Scroll Untuk Membaca

Aceh

Banyak Kontraktor Proyek Konstruksi Di Aceh Utara Kangkangi UU Nomor 2 Tahun 2017

Banyak Kontraktor Proyek Konstruksi Di Aceh Utara Kangkangi UU Nomor 2 Tahun 2017
Para Kepala SKPK dan PPK se-Aceh Utara ikut dalam rapat Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa bersama dengan BPKJS Ketenagakerjaan Lhokseumawe di Aula Setdakab Kantor Bupati Aceh Utara di Landing, Lhoksukon, Selasa (19/8).Waspada.id/Maimun Asnawi
Kecil Besar
14px

ACEH UTARA (Waspada.id): Kepala Bidang Kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan Lhokseumawe, Syarifah Mirazana, menyebutkan, masih banyak kontraktor proyek konstruksi di Aceh Utara yang mengangkangi UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi.

Syarifah menyatakan itu saat dikonfirmasi Waspada.id Selasa (19/8) siang, usai Rapat Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa di Aula Setdakab Aceh Utara di Kantor Bupati Aceh Utara di Landing, Lhoksukon.

Kata Syarifah, materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi tanggungjawab dan kewenangan; usaha jasa kontruksi; penyelenggaraan usaha jasa konstruksi; tenaga kerja jasa kontruksi; tenaga kerja jasa konstruksi; pembinaan; sistem informasi jasa kontruksi; partisipasi masyarakat; penyelesaian sengketa; sanksi administratif; dan ketentuan peralihan.

Karena tingkat kepatuhan para rekanan masih terbilang rendah untuk menjalankan perintah UU tersebut, maka, BPJS Ketenagakerjaan Lhokseumawe melaksanakan Rapat Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa di Aceh Utara. Dalam rapat ini, kata Syarifah, pihaknya mengundang seluruh kepala SKPK dan Pejabat Pembuat komitmen (PPK) se-Kabupaten Aceh Utara.

“Kepada mereka kita menyampaikan terkait aturan pemerintah, UU Nomor 2 Tahun 2017. Kemudian, kemarin kita juga menyampaikan terkait PP Nomor 44 Tahun 2005 terkait kewajiban perlindungan jaminan sosial program jasa kontruksi bagi pekerja. Dan rapat ini hanya membahas program jasa kontruksi,” kata Syarifah.

Kemudian, kata dia lagi, yang perlu dipahami bahwa program jasa kontruksi itu bukan hanya yang bersifat pelaksanaan proyek fisik saja, tetapi yang dimaksud dengan jasa konstruksi itu adalah termasuk di dalamnya jasa perencanaan, jasa pengawasan, dan jasa pelaksanaan. “Karena ada pekerja di dalamnya, maka perlu untuk dilindungi,”katanya.

Perlindungannya itu, kata Syarifah, pihak BPJS Ketenagakerjaan mengadopsi pada nilai proyeknya selama masa proyek itu dikerjakan sampai dengan masa pemeliharaan. Dan itu, tidak dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerjanya. Para pekerja yang dilindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan mereka yang bekerja pada proyek jasa kontruksi dengan jangka waktu yang susuai dengan kontrak.

Kewajiban dalam memberikan perlindungan jaminan sosial kepada pekerja adalah si pemberi kerja (rekanan). Syarifah Mirazana memberikan contoh berapa banyak uang yang harus dikeluarkan oleh rekanan untuk memberikan perlindungan pada pekerja mereka. Katakanlah, sebut Syarifah, si rekanan mendapatkan proyek konstruksi senilai Rp80 juta, maka jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk membayar ke BPJS Ketenagakerjaan hanya Rp160 ribu.

“BPJS Ketenagakerjaan tidak mempersoalkan berapa jumlah pekerja yang dibutuhkan pada pelaksanaan proyek kontruksi itu. Dengan membayar Rp160 ribu, BPJS Ketenagakerjaan telah memberikan perlindungan bagi semua pekerja proyek tersebut, apakah pekerja di proyek itu 3 orang atau pun 10 orang. Kami yakin, tidak membuat rekanan rugi, karena nilai yang dibayarkan ke BPJS Ketenagakerjaan setelah dikeluarkan PPN,” sebutnya.

Hanya sekali bayar, kata Syarifah, rekanan proyek kontruksi sudah melindungi seluruh pekerjanya. “Nilai proyek Rp200 juta, cuma bayar di awal Rp300 ribu. Apakah pekerjanya 50 orang atau pun 100 orang, tetap bayarnya hanya Rp300 ribu dan itu hanya untuk sekali bayar. Dan perlindungan diberikan dalam jangka waktu pekerjaan proyek dan masa pemeliharaan sesuai dengan kontrak. Jika ada penambahan tenaga kerja, rekanan tinggal lapor,” kata Syarifah mengulangi.

Menjawab Waspada.id, kata Syarifah, klaim ini hanya berlaku jika para pekerja mengalami musibah dalam melaksanakan pekerjaan pada proyek kontruksi di maksud. Ini sifatnya gotong royong.

Syarifah memberitahukan, berdasarkan pengalaman tahun lalu, tingkat kepatuhan pihak rekanan proyek konstruksi dalam menjalankan perintah UU Nomor 2 Tahun 2017 dan PP Nomor 44 Tahun 2005 di Kabupaten Aceh Utara masih rendah. Sedangkan 4 kabupaten/kota lainnya sudah cukup baik. Ke 4 kabupaten/kota lainnya yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireun dan kota Lhokseumawe. “Ya tingkat kepatuhannya rendah. Proses edukasi,” ujarnya.

Ditanya apa sanksi dari pelanggaran yang dilakukan oleh para rekanan terhadap UU Nomor 2 Tahun 2017, kata Syarifah, para rekanan akan dikenakan sanksi administratif. Karena itulah, dalam rapat konsolidasi pengadaan barang/jasa ini, para pesertanya adalah para Kepala SKPK dan PPK. Mereka bisa bertindak untuk mengawasi para rekanan dan bisa memberikan sanksi jika terbukti melakukan pelanggaran.(id70)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE