SIGLI (Waspada): Pemilu 2024 yang tinggal beberapa bulan lagi, membuat suhu politik di Kabupaten Pidie kian bergejolak. Gesekan antar sesama pimpinan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPRK) Pidie terus memanas, gara-gara SK komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) yang sudah ditetapkan belum dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Parahnya ada oknum pimpinan yang membawa kabur dokumen.
Wakil Ketua DPRK Pidie, T Saifullah, TS, SE ditemui Waspada, Rabu (13/9) mengungkap molornya SK komisioner KIP Pidie turun, ditengarai disebabkan ulah oknum pimpinan dewan setempat yang sengaja menghambat demi memenuhi kehendak pribadi dan kelompoknya.
“Demi memaksa kehendak kelompok dan pribadi bisa merusak sistem. Kita juga tidak mau. Saya tidak bermaksud ‘menjust’ orang, menyudutkan orang. Saya hanya ingin menyampaikan sesuai fakta dan realita yang terjadi sesuai aturan,” ujar T Saifullah, saat menerima Waspada di ruang kerjanya.
Dia mengungkapkan dampak dari molornya turun SK tersebut, para komisioner KIP Pidie yang baru terpilih juga akan melakukan gugatan terhadap lembaga wakil rakyat di daerah itu. “Ini baru saya dengan kabarnya, belum kami dengar langsung dari mulut mereka,” katanya.
Menurut T Saifullah, alasan dari komisioner itu melakukan gugatan, karena nama mereka sudah ditetapkan tetapi SK belum ada.
Bentuk Opini
Lanjut dia, untuk mewujudkan kehendak pribadi dan kelompoknya, oknum pimpinan DPRK Pidie bersama kelompoknya termelakukan bermacam cara. Salah satunya kata dia, dengan membentuk opini di masyarakat, sejumlah media mainstream dan media sosial.
Tujuan akhirnya ada dua, pertama oknum pimpinan DPRK Pidie bersama kelompoknya itu ingin SK komisioner KIP Pidie yang telah ditetapkan, itu tertunda sampai tibanya Pemilu dengan harapan mereka KIP Pidie ini dikendalikan oleh KIP Provinsi Aceh.
Mereka pun berharap KIP Provinsi dapat menunjuk Komisioner KIP Aceh yang berasal dari Pidie. T Saifullah mengungkapkan, opini yang dibentuk sekarang sesuai dengan karakter oknum dari salah satu pimpinan DPRK Pidie.
Oknum tersebut ingin beropini bahwa apa yang dilakukan ini bentuk kebenaran, sehingga mendapat pengakuan di masyarakat. “ Di group WhatsApp masalah ini terus digoreng, dan mereka ada buzzer-buzzernya di dalam group tersebut. Pun begitu masalah ini tidak terlalu tergoreng, karena memang orang-orang di dalam group tersebut sudah paham dan mengetahui sosok-sosok dari buzzer tersebut. Mereka sengaja menggoreng untuk mengubah dan membentu opini pada masyarakat Pidie,” katanya.
Terhadap dengan segala bentuk opini yang disampaikan oleh para buzzer tersebut, T Saifullah menyatakan pihaknya tidak bermaksud untuk menglarifikasi, ‘ngejust’ dan menjelekkan para buzzer itu. Lanjut dia, sejatinya T. Saifullah mengaku sudah lelah bertahan dari serangan-serangan yang dilakukan oleh buzzer dari kelompok oknum pimpinan DPRK Pidie itu.
“Ibarat dalam sebuah pertandingan kita harus balik menyerang. Bukan menyerang dengan membabi buta, itu tidak juga. Artinya kita jangan sampai tending kaki lawan juga, itu tidak benar juga. Tetapi pada posisinya kita bertahan lebih bagus adalah dengan menyerang. Pertahanan paling bagus dalam filosofi pertandingan adalah menyerang. Bukan pertahanan menahan serangan, pertahanan di dunia yang paling bagus adalah menyerang,” tegasnya lagi.
T. Saifullah dan lembaga DPRK Pidie tidak mau dipermalukan juga seperti yang dilakukan oknum pimpinan DPRK Pidie yang saat ini kata dia sudah tidak dipercayakan lagi oleh hampir semua anggota dewan di daerah itu. “Secara hukum dia masih pimpinan DPRK Pidie karena masih memegang SK. Tetapi secara keweangan dia tidak lagi jadi pimpinan DPRK, karena yang bersangkutan sudah demosi tidak percaya oleh anggota dewan. Jadi untuk sekarang ini yang bersangkutan tidak bisa pegang Palu lagi. Tetapi hak-hak nya masih dapat seperti hak bajeting dan lain-lain,” tegasnya lagi.
Banyak kesalahan yang sudah diperbuat oleh oknum pimpinan DPRK Pidie tersebut, salah satunya adalah membawa lari dokumen anggaran, namun anggota dewan lainnya patuh beracara. Karena di lembaga dewan ini ada aturannya, kalau masalah etik ada ranah Dewan Kehormatan Dewan (DKD), jadi persoalan anggota dewan termasuk pimpinannya itu diserahkan ke DKD. “ Kalau DKD sudah bekerja dan menyimpulkan oknum anggota dewan tersebut melanggar kode etik, baru kami menyerahkan dia kepada pihak kepolisian. Tetapi kalau sekarang belum bisa,” tukasnya.
Sementara, salah satu oknum pimpinan anggota dewan yang dihubungi untuk dimintai tanggapanya melalui jaringan telepon mengaku sedang berada di luar daerah dan belum bisa menyampaikan klarifikasinya. (b06)