BLANGPIDIE (Waspada): Seliah, oknum Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP), Aceh Barat Daya (Abdya) Periode 2018-2023, melayangkan somasi terhadap Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Komisioner KIP Periode 2023-2028.
Suhaimi N, SH, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Abdya dan Aceh Selatan, selaku Kuasa Hukum dari Seliah, Kamis (8/6) sore lalu mengungkapkan, langkah hukum mengajukan somasi ditempuh kliennya menyikapi Surat Keputusan Pengumuman Uji Mampu Baca Alquran Nomor 20/PANSEL-KIP/ABDYA, tentang keputusan tim penguji uji mampu baca Alquran, untuk seleksi calon Komisioner KIP Abdya Periode 2023-2028.
Semy, demikian lawyer dan aktivis hukum ini biasa disapa mengatakan, keputusan tim Pansel atas kliennya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan dimaksud sangat merugikan kliennya, yang dinyatakan tidak lulus uji mampu baca Alquran.
Dalam mengeluarkan dan menetapkan keputusan lanjutnya, tim Pansel sudah mengangkangi Qanun Aceh nomor 6 tahun 2018, tentang Pemilihan dan Pemberhentian calon anggota KIP di Aceh. “Di samping itu, kita juga menemukan sejumlah pelanggaran administrasi yang sangat fatal, dalam penyelenggaraan seleksi, yang sangat tidak memenuhi prosedur dan aturan-aturan sah sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Untuk itu, atas nama Kuasa Hukum Seliah, pihaknya mengajukan keberatan administrasi, sebagai sanggahan terhadap keputusan yang telah dikeluarkan oleh tim Pansel KIP dan tim penguji KIP Abdya, dengan meminta tim Pansel KIP Abdya menghentikan tahapan rekrutmen KIP, dengan melakukan tes ulang uji mampu baca Alquran, sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2018 Pasal 9 Poin C.
Dasar-dasar uji mampu baca Alquran yang sah lanjutnya, seharusnya sesuai dengan aturan- aturan yang berlaku. Sayangnya, yang terjadi pada proses seleksi, ditemukan telah terjadinya pelanggaran yang bertentangan dengan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2018, tentang perubahan atas Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2016, tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Dan Pemilihan Di Aceh.
Semy juga menguraikan, dari awal tahapan seleksi, tim Pansel KIP Abdya tidak membuat aturan yang baku, yang jelas terkait tes uji mampu baca Alquran. Diantaranya, bagaimana cara penilaian, standar nilai yang diloloskan, juga tidak sinkron antara tim Pansel KIP dengan dewan juri uji mampu baca Alquran mengenai nilai yang diloloskan. “Ini sangat bersifat tidak independen dan cacat hukum, dalam hal ini bertentangan dengan Pasal 14 ayat 3 poin d,” urai Semy.
Pencemaran Nama Baik
Yang sangat disesali Semy dan kliennya, tim Pansel KIP Abdya sudah berupaya menyerang marwah seorang ibu (Seliah), dengan mengumumkan secara luas hasil uji mampu baca Alquran, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai atau marwah seorang ibu, seorang perempuan, seorang pejabat publik, yang notabenenya penyelenggara, yang sudah pernah melalui proses perekrutan yang sama pada periode lalu. “Ini bertentangan dengan Pasal 9 huruf c,” jelasnya.
Semy menjelaskan, sebagai seorang perempuan, kliennya merasa didiskriminasi begitu kuat saat proses seleksi. Karena, tidak diberikan kesempatan untuk membaca dengan tenang, walau dalam kondisi haid dengan niat zikir. “Aturan agama kita jelas, haram hukumnya membaca Alquran saat haid. Namun tim penguji tetap mendesak. Klien kami tertekan secara psikis dan menyebabkan gugup. Apakah hal ini yang menjadi indikator penilaian rendah terhadap klien kita, ini patut dijelaskan,” cecar Semy.
Semy mengatakan, tim penguji memberikan nilai tanpa tolok ukur yang jelas. Kondisi ini menunjukkan ada upaya untuk menjatuhkan harkat martabat kliennya, sebagai seorang penyelenggara pemilu, sebagai seorang perempuan Aceh, sebagai seorang ibu yang memiliki anak-anak, yang rentan mendapatkan bulliying dari teman-temannya. “Beliau seorang penduduk Aceh yang lahir di Aceh, dibesarkan di Aceh dan bukan seorang Muallaf,” ujarnya.
Menurut Semy, tim penguji dan Pansel KIP, sudah membuat kalimat uji mampu baca Alquran, dengan pengertian yang sangat sempit dan bertentangan dengan maksud dan tujuan, dari tahapan uji mampu sendiri. Oleh karena tim uji menggangap bahwa mampu seperti halnya seorang yang ahli, cakap dan mahir. “Dalam hal ini, tim penguji dan tim Pansel KIP sudah melewati batas kewenangan, dalam mengambil penilaian yang merugikan kliennya, sebagai muslim yang mampu membaca Alquran,” demikian Semy.(b21)