TAPAKTUAN (Waspada.id) : Menanggapi terkait gugatan hukum yang diajukan PT Menara Kembar Abadi (MKA) ke PTUN Banda Aceh, Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan menegaskan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan namun pemerintah daerah menekankan bahwa tetap berpegang pada prinsip kepastian regulasi dan perlindungan kepentingan masyarakat.
“Kami menghormati hak hukum setiap pihak, tetapi kami juga memiliki kewajiban memastikan bahwa setiap izin dikeluarkan secara tertib, sesuai aturan, dan tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat maupun lingkungan,” kata H. Mirwan dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Tapaktuan, Senin (27/10).
Mirwan mengatakan bahwa penghentian sementara proses rekomendasi bukan berarti menutup pintu bagi investor. Aceh Selatan tetap terbuka bagi investasi yang bertanggung jawab, transparan, serta berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
“Kami ingin investasi yang membawa manfaat, menambah lapangan kerja, memperkuat ekonomi rakyat, dan menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, kami berharap semua pihak memahami dan menghormati proses evaluasi yang sedang berjalan,” kata H. Mirwan.
Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, juga menegaskan bahwa alasan hingga kini belum dapat memproses permohonan pembaruan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diajukan PT Menara Kembar Abadi (MKA). Kebijakan ini merupakan langkah kehati-hatian setelah ditemukan indikasi tumpang tindih wilayah dengan beberapa pihak lain di kawasan yang sama.
Mirwan menjelaskan bahwa evaluasi teknis dan administratif harus dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam berjalan sesuai prinsip kepastian hukum, keberlanjutan lingkungan, dan memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat. Ia menekankan bahwa izin pertambangan tidak boleh hanya dilihat sebagai urusan administrasi, tetapi menyangkut tata ruang, kelestarian lingkungan, serta kemaslahatan publik.
“Untuk sementara, proses rekomendasi kami hentikan sampai evaluasi menyeluruh terhadap semua dokumen, data lapangan, dan pihak-pihak yang terlibat selesai. Ini bukan hanya menyangkut satu perusahaan, tetapi keseluruhan wilayah yang berpotensi bersinggungan,” ujar Mirwan.
Menurutnya, kebijakan tersebut sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengharuskan setiap penerbitan izin mempertimbangkan kepentingan daerah dan kelestarian lingkungan. Selain itu, langkah ini juga mengikuti Instruksi Gubernur Aceh Nomor 8/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan Sumber Daya Alam, yang menegaskan bahwa penerbitan izin harus dilakukan melalui verifikasi lapangan dan peninjauan potensi konflik ruang.
Mirwan menyebutkan bahwa Pemkab Aceh Selatan juga akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh IUP Eksplorasi yang telah diterbitkan sebelumnya. Pemerintah daerah ingin memastikan bahwa tidak ada izin yang berada di wilayah tumpang tindih, serta menghindari potensi konflik lahan dengan masyarakat.
Lebih jauh, Mirwan menyampaikan bahwa arah kebijakan nasional dalam pengelolaan pertambangan juga telah berubah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025 sebagai turunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Minerba, pemerintah pusat memberi prioritas pengelolaan tambang kepada BUMD, koperasi, serta Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Sejalan dengan kebijakan nasional tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan sedang menyiapkan pembentukan Holding BUMD yang akan memiliki anak perusahaan di sektor pertambangan. Model ini akan memastikan bahwa pengelolaan sumber daya mineral memberikan nilai tambah langsung bagi daerah, membuka kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, serta menghindari penguasaan oleh pihak tertentu,” tegasnya. (id85)













