Scroll Untuk Membaca

Aceh

ICMI Aceh Harapkan Presiden Prabowo Kembalikan Status Empat Pulau Bagian Aceh

Kebijakan Mendagri Melanggar Pasal 8 (3) UU No 11 Tahun 2006

ICMI Aceh Harapkan Presiden Prabowo Kembalikan Status Empat Pulau Bagian Aceh
Dr Taqwaddin
Kecil Besar
14px

BANDA ACEH (Waspada): Ketua Majelis Pengurus Wilayah Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Aceh, Dr Taqwaddin Husin mengharapkan kearifan Presiden Prabowo untuk menyelesaikan masalah empat pulau yang sejak dahulu kala hingga selama ini masuk dalam wilayah Aceh Singkil, tetapi karena kebijakan Kemendagri 2025 menjadi bahagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara.

Persoalan ini muncul sebagai akibat kebijakan dalam ranah eksekutif yaitu karena adanya Keputusan Mendagri Tito Karnavian Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai bahagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara.

”Karena ini akibat kebijakan eksekutif yang sifatnya sangat politis dan antropologis karena menyangkut marwah orang-orang Aceh. Sehingga, tak tepat kiranya jika masalah ini dibawa ke ranah judikatif sebagaimana yang ditawarkan Mendagri,” ungkap Dr Taqwaddin, Akademisi Hukum USK , yang juga Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor PT Banda Aceh, Rabu (11/06/25)

Selain itu, Ketua ICMI Aceh ini juga menyatakan, bahwa adanya kebijakan tersebut telah menimbulkan pengingkaran terhadap MoU Helsinki, dimana dalam poin 1.1.4. MoU tersebut tegas disebutkan bahwa Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. Sedangkan Kebijakan Mendagri 2025 sama sekali tidak mempertimbangkan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Kata Taqwaddin, dalam Pembukaan MoU Helsinki, tegas disepakati bahwa Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia.

“Adanya kebijakan Kemendagri ini menimbulkan ketidakadilan dalam negara kesatuan RI,” pungkasnya.

Selain mengingkari MoU Helsinki, kata dia, kebijakan Mendagri juga melanggar perintah dalam Pasal 8 ayat (3) UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yaitu Kebijakan Administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintah Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur.

“Kami sebagai salah satu komponen masyarakat Aceh sangat mengharapkan kearifan Bapak Presiden untuk segera mengambil kebijakan mengembalikan pulau-pulau tersebut sekaligus mengevaluasi Kemendagri,” ujarnya.

“Kami yakin bapak Presiden dengan segala kearifannya dapat memahami suasana batin orang-orang Aceh saat ini,” tambahnya.

“Kami tidak ingin suasana damai yang baru kami rasakan selama 20 tahun ini menjadi riuh gara-gara kebijakan Mendagri ini. Hal ini hemat kami, perlu atensi dari Bapak Presiden karena persoalan ini berpotensi memicu munculnya luka baru di atas luka lama yang belum benar-benar sembuh. Jangan sampai gara-gara kebijakan yang tidak patut ini memunculkan kegaduhan dan keretakan yang berpotensi menggangu keutuhan NKRI,” sambungnya.

“Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan agar bapak Presiden segera mengembalikan keempat pulau tersebut dalam wilayah Provinsi Aceh,” demikian Dr Taqwaddin mewakili para cendekia di Aceh.(b02)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE