BANDA ACEH (Waspada.id): Bupati Aceh Besar H. Muharram Idris (Syech Muharram) menegaskan bahwa Aceh Besar merupakan salah satu daerah dengan tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi di Provinsi Aceh.
Hal itu disampaikan pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Bencana Tahun 2025 yang digelar di Gedung Serbaguna Sekretariat Daerah Aceh, Banda Aceh, Selasa (28/10).
Dalam kesempatan itu, Bupati Muharram menyoroti berbagai persoalan yang kerap dihadapi masyarakat Aceh Besar, terutama terkait dengan banjir, krisis air bersih, serta kerusakan infrastruktur irigasi yang berdampak langsung terhadap sektor pertanian.
“Hari ini banyak air di Aceh Besar yang terbuang percuma ke laut. Ketika musim hujan, air tersebut tidak tertampung dengan baik, malah meluap ke permukiman warga dan menyebabkan banjir. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sistem penanganan air dan irigasi kita masih lemah,” ujar Bupati.
Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian materiil bagi masyarakat, tetapi juga mengancam ketahanan pangan daerah. Ia mencontohkan banyak saluran irigasi yang telah rusak parah, bahkan patah, sehingga menyebabkan gagal panen di sejumlah wilayah.
Karena itu, pihaknya berharap dukungan pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membantu pembangunan dan perbaikan infrastruktur, termasuk penyediaan sumur bor di daerah rawan kekeringan.
“Banyak petani di Aceh Besar yang sangat bergantung pada irigasi dan sumur bor untuk mengairi sawah mereka. Kami berharap adanya bantuan nyata agar aktivitas pertanian tidak terganggu dan masyarakat bisa tetap sejahtera,” tambahnya.

Rakor tersebut dibuka secara resmi oleh Kepala BNPB RI Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., yang didampingi oleh seluruh deputi BNPB.. Kegiatan itu turut dihadiri oleh Plh Kepala BPBA, Kepala Basarnas Aceh, Kalaksa BPBD kabupaten/kota se-Aceh, akademisi, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.
Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Aceh H. Fadhlullah SE menyampaikan apresiasi atas kehadiran Kepala BNPB beserta jajaran deputi di Aceh. Menurutnya, kehadiran tersebut merupakan bentuk perhatian besar pemerintah pusat terhadap penanggulangan bencana di wilayah ujung barat Indonesia.
“Kehadiran Kepala BNPB dan para deputi di Aceh merupakan kehormatan bagi kami. Sebagai provinsi yang berada di ujung barat Sumatera, kami jarang mendapat kunjungan langsung dari pejabat pusat. Ini tentu menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi penanggulangan bencana antara pusat dan daerah,” ungkap Wagub.
Fadhlullah juga menyampaikan bahwa pada tahun 2024, Aceh telah menerima bantuan dari BNPB, namun jumlahnya masih sangat terbatas. Ia berharap pada tahun 2025 dan 2026 mendatang, alokasi bantuan dapat ditingkatkan untuk menjangkau lebih banyak wilayah terdampak.
“Kami berharap tahun depan kebutuhan daerah bisa lebih terpenuhi. Banyak kabupaten/kota yang masih kekurangan sarana mitigasi dan penanganan bencana. Semoga perhatian dari BNPB dapat terus berlanjut,” harapnya.
Sementara itu, Kepala BNPB RI Letjen TNI Suharyanto dalam arahannya menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperkuat kolaborasi dengan pemerintah daerah di Aceh dalam mewujudkan ketangguhan menghadapi bencana. Salah satu langkah strategis yang akan dilakukan, kata dia, adalah memfasilitasi kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jepang dalam penguatan sistem mitigasi dan kesiapsiagaan bencana di Aceh.
“Kami akan memfasilitasi kerja sama ketangguhan bencana antara Provinsi Aceh, kabupaten/kota, dan mitra internasional seperti Jepang, yang memiliki pengalaman luas dalam manajemen bencana, apalagi Aceh dan Jepang sama-sama sudah merasakan dampak besar dari bencana tsunami,” jelas Suharyanto.
Ia menambahkan, arah kebijakan penanggulangan bencana nasional juga sejalan dengan Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto, khususnya pada Asta Cita ke-8 poin 3, yang menekankan pentingnya penanganan bencana secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
“Insya Allah, terkait permohonan bantuan seperti sumur bor akan segera kami proses. Kami juga akan mengupayakan berbagai bantuan lainnya sesuai kebutuhan daerah. Aceh ini istimewa, dan kami ingin memastikan daerah ini benar-benar siap dan tangguh menghadapi potensi bencana,” tegasnya.
Terkait dengan berbagai proposal usulan dari pemerintah daerah di Aceh, Suharyanto menjelaskan bahwa sebagian besar telah sampai ke meja Menteri Keuangan. Ia meminta agar daerah yang sudah mengajukan proposal bersabar menunggu proses selanjutnya, sementara bagi daerah yang belum, agar segera melengkapi pengusulan.
“Proposal pengusulan sudah sampai di meja Menteri Keuangan. Kami harap daerah yang sudah mengusulkan bersabar dulu dan jangan menambah usulan baru, agar tidak tertindih dengan proposal sebelumnya. Bagi yang belum mengusulkan, silakan segera ajukan,” pesannya.
Rakor Penanggulangan Bencana tersebut menjadi ajang penting untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, sekaligus mempertegas komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam membangun sistem penanganan bencana yang cepat, efektif, dan berkelanjutan di Aceh. (id65)













