Aceh

Forum CSR Aceh Tamiang Jadi Ruang Berbagi Informasi Untuk DPRD Langkat

Forum CSR Aceh Tamiang Jadi Ruang Berbagi Informasi Untuk DPRD Langkat
Komisi III DPRD Langkat, Sumatera Utara berkunjung ke kantor Forum CSR Aceh Tamiang, Jumat (21/11). Waspada.id/Yusri
Kecil Besar
14px

ACEH TAMIANG (Waspada.id): Forum CSR Kabupaten Aceh Tamiang menjadi ruang berbagi informasi bagi para anggota Komisi III DPRD Langkat, Sumatera Utara, terutama tentang CSR perusahaan dan sebagai energi besar yang menggerakkan ekonomi daerah, sekaligus memperkuat Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang menjadi tulang punggung masyarakat.

Dalam kunjugan kerja para anggota Komisi III DPRD Kabupaten Langkat, Sumatera Utara ke Forum CSR Aceh Tamiang pada Jumat (21/11) di kantor forum CSR komplek perkantoran Bupati Aceh Tamiang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi, Drs. Pimanta Ginting dan disambut Ketua serta anggota Forum CSR Aceh Tamiang.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Dalam ruang pertemuan sederhana tersebut, suasana tampak lebih hangat dari biasanya.Meski pertemuan ini hanya tercatat sebagai agenda konsultasi, tapi atmosfer yang tercipta terasa lebih dari sekadar kunjungan formal.

Ketua Forum CSR Aceh Tamiang, Sayed Zainal, SH., berdiri menyambut dengan senyum khasnya, dan para pengurus Forum CSR berdiri melingkar, berasal dari latar beragam, jurnalis, pegiat LSM, aktivis desa, pelaku usaha, hingga perwakilan masyarakat biasa. Sebuah komposisi yang menggambarkan wajah kolaborasi lintas sektor yang menjadi kekuatan utama forum tersebut.

“Kami mendengar bahwa Forum CSR Aceh Tamiang telah berhasil menjadi wadah efektif dalam menyinergikan program tanggung jawab sosial perusahaan, kami datang bukan hanya sekadar berkunjung, tapi ingin belajar,” ujar Ketua Komisi, Drs. Pimanta Ginting.

Baginya, Aceh Tamiang bukan sekadar tetangga geografis. Tetapi contoh konkret bagaimana sebuah forum yang dibentuk pemerintah dapat bergerak lebih jauh dari sekadar simbol struktural.

Dalam beberapa tahun terakhir, Aceh Tamiang dikenal memiliki pola koordinasi CSR yang rapi dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan. Sejumlah perusahaan besar baik itu perkebunan, migas, hingga industri masuk dalam ruang dialog dan kontribusi. Tidak lagi sebatas hibah sesaat, tapi menuju arah perencanaan berbasis RPJMD. Anggota DPRD Langkat datang untuk melihat bagaimana model itu bekerja.

Ketua Forum CSR Aceh Tamiang, Sayed Zainal menyampaikan paparan panjang, runtut, dan diselingi humor kecil yang membuat suasana cair. Ia menjelaskan bagaimana struktur Forum CSR dibangun, bagaimana regulasi daerah menopang kerja mereka, hingga bagaimana forum bekerja mengikuti arah visi – misi bupati yang ditetapkan hingga tahun 2030.

“Kunci keberhasilan kami terletak pada komitmen bersama. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat berada dalam meja yang sama, tidak ada yang jalan sendiri,” ungkapnya.

Sayed menjelaskan,bahwa forum ini bukan lembaga yang lahir tiba-tiba. Ia dibangun melalui proses panjang, diskusi publik, konsultasi kebijakan, hingga penyusunan SOP kerja yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mereka bukan hanya menyalurkan bantuan, tetapi memetakan masalah, menyusun roadmap, menjalankan monitoring dan evaluation, serta memastikan setiap program CSR terkoneksi dengan RPJMD Aceh Tamiang.

Lanjut Sayed, Forum CSR Aceh Tamiang memiliki keunggulan,tidak berdiri sebagai penonton, tetapi menjadi penggerak sinkronisasi pembangunan.

Para anggota Komisi III DPRD Langkat mengajukan pertanyaan yang kritis namun konstruktif, bagaimana cara forum memastikan transparansi, bagaimana menentukan prioritas program,bagaimana menghadapi perusahaan nakal, apakah ada mekanisme sanksi dan bagaimana forum mengakselerasi UKM.

Setiap pertanyaan dijawab dengan data, pengalaman, dan praktik di lapangan. Tidak hanya Sayed, tetapi sejumlah pengurus forum ikut menambahkan perspektif. Diskusi terasa seperti ruang belajar dua arah.

Salah satu topik yang paling mencuri perhatian adalah rencana kerja tahunan F-CSR Aceh Tamiang tahun 2026, yang bersifat progresif dan menyentuh isu strategis daerah.

Inilah garis besar rencana kerja yang dipaparkan Ketua Forum CSR Aceh Tamiang yakni, Konsolidasi internal yakni menguatkan struktur, sistem laporan, dan SOP koordinasi antar pengurus. Mendorong lahirnya Instruksi Bupati terkait kewajiban CSR. Melanjutkan amanat Qanun No. 07 Tahun 2014 agar kehadiran perusahaan benar-benar memberikan kontribusi nyata.

Kemudian,melaksanakan sosial mapping atau roadmap CSR Aceh Tamiang yaitu, ppemetaan menyeluruh terhadap seluruh perusahaan, memastikan sinkronisasi program dengan arah RPJMD 2030 dan misi bupati. Mendorong pengembalian aset Istana Karang, mengembalikan aset cagar budaya dari PT Pertamina Holding agar kembali menjadi milik pemerintah Aceh Tamiang, menggali kewajiban sosial PT Pertagas, karena jaringan pipa yang melintasi Aceh Tamiang harus memberi dampak dan kontribusi terhadap daerah.

Berikutnya adalah pendataan dan inventarisasi HGU perusahaan sawit bermasalah, dan menindaklanjuti arahan Gubernur Aceh untuk mengurai konflik lahan dan ketertiban hukum HGU. Mendorong Qanun Retribusi Jasa Daerah dari sektor perkebunan sebagai upaya memperkuat PAD non-pajak dari sumber daya yang selama ini kurang diperhatikan. Mendorong retribusi perizinan tertentu sebagai langkah strategis meningkatkan PAD berkelanjutan untuk menopang pembangunan daerah.

Dalam sesi diskusi itu, beberapa anggota Komisi III DPRD Langkat menyampaikan banyak catatan positif. Wakil Ketua Komisi, Edison Tarigan, bahkan menyebut forum ini sebagai salah satu model CSR daerah paling maju di pesisir timur Sumatera.

Sementara Rahmad Rinaldi, Sekretaris Komisi, menambahkan bahwa pendekatan multi-stakeholder yang diterapkan F-CSR Aceh Tamiang adalah kunci membangun legitimasi publik.

Nama-nama lain seperti Ir. H. Munhasyar, H. Dedek Pradesa, Purwanto, dan Juli Fitriyadi ikut memberikan komentar, menyebut kunjungan ini sangat bernilai dan membawa perspektif baru dalam pengawasan dan implementasi program CSR di Langkat. Bagi mereka, Aceh Tamiang adalah laboratorium kecil yang bisa menjadi inspirasi penyusunan kebijakan daerah.

Pimanta Ginting kembali menyampaikan kekagumannya, “Kami menerima banyak masukan dan saran. Program CSR di Aceh Tamiang tampak sudah mengakar, berjalan sangat baik. Kami ingin membawa pola ini ke daerah kami.” sebutnya.

Di Aceh Tamiang, CSR bukan sekadar konsep yang diucapkan dalam seminar. Tetapi menjelma menjadi energi sosial yang digerakkan bersama. Dalam forum itu, perbedaan profesi tidak menjadi sekat, tetapi menjadi jembatan.

Kunjungan Komisi III DPRD Langkat memberi makna lain, bahwa pembangunan daerah tidak bisa berjalan tanpa belajar dari pengalaman daerah lain.

Dua wilayah yang berbatasan ini duduk sebagai saudara, bukan sebagai institusi yang kaku. Mereka bertukar gagasan, berdialog, dan saling membuka pintu untuk masa depan.

Di tengah tantangan ekonomi daerah dan ketimpangan pembangunan, kolaborasi seperti inilah yang membuat harapan tetap menyala.

Aceh Tamiang memberikan teladan,bahwa ketika perusahaan, pemerintah, dan masyarakat duduk bersama, pembangunan bukan lagi mimpi, tetapi jalan yang bisa dilalui bersama.(id76)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE