Scroll Untuk Membaca

Aceh

DEM Aceh Desak Kemendagri Kembalikan Empat Pulau ke Aceh

DEM Aceh Desak Kemendagri Kembalikan Empat Pulau ke Aceh
Presiden DEM Aceh, Faizar Rianda, Senin (16/6). Waspada/Ist
Kecil Besar
14px

BIREUEN (Waspada): Dewan Energi Mahasiswa Aceh (DEM Aceh) mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengembalikan empat pulau yang dialihkan ke Sumatera Utara ke wilayah Aceh.

Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, dinilai sepihak dan menimbulkan keresahan. Pulau-pulau tersebut sebelumnya tercatat sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.

“Ini keputusan sepihak yang mengabaikan sejarah, fakta sosial, dan keterikatan budaya masyarakat yang sudah hidup di sana puluhan tahun,” tegas Presiden DEM Aceh, Faizar Rianda, Senin (16/6).

Faizar menilai alasan geospasial tak bisa menjadi dasar tunggal penetapan batas wilayah, apalagi keputusan tersebut diambil tanpa partisipasi publik dan pemerintah daerah.

Kedekatan keempat pulau dengan wilayah eksplorasi migas Blok Singkil atau Offshore West Aceh (OSWA), yang dikelola Conrad Asia Energy, juga disoroti DEM Aceh. Meskipun tidak termasuk dalam titik temuan, keberadaan pulau-pulau tersebut di dekat blok migas dengan potensi cadangan gas signifikan (estimasi P90 sebesar 45 BSCF, P50 sebesar 75 BSCF, dan P10 sebesar 83 BSCF—laporan eksplorasi Februari 2024) menimbulkan kecurigaan.

“Meskipun pulau-pulau ini tidak termasuk langsung ke dalam titik temuan, kedekatannya dengan blok migas membuat pengalihan wilayah ini terasa janggal,” ujar Faizar.

Ia menambahkan, keempat pulau termasuk dalam wilayah studi eksplorasi lanjutan, sehingga potensi kaitan antara pemindahan administrasi dengan kepentingan pengelolaan sumber daya alam patut dipertanyakan. Namun, Faizar menekankan estimasi cadangan migas masih bersifat probabilistik.

Faizar menilai pemerintah pusat cenderung hanya melihat sumber daya Aceh dari sisi energi fosil, mengabaikan kekayaan sumber daya lain seperti tanah, air, hutan, dan biodiversitas laut. “Ini bukan hanya soal minyak dan gas, tapi soal kedaulatan ekonomi, energi, dan lingkungan Aceh ke depan,” tandasnya.

DEM Aceh meminta pemerintah pusat menghormati Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Provinsi Aceh. Pengalihan wilayah ini dianggap mencederai semangat damai dan otonomi Aceh. “Pulau-pulau itu bukan sekadar titik di peta. Itu adalah tempat tinggal, tempat hidup, dan bagian dari peradaban masyarakat pesisir Aceh. Tidak bisa dihapus hanya dengan selembar keputusan,” kata Faizar.

Ia mengingatkan kedamaian Aceh hasil perjuangan dan mendesak agar kebijakan yang tidak berpihak dihindari. “Jangan ganggu kedamaian ini dengan kebijakan yang tidak berpihak. Jangan ulangi kesalahan masa lalu,” tutup Faizar. (czan)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE