AcehFeatures

Bersama Istri 4 Hari Bertahan Di Bawah Atap Tidak Makan

Bersama Istri 4 Hari Bertahan Di Bawah Atap Tidak Makan
Suprianur menunjukkan tempat dia bersama istrinya bertahan menyelamatkan diri ketika terjadi banjir bandang Aceh Tamiang 2025. Waspada.id/Muhammad Hanafiah
Kecil Besar
14px

“Benar-benar sangat mengerikan banjir tahun ini, saya bersama istri melihat rumah-rumah warga banyak yang hanyut dan hancur diterjang air bercampur kayu gelondongan” (Suprianur)

Banjir bandang Aceh Tamiang yang terjadi jelang akhir November 2025 benar-benar sangat menyedihkan bagi masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang. “Saya bersama istri naik ke lantai atas dan bertahan di bawah atap rumah, selama empat hari kami tidak makan, hanya minum air putih dalam galon yang berhasil saya bawa naik ke lantai atas rumah,” ungkap warga Kampung Kota Lintang bagian bawah, Suprianur, SH didampingi istrinya ketika Waspada.id berkunjung ke kawasan tersebut, Rabu (17/12).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Menurut Suprianur yang merupakan mantan anggota DPRD Kabupaten Aceh Tamiang periode 2004-2009 dari Partai Golkar dan kini sebagai anggota Majelis Permusyawatan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Tamiang, ketika terjadi banjir air sungai Tamiang meluap naik ke darat, dirinya bersama bersama istri tidak mengungsi. “Istri saya pada tahun 2018 mengalami kecelakaan lalu lintas, kakinya cidera dan sangat sulit untuk berjalan, karena itu saya bersama istri bertahan di rumah, tidak mengungsi,” ungkap Suprianur.

Ustadz Suprianur yang biasa disapa dengan nama panggilan Lilik kepada Waspada.id menceritakan, air banjir mulai tanggal 26 November 2025 terus naik, air sungai Tamiang yang berada di belakang rumahnya itu terus naik ke darat dan ketinggian air terus bertambah mulai tanggal 26 dan seterusnya.

“Saya dan istri benar-benar sangat cemas, istri saya tidak bisa jalan, air banjir terus bertambah tinggi, tidak ada bantuan perahu karet dari Tim SAR dan dari BPBD, kami hanya pasrah menghadapi situasi dan kondisi, kami berdoa dan saya membawa istri saya naik ke lantai atas rumah, tetapi air banjir terus naik ke lantai atas rumah kami,” ujarnya.

Suparinur menceritakan, dirinya membawa istrinya bertahan bersamanya di bawah atap rumah, bahan makanan untuk dimakan tidak ada, dirinya hanya ada sempat membawa air bersih dalam galon untuk dibawa naik ke atas, di bawah atap rumah. “Benar-benar sangat mengerikan banjir tahun ini, saya bersama istri melihat rumah-rumah warga banyak yang hanyut dan hancur diterjang air bercampur kayu gelondongan,” ungkap Lilik.

Menurut Lilik, ketinggian air mencapai 5 meter-6 meter di Kota Lintang bawah. Rumah-rumah warga tenggelam dan hanyut dibawa arus air banjir. “Selama empat hari kami tidak makan, kami hanya minum air putih dalam galon,” ungkapnya dengan rona bola mata yang berkaca-kaca karena mengenang peristiwa tersebut.

Suprianur dan istrinya mengucapkan Alhamdullillah karena Allah SWT masih memberikan keselamatan. “Alhamdullillah….Allah SWT masih menolong dan memberikan keselamatan kepada kami. Memang dapur kami rusak, tetapi rumah kami tempat bertahan menyelamatkan diri ketika banjir tidak hanyut,” ucap Suprianur bersama istrinya.

Suprianur mengatakan, seharusnya Presiden RI, Prabowo Subianto menetapkan status bencana yang terjadi di Aceh Tamiang sebagai Bencana Nasional. “Sebagai Presiden, Prabowo tidak punya hati untuk menetapkan bencana alam ini sebagai Bencana Nasional,” ujarnya.(Muhammad Hanafiah/WASPADA.id)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE