IDI (Waspada): Pihak Kantor Imigrasi diharapkan lebih memperketat izin keluar negeri terhadap gadis usia 17 tahun – 30 tahun. Hal itu penting untuk mencegah perdagangan manusia (human trafficking) antar negara di Asia.
“Awalnya dijanjikan bekerja di rumah makan atau Asisten Rumah Tangga (ART), sehingga banyak orangtua yang mengizinkan dengan harapan mendapatkan gaji atau upah. Ternyata sesampai di Malaysia, anak-anak gadis dari Aceh diperjualbelikan,” kata anggota DPR Aceh, Tgk Muhammad Yunus SH, kepada Waspada, Minggu (6/11).
Oleh karenanya, pihak Imigrasi Bandara dan Imigrasi Pelabuhan harus memperketat dan lebih selektif dalam mengizinkan anak-anak gadis ke luar negeri melalui pintu keluar Internasional. “Disaat anak gadis mengajukan visa untuk masuk ke negara tetangga, maka pihak Imigrasi harus memastikan si gadis ikut didampingi orang tuanya atau saudara kandungnya,” kata Tgk M Yunus.
Alumni Darussa’adah Cabang Idi Cut ini, menyesalkan sikap para agen yang telah memperjualbelikan gadis-gadis Aceh ke luar negeri, seperti nasib malang dialami salah seorang gadis asal Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur. “Salah seorang gadis asal Aceh Timur, dijual berkali-kali, bahkan dipaksa kerja di salah satu salon dengan pakaian seksi,” timpa Tgk M Yunus.
Bukan hanya pihak imigrasi Aceh dan Sumatera Utara, namun seluruh imigrasi memperketat penerbitan visa kunjungan terhadap anak gadis yang tidak didampingi orang tuanya. “Caranya mudah, pihak imigrasi cukup menyesuaikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) antara orangtua atau saudara kandung dengan sang gadis yang dibawanya,” timpa Abon, sapaan Tgk M Yunus.
Begitu juga dengan pihak imigrasi negara sahabat yang menjadi sasaran kunjungan gadis Aceh, menurut Abon, juga harus memperketat dan selektif terhadap visa kunjungan gadis-gadis Aceh. “Imigrasi di luar negeri kita harapkan juga lebih selektif, sehingga perdagangan manusia dapat dihindari,” sebut Abon.
“Kita berharap nasib malang yang dialami gadis asal Simpang Ulim, tidak terulang,” kata Abon, seraya meminta aparat penegak hukum menindak tegas para agen yang telah memperjualbelikan anak-anak Aceh di luar negeri.
Begitu juga dengan orangtua, Abon meminta tidak serta merta mengizinkan anak gadisnya pergi ke luar negeri dengan orang yang dikenalnya melalui akun media sosial. “Para agen menyasar gadis-gadis Aceh yang ekonomi lemah. Dijanjikan bekerja di luar negeri dengan gaji besar dan pergi tanpa harus mengeluarkan biaya,” tambah Abon.
Ternyata, sambung mantan Ketua Komisi I DPR Aceh ini, sesampai di luar negeri dijual berkali-kali untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan agen ini sebelumnya. “Kita apresiasi warga Aceh di Malaysia yang tergabung dalam Solidaritas Ummah Ban Sigom Aceh (SUBA), karena telah membongkar aksi perdagangan manusia di Malaysia, baik kasus di Pidie, Aceh Timur dan Aceh Tamiang,” demikian Abon. (b11).
Teks Foto : KORBAN HUMAN TRAFFICKING ANTAR NEGARA: Ketua SUBA Pusat, Tgk Bukhari Ibrahim, mewawancarai salah seorang korban dugaan human trafficking asal Simpang Ulim, Aceh Timur, di Malaysia, Jumat (4/11). Waspada/Ist.