KOTA JANTHO (Waspada.id): Pemerintah Kabupaten Aceh Besar melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menggelar lokakarya awal penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten Aceh Besar Tahun 2025.
Kegiatan yang berlangsung di Gedung Dekranasda Aceh Besar, Selasa (16/9), ini menjadi agenda penting dalam membangun sistem penanggulangan bencana yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Lokakarya ini dihadiri sejumlah pejabat dan perwakilan lintas sektor, antara lain Kepala BMKG Aceh Besar, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Lembaga Otonomi Pemberdayaan Masyarakat (LOPMMI), serta mitra kerja dan unsur masyarakat. Kehadiran berbagai pihak tersebut menegaskan bahwa penyusunan dokumen RPB bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan membutuhkan kolaborasi luas.
Bupati Aceh Besar H. Muharram Idris atau Syech Muharram menyampaikan dukungan penuh atas penyusunan kembali dokumen RPB. Ia menegaskan bahwa Aceh Besar merupakan daerah dengan potensi bencana cukup tinggi, mulai dari gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, hingga kecelakaan laut.
“Aceh Besar ini daerah rawan bencana. Dokumen RPB sangat penting sebagai pedoman penanganan dan pencegahan. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana menghadirkan sosialisasi dan edukasi yang menyentuh langsung masyarakat,” ujar Bupati.
Syech Muharram mengingatkan bahwa minimnya pengetahuan masyarakat menjadi salah satu faktor yang memperparah dampak bencana. Ia mencontohkan peristiwa tsunami 2004 yang masih menyisakan trauma sekaligus pelajaran berharga.
“Saat tsunami terjadi, banyak masyarakat justru pergi ke laut mencari ikan karena air surut, padahal itu tanda bahaya besar. Ini terjadi karena tidak ada pengetahuan yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Seharusnya menjauh, tapi kita malah mendekat. Inilah pentingnya edukasi dan penyadaran,” tegasnya.
Bupati juga menyoroti maraknya kasus kecelakaan laut di kawasan wisata pantai Aceh Besar. Menurutnya, hampir setiap minggu terdapat korban tenggelam, namun upaya edukasi belum berjalan optimal.
“Setiap minggu kita mendengar ada korban tenggelam di pantai-pantai Aceh Besar. Hal ini terus berulang karena sosialisasi dan edukasi masih kurang. Padahal, masyarakat harus lebih waspada dan mampu menghindari kejadian serupa,” tambahnya.
Bupati berharap dokumen RPB 2025 dapat menjadi acuan masyarakat untuk memahami potensi bencana dan langkah penyelamatan diri. Edukasi berkelanjutan, katanya, harus menjadi pilar utama strategi penanggulangan bencana.
“Lokakarya ini harus menjadi awal penyusunan strategi penanggulangan bencana terpadu. Mari kita jadikan momentum ini untuk memperkuat edukasi, sosialisasi, dan kesiapsiagaan masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Aceh Besar, Ridwan Jamil SSos MSi, menegaskan bahwa penyusunan ulang dokumen RPB sudah mendesak dilakukan. Dokumen lama yang disusun lima tahun lalu dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi terkini.

“Dokumen terakhir sudah kadaluarsa. Karena itu, perlu disusun kembali agar sesuai dengan dinamika perubahan dan kondisi kebencanaan terbaru,” jelasnya.
Menurut Ridwan Jamil, RPB terbaru akan memuat analisis risiko yang lebih komprehensif, dengan memperhatikan data terbaru dari BMKG, BPS, serta lembaga terkait lainnya. Dokumen ini nantinya akan menjadi dasar kebijakan mitigasi hingga perencanaan pembangunan daerah.
Ia menambahkan, kondisi geologis dan klimatologis Aceh Besar menjadikan wilayah ini rawan bencana. Perubahan iklim juga memperlihatkan tren peningkatan kejadian ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi.
“RPB harus berbasis data ilmiah yang akurat, baik iklim, cuaca, maupun gempa bumi, agar mitigasi bisa tepat sasaran,” tegasnya.
Dengan dimulainya proses penyusunan RPB 2025, Pemkab Aceh Besar berharap langkah mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat semakin kuat. Dokumen ini diharapkan menjadi pedoman utama dalam menghadapi potensi bencana sekaligus membangun budaya sadar bencana di tengah masyarakat.
Aceh Besar yang memiliki garis pantai panjang, kawasan pegunungan, dan wilayah perkotaan yang berkembang pesat, menghadapi tantangan besar dalam penanggulangan bencana. RPB 2025 diharapkan mampu menjawab tantangan tersebut dengan pendekatan yang terpadu, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Lokakarya ini menjadi langkah awal penyusunan dokumen strategis tersebut. Selanjutnya, BPBD bersama para pemangku kepentingan akan melanjutkan tahapan pengumpulan data, analisis risiko, hingga penyusunan rencana aksi yang ditargetkan selesai dalam waktu dekat. (id65)