah pemandangan pemukiman penduduk di pedesaan dan di perkotaan, lahan persawahan dan areal pertambakan seperti danau. Namun juga memperlihatkan pemandangan yang berbeda seperti danau pada umumnya.

Di atas danau jadi-jadian ini mengapung ribuan dan mungkin jutaan batang kayu gelondongan yang dibawa arus hingga memenuhi pemukiman warga. Pemandangan kayu gelondongan mengapung dan menumpuk di perkampungan itu terlihat di Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Begitu juga yang terlihat di Provinsi Sumatera Barat.

Sementara di Provinsi Aceh, lautan gelondongan terlihat di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Utara, Bireun, Pidie Jaya dan bahkan hampir di semua kabupaten/kota di Aceh yang terkena dampak banjir, memperlihatkan penampakan batang kayu gelondongan yang diseret banjir. Banjir bandang yang terjadi di Aceh dan Sumatera membuktikan kebenaran akan kegelisahan Iwan Fals sejak 43 tahun yang lalu.

Namun sayangnya, pesan tentang akan terjadi kehancuran terhadap lingkungan dan hutan yang diteriakkan oleh Virgiawan Listanto lewat lirik lagunya itu dianggap sebagai angin lalu dan hanya sebuah hiburan. Padahal, Iwan Fals menyanyikan lagu itu sebagai pesan moral atas kekhawatiran dan kegamangannya terhadap para cukong kayu yang makin merajalela membabat hutan.

“Kalau saja tidak terjadi banjir bandang, maka tidak akan ada yang tahu, di hutan dan di pegunungan Aceh dan Sumatera, ada badut – badut yang serakah melakukan penebangan kayu. Mereka tertawa terkekeh – kekeh saat pohon berhasil ditumbangkan satu per satu. Dan, mungkin saat ini, para badut itu sedang mengamati dari jauh terhadap dampak yang timbul dari ulah tangan mereka. Nanti, setelah kondisi membaik, para cukong dan badut pembalakan liar ini harus diganyang dari negeri ibu pertiwi ini,” sebut tokoh masyarakat Aceh, Terpiadi A. Madjid.

Dan mungkin bahkan, sambung Terpiadi A. Madjid, para bos dari si cukong kayu sedang menyamar menjadi penyelamat dengan berpura-pura sedih sambil membawa bantuan masa panik kepada puluhan ribu warga yang menjadi korban hidrometeorologi.

Terpiadi A. Madjid meminta Kapolri dan berbagai stakeholder, menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan investigasi secara menyeluruh hingga terungkap siapa badut yang dimaksud oleh Iwan Fals dalam syair lagunya itu. Para badut melakukan pembalakan lia, demi pundi-pundi untuk diri dan kelompoknya saja, tanpa memperdulikan nasib dan rezeki generasi ke depan.

Terpiadi A. Madjid kepada Waspada.id memberitahukan, usianya saat ini nyaris 70 tahun. Dulu, kata dia, saat dirinya berusia muda, Aceh pernah dilanda hujan 15 hari 15 malam tanpa jeda, namun tidak sampai menciptakan banjir seperti yang sedang terjadi saat ini. “Paling hebat, banjir waktu itu sebatas betis orang dewasa. Dan banjir hanya terjadi di tempat-tempat tertentu,” katanya.

Selanjutnya, kata Terpiadi A. Madjid, Gubernur Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat serta setiap bupati dan wali kota di tiga provinsi itu untuk tidak mengeluarkan izin pembukaan lahan untuk penanaman kelapa sawit. Pembukaan lahan kebun kelapa sawit juga memicu terjadinya bencana hidromteorologi ini.

“Dan kalau ada HGU yang telah terlanjur diberikan izin pada perusahaan tertentu selama ini, sebaiknya dicabut. Dan jika ada HGU yang telah mati, maka jangan diperpanjang lagi izinnya. Perusahaan perkebunan kelapa sawit juga menjadi biang dari bencana ini,” sebut Terpiadi A. Madjid.

Terakhir, Terpiadi A. Madjid menyebutkan, semoga dengan bencana ini, mampu membuka mata presiden, Kapolri dan para petinggi negeri ini untuk tidak membiarkan para cukong kayu merajalela di berbagai belantara hutan di Indonesia Raya ini. Dan, semua warga Indonesia diminta untuk menghalau dan menangkap para badut-badut yang melakukan pembalakan liar di daerahnya.

“Jika kita semua ingin menyelamatkan negeri ini, maka ini harus dilakukan. Atau tetap berdiam diri, hingga seluruh isi rimba tidak ada tempat berpijak lagi, seperti ungkapan Iwan Fals dalam syair lagunya itu,” tutup Terpiadi A. Madjid. Maimun Asnawi, S.Hi.,M.Kom.I/WASPADA.id

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE