KUTACANE (Waspada.id): Sosok Bupati Aceh Tenggara, HM Salim Fakhry, SE, MM tidak mengenal lelah melakukan sekuat tenaga melalui kolaborasi membantu masayarakat di tengah bencana banjir dan longsor di bumi Sepakat Segenep Metuah.
Bencana banjir yang terjadi di beberapa lokasi di bumi Sepakat Segenep Metuah khususnya di kawasan Kecamatan Ketambe memang membawa duka dan tantangan besar bagi masyarakat, selain jalan nasional beberapa titik putus menyebabkan arus lalu lintas Kutacane -Gayo Lues hingga Senin (15/12) tidak bisa dilalui oleh kendaraan baik roda dua maupun roda empat.
Selain jalan dan beberapa desa diluluhlantakkan arus sungai dan banjir bandang, lahan persawahan dan perkebunan juga rusak berat tertimbun longsor serta bebatuan, bahkan sebagian lahan kini menjadi lintasan sungai kali alas bencana ini sempat menelan korban jiwa.
Namun, di balik narasi negatif yang sering muncul mulai dari tuduhan lambatnya penanganan hingga spekulasi politis terdapat realitas yang jauh lebih kuat dan konstruktif, pemerintah daerah, relawan, dan masyarakat justru menunjukkan ketangguhan dan solidaritas yang menjadi modal utama pemulihan.
Respons cepat Bupati Salim Fakhry mulai dari penyaluran bantuan masan panik seperti bahan pangan (beras, minyak goreng, mi instan, air mineral) dan medis bagi warga terdampak bencana banjir di wilayah tersebut penyaluran bantuan bagi korban banjir hingga sekarang ini berjalan maksimal.
Bentuk kepedulian terhadap dampak bencana, Bupati Aceh Tenggara hampir setiap hari dan malam hari melakukan pemantauan di gudang utama BPBD dan Dinas Sosial setempat untuk mamastikan ketersediaan stok bantuan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI, Polri, Basarnas, serta perangkat daerah langsung bergerak sejak hari pertama untuk evakuasi, pendataan, hingga pemenuhan kebutuhan dasar. Narasi negatif yang menuduh adanya kelambanan seringkali tidak melihat kompleksitas medan, cuaca ekstrem, serta akses wilayah yang terputus.
Hadirnya Bupati Aceh Tengara dan pejabat terkait ke lokasi bencana menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak tinggal diam. Kunjungan lapangan bukan sekadar simbolik, tetapi bentuk komitmen untuk memastikan penanganan berjalan sesuai kebutuhan di lapangan, memberikan arahan khusus, dan mempercepat distribusi bantuan. Narasi negatif yang mencoba mempolitisasi bencana justru mengabaikan fakta bahwa keselamatan warga adalah prioritas yang tidak bisa ditawar.
Solidaritas masyarakat menjadi kekuatan besar yang jarang disorot. Di berbagai lokasi, warga saling membantu menyediakan dapur umum, tempat pengungsian, transportasi evakuasi, hingga donasi.
Universitas, komunitas pemuda, organisasi sosial, hingga relawan independen bergerak tanpa diminta. Semangat gotong royong inilah yang membuat penanganan banjir berjalan lebih cepat dan lebih efektif.
Isu-isu negatif yang beredar baik di media sosial maupun ruang percakapan publik seringkali tidak berdasar dan memecah fokus. Alih-alih terpancing provokasi, masyarakat diajak melihat bahwa penanganan bencana adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah menjalankan tugasnya, namun keberhasilan selalu ditentukan oleh partisipasi publik dalam menjaga lingkungan, meningkatkan kewaspadaan, serta mengikuti arahan resmi.
Momentum ini menjadi pengingat bahwa adaptasi terhadap perubahan iklim adalah agenda besar yang sedang dikerjakan secara serius. Pemerintah daerah terus memperkuat kebijakan lingkungan, reforestasi, tata ruang, serta revitalisasi DAS.
Dalam konteks global, Aceh Tenggara dipandang sebagai daerah yang progresif dalam mitigasi dan adaptasi iklim, meskipun masih menghadapi tantangan alam yang kompleks.

Pada akhirnya, alih-alih memusatkan perhatian pada narasi negatif, masyarakat perlu melihat sisi optimistis dari penanganan banjir: Pemerintah daerah hadir, masyarakat solid, dan perbaikan terus berjalan. Dengan kolaborasi dan kepedulian bersama, dampak bencana dapat diminimalkan dan pemulihan dapat dipercepat. Banjir memang ujian berat, tetapi respons kolektif Aceh Tenggara menunjukkan bahwa Aceh Tenggara memiliki kekuatan besar untuk bangkit dan melangkah lebih kuat ke depan.
Sementara, Bupati HM Salim Fakhry didampingi Wabup, dr Heri Al Hilal, bersama Forkopimda dan OPD, Senin (15/12), memenuhi undangan dari masyarakat yang terdampak banjir di Desa Lawe Penanggalan Kecamatan Ketambe, kunjungan itu dalam rangka doa bersama.
Kegiatan ini merupakan bentuk ikhtiar spiritual untuk memohon perlindungan kepada Tuhan agar terhindar dari musibah serupa di masa mendatang dan diberikan kekuatan serta ketabahan dalam menghadapi cobaan.
Doa bersama memperkuat ikatan sosial dan rasa kebersamaan di antara masyarakat yang terdampak. Ini menunjukkan kepedulian dan solidaritas, di mana masyarakat tidak hanya bersimpati, tetapi berempati secara aktif terhadap penderitaan sesama.
Meringankan Beban Korban
Meskipun bantuan materiil juga penting, dukungan moril dan spiritual melalui doa bersama dapat membantu meringankan beban psikologis korban dan meningkatkan semangat mereka untuk bangkit kembali.
Dalam kesempatan itu Bupati, Wakil bupati dan forkopimda menyerahkan bantuan berupa uang senilai Rp2 juta perorang, sebanyak 11 orang korban meninggal dunia diterima langsung keluarganya berlangsung di masjid setempat.
“Tidak ada yang tahu kapan bencana alam akan terjadi. Ketika tertimpa ataupun menyaksikan bencana, usahakan untuk selalu mengingat Allah SWT dengan berdoa kepada-Nya. Bencana alam merupakan bentuk ujian Allah SWT kepada hamba-Nya. Melalui bencana alam seperti banjir bandang di desa ini, Allah SWT ingin melihat sejauh mana kesabaran hamba-Nya,” sebut Salim Fakhry.
Selanjutnya, Bupati mengucapkan “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” atas meninggalnya korban banjir bandang sebanyak 11 orang. “Saya atas nama pribadi dan keluarga, atas nama pemerintah daerah mengucapkan berlangsungkawa mendalam, semoga keluarga yang ditinggalkan tabah dan tawakal hadapi cobaan yang berat ini,” tambahnya. (id80)











