Aceh

BPBD Pidie Dorong Penguatan Alat Tanggulangi Bencana

BPBD Pidie Dorong Penguatan Alat Tanggulangi Bencana
Mesin beko membersihkan kayu gelondongan yang menyumbat aliran Krueng Tiro, di Kecamatan Kembang Tanjong, Pidie.Waspada.id/Muhammad Riza
Kecil Besar
14px

SIGLI (Waspada.id): Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pidie mendorong penguatan peralatan penanggulangan bencana agar respons darurat di daerah dapat berlangsung lebih cepat, efektif, dan terkoordinasi.

Kepala Pelaksana BPBD Pidie, Muhammad Rabiul, Sabtu (13/12), meminta pemerintah pusat bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menata ulang sekaligus memperkuat peralatan “super” bagi BPBD di seluruh Indonesia. Dorongan tersebut disampaikan menyusul dahsyatnya bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera pada penghujung 2025.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

“Peralatan yang kita miliki saat ini dirancang untuk menghadapi bencana dengan karakter lama. Ketika pola dan skala bencananya berubah drastis, maka alat, sistem, dan cara kerja penanggulangan juga harus ikut berubah,” ujar Muhammad Rabiul.

Menurutnya, bencana banjir yang terjadi kali ini telah melampaui definisi dan kategori banjir yang selama ini dikenal. Daya rusak, volume air, kecepatan aliran, serta material lumpur yang terbawa dinilai jauh lebih ekstrem dibandingkan kejadian sebelumnya.

Peralatan yang perlu diperkuat, kata Rabiul, mencakup alat mobilisasi, alat penanganan darurat, hingga sistem komunikasi yang dirancang khusus, disediakan, dan disiagakan untuk penanggulangan bencana. Penguatan ini diperlukan guna memperkuat daya gerak dalam respons cepat serta pemulihan pascabencana, khususnya banjir berskala besar.

Ia menilai, selama ini bencana air hanya dikenal dengan dua istilah, yakni banjir dan banjir bandang. Namun, kejadian terbaru di Sumatera tidak lagi relevan disematkan pada kedua istilah tersebut, baik dari sisi volume air, kecepatan aliran, daya rusak, maupun kandungan lumpur yang terbawa.

“Fenomena ini lebih menyerupai tsunami gunung, di mana air dan lumpur seolah dimuntahkan secara bersamaan dari kawasan hulu, mengalir dengan kecepatan tinggi, menghancurkan semua yang dilalui, melebar ke berbagai arah, hingga akhirnya menyatu dengan laut,” katanya.

Kondisi ekstrem tersebut, lanjut Rabiul, tidak hanya menuntut istilah baru dalam mendefinisikan bencana, tetapi juga menggugurkan rencana kontinjensi yang selama ini disusun, dipahami, dan dipraktikkan. Bahkan, konsep kesiapsiagaan, sistem peringatan dini, serta jalur evakuasi yang diajarkan sebelumnya dinilai tidak lagi memadai menghadapi karakter bencana yang terus berubah.

Di lapangan, BPBD juga merasakan langsung terjadinya energy loss atau kehilangan daya. “Bukan hanya personel yang kelelahan, tetapi alat mobilisasi dan sistem komunikasi yang sebelumnya dianggap memadai, kini kehilangan fungsi dan daya guna ketika dihadapkan pada situasi yang sangat kritis dan berdampak luas,” ungkapnya.

BPBD Pidie berharap evaluasi menyeluruh serta penguatan peralatan penanggulangan bencana secara nasional dapat menjadi langkah strategis agar Indonesia lebih siap menghadapi bencana dengan skala dan karakter yang kian kompleks di masa mendatang. (id69)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE