Scroll Untuk Membaca

HeadlinesAceh

HMI: Menag Wajib Minta Maaf Kepada Umat Islam

HMI: Menag Wajib Minta Maaf Kepada Umat Islam
HMI: Menag Wajib Minta Maaf Kepada Umat Islam
Kecil Besar
14px

LHOKSEUMAWE (Waspada): HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara menilai Menag Yaqut Cholil Coumas wajib meminta maaf kepada Umat Islam atas ucapan kontroversialnya yang sempat membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing terkesan penistaan agama.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara Muhammad Fadli melalui press rilisnya, Jumat (25/2), merespon pernyataan kontroversial Menag yang membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

HMI: Menag Wajib Minta Maaf Kepada Umat Islam

IKLAN

Dikatakannya, pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Coumas baru-baru ini yang membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing kini banyak dikecam publik. Bahkan kini Yaqut akan dipolisikan karena pernyataannya yang diduga sebagai bentuk penistaan agama.

Pernyataan ini bermula saat Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid harus diatur agar tercipta hubungan yang lebih harmonis dalam kehidupan antarumat beragama. Yaqut pun mengibaratkan gonggongan anjing yang mengganggu hidup bertetangga setelah sebelumnya mengeluarkan pernyataan tentang suara Adzan yang mengganggu jika berbunyi dalam waktu bersamaan.

Hal itu dia sampaikan di sela-sela kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Riau Rabu (23/2) merespons pertanyaan wartawan soal surat edaran Menag yang mengatur penggunaan toa di masjid dan musala.

Tak terima dengan hal itu, HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara melalui Ketua Umum Muhammad Fadli juga ikut merespon pernyataan Menteri Agama tersebut. Muhammad Fadli menegaskan pihaknya menilai pernyataan Menag tidak mencerminkan sosok yang bijaksana dan berbudi luhur, malahan menimbulkan kontroversial dan menyakiti hati umat Islam.

HMI sangat mengecam dan mengutuk keras ketika Menag mengumpamakan Suara Adzan dengan suara anjing yang menggonggong, Suara Adzan itu panggilan Ke Agungan dalam Islam, lafadz nya sangat mulia dan suci, dibandingkan perbedaan nya dengan suara anjing yang menggonggong. Padahal itu binatang. Apalagi kalau dalam Islam anjing itu haram, makanya wajar umat Islam secara umum sakit hati mendengar ucapan dari sosok Menag yang seharusnya menaburkan benih perdamaian di antara umat beragama, bukan malah sebaliknya.

Muhammad Fadli menjelaskan dalam ilmu Hermeneutika lebih spesifik lagi dalam ilmu kebahasaan apa yang Menag ucapkan itu masuk dalam kaidah gaya bahasa/majas perumpamaan (Simile), yaitu perbandingan dua hal yang secara hakikatnya berbeda namun sengaja dipaksakan menjadi sama.

Karena itulah, pihaknya menuntut Menag membuat klarifikasi sendiri dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh umat Islam yang ada di indonesia, karena telah melukai umat Islam dengan pernyataan tendensiusnya dan penuh apologetik tersebut.

HMI juga meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Menag dan apabila perlu di ganti dengan yang lebih baik.

” Kami HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara mengutuk keras pernyataan Menag dan meminta Menag segera meminta maaf kepada umat Islam secara terbuka dan juga Menag harus mencabut SE Nomer 5 Tahun 2022 tersebut, kami juga meminta presiden jokowi untuk mengevaluasi pembantu nya, ini menjadi preseden yang buruk tersendiri bagi kepemimpinan jokowi, apabila menteri kontroversial seperti ini masih belum di evaluasi dan diberikan sanksi, “ pungkasnya.

Karena sejak menjabat sebagai Menteri Agama, Yaqut dinilai sangat sering melontarkan kalimat pernyataan ataupun kebijakan yang dikeluarkan mendiskreditkan umat islam, seperti pergeseran hari libur hari-hari besar islam. Bahkan hal itu tidak berlaku bagi agama lain ketika merayakan hari kebesarannya, kemudian diperketat prokes ketika hari besar umat islam, namun ketika bagi umat agama lain hal itu justru tidak berlaku.

Kontroversial terakhir ketika perayaan Imlek yang dilakukan di mall mewah tanpa memberlakukan penerapan protokol kesehatan.
Bahkan Menag hanya diam seribu bahasa tanpa merasa berdosa.

“Kita tidak mempermasalahkan hari besar umat beragama lain, bukan itu esensi nya, namun kebijakan dari Menag yang tidak equal, seharusnya dalam prinsip hukum semua orang sama dimata hukum, tidak boleh dibeda-bedakan,” tuturnya.

Muhammad Fadli kembali menerangkan bahwa pernyataan Menag tersebut berpotensi dapat dipidana, kecuali perbandingan tersebut disampaikan ke diri sendiri, atau internal terbatas tidak akan menimbulkan masalah.
Namun saat hal itu diucapkan di depan publik, maka berpotensi masuk dalam rumusan Pasal 156a KUHP yakni terkait adanya dugaan penistaan, pelecehan suatu keyakinan ajaran agama, Perbuatan yang dapat dikategorikan tindak pidana 156a KUHP yaitu Unsur perbuatan tindak pidananya berupa : pelecehan, merendahkan terhadap suatu keyakinan ajaran agama yg dianut di Indonesia adalah perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan Pasal 156a KUHP; dan unsur dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan merendahkan, melecehkan adalah menyatakan perasaan kebencian atau meremehkan ajaran agama tertentu dan dinyatakan dihadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja terpenuhi.

“Kami juga dari HMI Cabang Lhokseumawe – Aceh Utara menolak Surat Edaran Menag Nomer 5 Tahun 2022 Tentang pedoman penggunaan pengeras suara di mesjid dan musholla, “ paparnya.

Beberapa alasan fundamental diantaranya ialah bahwasanya Adzan merupakan perintah agama, salah satunya seperti termaktub dalam hadist “Jika telah tiba waktu shalat, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandakan adzan untuk kalian, dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian yang menjadi imam.” (HR Bukhari), kemudian Secara Konstitusional dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Maka secara agama dan konstitusi Negara mempunyai legitimasi yang kuat, selama ini sudah 76 Tahun Indonesia merdeka, semua agama di Indonesia bisa hidup damai dan tentram, termasuk ketika ada yang mengumandangkan Adzan, atau bunyi lonceng di Gereja, masyarakat masih bisa hidup berdampingan sampai sekarang.
Namun menjadi keliru ketika suatu hal yang sangat teknis dalam kehidupan beragama yang tidak terjadi permasalahan fundamental kemudian Menag mencoba mengatur hal tersebut, karna kebijakannya lah yang membuat umat beragama merasa terusik dan tidak bisa beribadat dengan tenang dan nyaman. (b09)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE