Scroll Untuk Membaca

AcehHeadlines

ICMI Aceh Kecam Pemberlakuan Ketentuan Penyediaan Alat Kontrasepsi Di Sekolah

Pengurus MPW ICMI Aceh foto bersama usai rapat di Kuala Village Restoran, Syiah Kuala Banda Aceh, Kamis (08/08/24) sore.( Waspada/Ist)
Pengurus MPW ICMI Aceh foto bersama usai rapat di Kuala Village Restoran, Syiah Kuala Banda Aceh, Kamis (08/08/24) sore.( Waspada/Ist)
Kecil Besar
14px

BANDA ACEH (Waspada): Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Aceh mengecam pemberlakuan ketentuan penyediaan alat kontrasepsi di sekolah. Selain itu, ICMI Aceh juga mendorong semua Ormas Islam untuk menolak ketentuan penyediaan alat kontrasepsi di sekolah.

Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 103 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 itu bersifat liberal, seluler, dan kapitalisme. Ketentuan ini seperti melegalkan zina dan tidak cocok untuk kita di Aceh yang mengedepankan Syariat Islam.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

ICMI Aceh Kecam Pemberlakuan Ketentuan Penyediaan Alat Kontrasepsi Di Sekolah

IKLAN

“Kita mesti kecam dan tolak pelaksanaan ketentuan ini. Bukan itu saja, kita pun perlu ajak dan dorong kawan-kawan Ormas Islam untuk menolak dan menguji materil (judicial review) ketentuan itu ke Mahkamah Agung”, ungkap Saifuddin Rasyid, Bendahara ICMI Aceh, Dosen UIN Ar-Raniry yang juga Imam Besar Masjid Tungkop Aceh Besar.

Pernyataan di atas mengemuka pada rapat Majelis Pengurus Wilayah ICMI Aceh yang dipimpin oleh Ketua (Dr Taqwaddin) didampingi Sekretaris (Prof Rajuddin) dan dihadiri oleh Sekretaris Penasihat serta puluhan Pengurus Wilayah, yang dilaksanakan di Kuala Village Restorant, Jln Syiah Kuala, Banda Aceh, Kamis (08/08/24) sore.

Prof Rajuddin, Sekretaris ICMI Aceh yang juga Ahli serta Subspecialis Kesehatan Reproduksi menyatakan, ketentuan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak sekolah adalah tidak sesuai dengan moral bangsa ini yang menganut Pancasila. Begitu pula halnya dengan pelayanan kesehatan reproduksi bagi anak sekolah adalah ketentuan “aneh”yang seakan melegalkan zina.

“Ketentuan ini sangat sekuler. Tidak sesuai dengan budaya bangsa kita”. Kecam Guru Besar USK yang juga Dokter Ahli Kandungan pada RSUZA.

Beberapa tokoh perempuan yang juga Pengurus ICMI Aceh menyampaikan pendapat mengecam keras lahirnya regulasi tersebut.

“Kita prihatin dan miris dengan klausul tersebut. Mau dibawa kemana generasi ini. Ketentuan itu jauh sekali dari nilai-nilai Syariah dan budaya bangsa kita. Ketentuan itu mesti dicabut”, kecam Naimah Hasan, Wakil Ketua ICMI Aceh yang juga mantan Anggota MPR RI.

Selain kecaman di atas, Dr Agustin Hanafi menyampaikan beberapa solusi yaitu semua warga masyarakat harus menjadikan keluarga sebagai benteng pertahanan terhadap segala bentuk kebejatan moral yang tidak sesuai dengan ajaran agama kita.

Pengawasan orang tua harus lebih optimal untuk mencermati sikap dan perilaku para anak remaja. “Hal ini penting agar anak tidak terjerumus dalam pergaulan sex bebas,” jelas Agustin.

Selain peran orang tua, tentu saja peran para guru juga mempengaruhi sikap tindak para remaja dalam kaitannya dengan pergaulan yang menjurus ke sex bebas”, ungkap Ahli Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry.

Mengakhiri rapat, Ketua MPW ICMI Aceh, meminta semua Pengurus ICMI baik pada tingkat wilayah maupun daerah kabupaten/kota agar berkolaborasi dengan berbagai Ormas Islam untuk menggalang kebersamaan guna sama-sama memahami potensi sekulerisasi dari ketentuan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan. “Saya khawatir akan rusaknya generasi kini dan masa depan dengan adanya ketentuan-ketentuan produk Omnibus Law seperti itu”. Tutup Dr Taqwaddin yang juga Wakil Ketua Pimpinan Muhammadiyah Aceh.(b02)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE