Scroll Untuk Membaca

Aceh

BWI Aceh Dorong Penguatan Kelembagaan Wakaf Daerah Dalam Ekosistem Nasional

BWI Aceh Dorong Penguatan Kelembagaan Wakaf Daerah Dalam Ekosistem Nasional
Para peserta forum zakat dengan tema "harmonisasi arah pengembangan zakat Aceh dan Infonesia sinerji, kebijakan, kelembagaan dan inovasi, berlangsung di Aula Kantor Bappeda Aceh, Selasa (29/07/25).(Waspada.id/T.Mansursyah)
Kecil Besar
14px

BANDA ACEH (Waspada.id): Prof. Dr. Fauzi Saleh, MA, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Aceh, menyoroti pentingnya penguatan kelembagaan wakaf daerah dalam ekosistem nasional. Hal ini dikatakannya pada acara High-Level Waqf Forum: Harmonisasi Arah Pengembangan Wakaf Aceh dan Indonesia; Sinergi Kebijakan, Kelembagaan, dan Inovasi, yang berlangsung pada Selasa (29/07/25) di Aula Kantor Bappeda Aceh.

Menurut Fauzi Saleh, upaya pemberdayaan kelembagaan wakaf bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan wakaf. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Fauzi Saleh menjelaskan bahwa pemberdayaan ini mencakup beberapa aspek krusial, yaitu pembinaan nazir, pengelolaan aset wakaf, pengembangan regulasi, dan peningkatan literasi wakaf. “Pembinaan nazir sangat penting untuk memastikan kualitas pengadministrasian, pengelolaan, dan pengembangan aset wakaf sesuai peruntukannya,” ujar Fauzi Saleh.

Ia menambahkan bahwa nazir perlu memiliki sertifikasi, mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keahlian dan relasi teknis, serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada BWI.

Wakaf, menurut Fauzi Saleh, memiliki empat unsur utama: wakif (pemberi wakaf), nazir (pengelola wakaf), mawquf (aset wakaf), dan mawquf ‘alayh (peruntukan wakaf), serta jangka waktu wakaf. Aset wakaf sendiri dapat berupa tradisional (masjid, makam), semi produktif (sawah, kebun), dan produktif (mart, wakaf uang).

Dalam konteks mawquf ‘alayh atau peruntukan, Fauzi Saleh menekankan pentingnya wakaf produktif yang lebih menghasilkan dan memberikan maslahah atau manfaat yang lebih luas. Konsep istibdal atau pergantian mawquf juga dimungkinkan. Terkait jangka waktu wakaf, dikenal dua jenis: muabbad (abadi) untuk tanah dan rumah, serta muaqqat (sementara) yang lebih fleksibel, seperti wakaf uang atau kendaraan.

Peningkatan literasi wakaf juga menjadi fokus utama, baik untuk wakif/masyarakat maupun Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Pemerintah Daerah (Pemda). Literasi ini mencakup edukasi mengenai manfaat wakaf, pemahaman tentang mawquf, serta kesadaran untuk berwakaf.

BWI Aceh berperan penting dalam menerjemahkan regulasi pusat dan memberikan usulan kepada pemerintah daerah untuk penguatan wakaf. Hal ini mencakup literasi, kesadaran, dan pelaksanaan wakaf di daerah.

Fauzi Saleh juga menyoroti model wakaf produktif di Aceh yang berpotensi diperluas secara nasional. Aceh Tengah diakui sebagai salah satu kota wakaf produktif di Indonesia, dengan inisiatif seperti 7 kios bantuan inkubasi wakaf produktif, homestay wakaf produktif, program wakaf ihmal market, dan wakaf pohon kopi.

Secara nasional, Fauzi Saleh memberikan contoh sukses wakaf produktif seperti Wakaf Gontor, SPBU Muhammadiyah Lumajang, dan wisata berbasis Sinergi Foundation.

Terakhir, Fauzi Saleh menekankan pentingnya transparansi, manajemen yang baik, dan peruntukan yang jelas dalam pengelolaan wakaf, seperti yang dicontohkan oleh Wakaf Habib Bugak. Dengan demikian, hasil dan manfaat wakaf dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, dan nazir yang kompeten dapat terus menjaga kepercayaan publik.(b02)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE