Scroll Untuk Membaca

Aceh

Guru Besar USK, Prof. Apridar: Pelabuhan Krueng Geukueh, Raksasa Yang Belum Diberi Makan Dan Masih Bersifat Potensi Bukan Kenyataan

Guru Besar USK, Prof. Apridar: Pelabuhan Krueng Geukueh, Raksasa Yang Belum Diberi Makan Dan Masih Bersifat Potensi Bukan Kenyataan
Kecil Besar
14px

“Secara geografis, Krueng Geukueh memiliki keistimewaan yang tak bisa disangkal. Letaknya hanya sekitar 150 mil laut dari Penang, Malaysia yaitu lebih dekat dibandingkan Belawan atau Tanjung Priok. Pelabuhan ini berada tepat di jalur pelayaran tersibuk dunia, Selat Malaka, yang dilintasi lebih dari 90.000 kapal per tahun, membawa hampir 25% perdagangan global.”

UNGKAPAN di atas disampaikan mantan Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Apridar, S.E.,M.Si saat menikmati secangkir kopi espresso di salah satu coffee di Bumi Pasai beberapa waktu lalu. Di luar coffee, gerimis turun perlahan membasahi bumi, yang kian terasa panas akhir-kahir ini. Apridar terus memberikan pandangannya tentang kehadiran Pelabuhan Umum Krueng Geukueh di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (USK) dan Ketua Dewan Pakar ICMI Orwil Aceh ini kepada Waspada.id kembali mengatakan, selama ini, pelabuhan itu hanya menjadi simbol potensi ketimbang kemajuan. Jika benar-benar dipahami, pelabuhan ini, bukan sekadar titik logistik, tapi sebuah peluang strategis yang telah lama tertidur.

Di tengah geliat globalisasi dan pergeseran jalur perdagangan dunia, kata Apridar, pelabuhan ini layak menjadi “raja baru” logistik barat Indonesia, tentu jika dikelola dengan visi, kesungguhan, dan nilai-nilai yang sesuai dengan karakter Aceh: Islami, adil, dan berdaya saing.

“Pelabuhan Krueng Geukueh ini benar-benar sangat Istimewa. Namun sayang, keistimewaan ini masih bersifat potensi, bukan kenyataan,” sebut mantan Rektor Unimal ini sambil menarik nafas dalam-dalam.

Kata Apridar, berdasarkan data Ditjen Perhubungan Laut tahun 2023 menyebutkan bahwa volume bongkar muat di pelabuhan ini baru mencapai 1,2 juta ton per tahun, padahal kapasitasnya bisa mencapai 4-5 juta ton. Artinya, baru 25% kapasitas yang dimanfaatkan, “Pelabuhan ini tak ubahnya seperti raksasa yang belum diberi makan.”

Waspada.id meminta Apridar memberikan penjelasan tentang raksasa yang belum diberi makan, Apridar mengatakan, untuk menjadikan Pelabuhan ini menjadi maju, bukan hanya sekadar niat, tapi soal infrastruktur dan kebijakan.

Kata Apridar, kedalaman kolam Pelabuhan Umum Krueng Geukueh hanya 9-11 meter tidak cukup untuk menampung kapal besar modern yang biasa digunakan dalam perdagangan lintas negara. Akibatnya, kapal sering kesulitan bersandar dan harus menunggu air pasang. Ini menambah biaya logistik dan memperlambat rotasi ekonomi.

Kemudian, kata dia lagi, fasilitas bongkar muat yang terbatas, minimnya alat berat modern, serta ketergantungan pada sistem manual menyebabkan turnaround time kapal menjadi lambat. Konektivitas darat pun belum optimal akses ke kawasan industri Lhokseumawe dan wilayah hinterland seperti Aceh Tengah dan Timur belum terintegrasi dengan baik.

“Jalur kereta belum ada, dan jalan darat kerap macet atau rusak. Kondisi ini membuat eksportir Aceh lebih memilih pelabuhan Belawan, meski jaraknya lebih jauh. Akibatnya, produk unggulan Aceh seperti CPO, kopi Gayo, karet, dan perikanan harus “menumpang” pelabuhan lain untuk menjangkau pasar internasional,” sebutnya.

Cahaya Harapan: Ketika Visi Bertemu Tindakan

Gubernur Aceh mencanangkan transformasi Krueng Geukueh sebagai gerbang ekspor utama ke Malaysia. Menurut Apridar, Ini bukan mimpi kosong, melainkan respons strategis terhadap potensi yang telah lama diabaikan. Namun, visi ini membutuhkan langkah nyata, terutama dalam tiga aspek: infrastruktur, kelembagaan, dan nilai spiritualitas pembangunan.

Untuk mewujudkan keinginan tersebut, kata dia lagi, Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf harus menyediakan anggaran besar untuk melakukan pengerukan kolam Pelabuhan. Meningkatkan kedalaman menjadi minimal 14-16 meter adalah prasyarat utama. Ini akan membuka akses bagi kapal 20.000-50.000 DWT dan menjadikan Krueng Geukueh sebagai alternatif kompetitif dalam jalur maritim regional. “Ini harus menjadi prioritas dalam APBN, APBA, atau skema KPBU,” kata guru besar ini.

Selanjutnya, pelabuhan dengan sistem konvensional tidak lagi relevan di era industri 4.0. Harus ada investasi besar untuk mendatangkan container crane, mobile harbor crane, dan sistem digital (Port Community System). Digitalisasi akan mempercepat layanan, mengurangi kebocoran, dan memastikan efisiensi.

“Krueng Geukueh harus terhubung dengan jalan tol Lhokseumawe-Langsa-Kuala Simpang, serta jalur kereta api Trans-Sumatera. Ini akan mempermudah distribusi barang ke seluruh Aceh dan Sumatera, sekaligus menurunkan biaya logistik hingga 30-40%,” kata Apridar memberikan pandangannya.

Kemudian, sebutnya, Aceh sebagai daerah dengan kekhususan syariat Islam tidak boleh membiarkan pembangunan tanpa basis nilai. Kawasan logistik terpadu (KLT) di sekitar pelabuhan harus menjadi model halal hub dengan fasilitas cold storage, gudang halal, pusat sertifikasi halal, dan layanan ekspor syariah.

“Ini akan menarik pelaku usaha Muslim dan menjadikan Krueng Geukueh sebagai pelabuhan syariah pertama di Indonesia,” ucapnya penuh keyakinan belum lama ini.

Fokus Ekspor ke Malaysia

Malaysia adalah mitra dagang alami Aceh. Data BPS menunjukkan bahwa Malaysia menyerap sekitar 60% ekspor non-migas Aceh, terutama CPO, kopi, ikan, dan karet. Mengaktifkan jalur pelayaran cepat (fast ferry, RoRo) antara Krueng Geukueh dan Penang/Kuala Perlis akan membuka peluang logistik dan pariwisata halal lintas negara.

“Pelabuhan bukan hanya soal industri besar. Ia juga harus berpihak pada petani, nelayan, dan UMKM. Bayangkan bila kopi Gayo, ikan asin Pidie, kerajinan Aceh Besar, hingga pala dan cengkeh Simeulue bisa langsung diekspor ke Malaysia tanpa perantara. Krueng Geukueh bisa menjadi lokomotif pemberdayaan ekonomi rakyat.” Terangnya lebih jauh.

Di ujung diskusi kecil di sebuah warung kopi di Kota Lhokseumawe, Apridar meminta Gubernur Aceh untuk sesegera mungkin mewujudkan Pelabuhan Krueng Geukueh menjadi Pelabuhan paling istimewa dan tidak membiarkan Pelabuhan itu menjadi raksasa yang lapar hingga terlihat kurus dan tidak berwibawa.

Jika hal itu diwujudkan, pertumbuhan ekonomi akan segera terlihat dan bahkan dampaknya dari rakyat untuk rakyat, seperti terciptanya lapangan pekerjaan baru di sektor logistic, transportasi, manufaktur, dan jasa pendukung. Terjadi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan daerah dari retribusi, pajak, dan aktivitas ekonomi turunannya.

Selanjutnya, dengan hidupnya pelabuhan ini, terjadi pemulihan citra Aceh sebagai daerah yang terbuka, maju, dan ramah investasi namun tetap menjunjung tingginilai-nilai syariat Islam.

“Penting diingat, Aceh bukan sekadar entitas geografis. Ia adalah wilayah istimewa dengan landasan hidup syariat Islam. Maka, pembangunan pelabuhan Krueng Geukueh bukan hanya proyek ekonomi, tapi juga proyek moral. Ia harus bersih dari praktik ribawi, suap, dan korupsi. Pelabuhan ini harus jadi teladan tata kelola Islami yang mengedepankan keadilan, keterbukaan, dan maslahat umat,” ucapnya.

Dalam pandangannya, kata Apridar, Krueng Geukueh bisa menjadi “Bandar Syariah” pertama Indonesia yang menggabungkan kekuatan perdagangan global dengan prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Di sinilah wajah masa depan Aceh dipertaruhkan.

“Saatnya kita bangun Bersama. Seperti dikatakan oleh ulama kharismatik Aceh, Tu Shop, kemakmuran itu bukan hanya dari langit, ia juga harus dijemput dengan akal, kerja, dan akhlak.”

Maka, kata dia sebagai penutup dalam perjumpaannya dengan Waspada.id, sudah waktunya Aceh menjadikan Krueng Geukueh sebagai wajah baru kebangkitan ekonomi Islam. Bukan hanya pelabuhan, tapi juga lambang bahwa Aceh mampu bangkit tanpa kehilangan jati diri.

“Jangan biarkan raksasa ini terus tidur. Waktunya membangunkan Krueng Geukueh untuk kemakmuran yang berkah, berdaulat, dan berpihak pada umat. Aamiin…,” ucap sang pakar ekonomi dari Samudera Ilmu Unsyiah ini.

Maimun Asnawi, SH.I.,M.Kom.I

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE