Scroll Untuk Membaca

Aceh

Emosi Bupati Mirwan Menekan Psikologis Wartawan Aceh Selatan Menggali Informasi Lebih Kritis

Emosi Bupati Mirwan Menekan Psikologis Wartawan Aceh Selatan Menggali Informasi Lebih Kritis
Kecil Besar
14px

TAPAKTUAN (Waspada.id): Pertanyaan sederhana wartawan mengenai alasan hanya tiga dari tujuh pejabat hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi pratama yang dilantik di Aceh Selatan, berujung pada letupan emosi Bupati Aceh Selatan H. Mirwan. Sosok yang selama ini dikenal tenang dan bersahabat mendadak kehilangan kendali di depan kamera.

Alih-alih menjawab substansi, Mirwan justru menyeret isu pengadaan mobiler sekolah, menyebut soal defisit anggaran, dan menyinggung keterlibatan orang dekatnya dalam verifikasi kondisi sarana prasarana sekolah. Publik pun tak mendapatkan penjelasan rasional, melainkan jawaban yang justru menimbulkan lebih banyak tanda tanya.

Pengamat sosial politik Aceh Selatan, Muhammad Arhas, menilai insiden ini bukan sekadar luapan sesaat, melainkan cermin kegagalan regulasi emosi seorang pemimpin sekaligus gejala buruk tata kelola publik.

Menurutnya, ketika pemimpin tak mampu mengendalikan diri di ruang publik, kepercayaan masyarakat yang selama ini dibangun bisa runtuh dalam sekejap.

“Selama ini Mirwan dikenal kalem. Ketika tiba-tiba meledak, ada dua kemungkinan yaitu tekanan politik yang terlalu besar, atau kegagalan manajemen diri. Dalam kepemimpinan modern, keduanya sama-sama berbahaya,” kata Arhas yang juga Ketua Barisan Muda Aceh Selatan (Barmas), kepada Waspada.id di Tapaktuan Rabu (1/10).

Kajian psikologi kepemimpinan menunjukkan bahwa regulasi emosi merupakan pilar penting kecerdasan emosional. Daniel Goleman menyebut kemampuan mengenali dan mengendalikan emosi diri lebih menentukan efektivitas kepemimpinan daripada sekadar kecerdasan intelektual.

Ketika dalam mengambil alih, seorang pemimpin bisa jatuh pada respons defensif yang merusak wibawa. Dari perspektif ini, ledakan emosi Mirwan di depan wartawan adalah simbol kecil dengan arti besar, dimana seorang kepala daerah yang sebelumnya tenang, ternyata rapuh saat menghadapi pertanyaan kritis.

Yang lebih mengkhawatirkan, isi jawaban Mirwan justru mewajarkan keterlibatan ajudan dalam verifikasi kondisi sekolah. Padahal, fungsi itu seharusnya dijalankan oleh pejabat teknis Dinas Pendidikan.

“Apa hubungan ajudan dengan verifikasi? Itu jelas keluar dari prosedur dan membuka potensi konflik kepentingan,” tegas Arhas.

Keterlibatan lingkaran pribadi pemimpin dalam urusan proyek pengadaan, tanpa dokumen resmi dan mekanisme audit, berisiko menabrak prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih.

Pernyataan lain yang mengaitkan pengadaan mobiler dengan defisit APBD dinilai tak relevan. Defisit merupakan persoalan fiskal makro, sementara mobiler adalah program teknis.

Menghubungkan keduanya lalu mewajarkan opsi pembayaran cicilan dinilai sebagai retorika kabur yang justru menimbulkan kecurigaan baru. Data dari Badan Pengelolaan Keuangan Aceh Selatan menunjukkan realisasi APBD 2024 memang tertekan akibat beban belanja pegawai dan tunda bayar proyek, namun alasan ini tidak cukup untuk menjawab kritik publik terhadap mekanisme pengadaan.

Insiden ini sekaligus menguji relasi antara kekuasaan dan pers di daerah. Kebebasan pers adalah pilar demokrasi, tetapi jawaban emosional pejabat publik bisa menimbulkan efek gentar yang membuat wartawan enggan menggali lebih dalam informasi.

“Pers adalah instrumen publik, bukan musuh. Jika wartawan dibungkam, masyarakat yang akan kehilangan hak atas informasi,” kata Arhas.

Bagi sebagian orang, kemarahan Mirwan mungkin sekadar tergelincir kata. Namun dalam politik lokal, simbol kecil memiliki arti besar. Satu letupan bisa membuka borok tata kelola yang tersembunyi, satu kalimat defensif bisa meruntuhkan reputasi bertahun-tahun. Publik kini berhak menuntut jawaban yang lebih rasional, data yang lebih transparan, dan kepemimpinan yang lebih matang.

“Pemimpin tidak hanya diuji saat berpidato, tetapi juga ketika menjawab pertanyaan paling sederhana. Jika gagal mengendalikan diri, bagaimana mungkin ia mampu mengendalikan birokrasi dan anggaran yang jauh lebih kompleks?” tutup Arhas. (id85)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE