ACEH UTARA (Waspada.id): Berkas usulan rencana pemekaran Kabupaten Aceh Malaka dan Daerah Otonomi Baru (DOB) Panton Labu sudah lama diusulkan oleh panitia pemekaran. Dan hingga saat ini panitia pemekaran masih menunggu pencabutan moratorium pemekaran daerah oleh pemerintah pusat. Jika dua DOB ini berhasil lepas dari kabupaten induk, maka muncul pertanyaan, apakah Aceh Utara bangkit atau bangkrut?
Pertanyaan itu dilontarkan mantan Ketua KNPI yang juga tokoh Kabupaten Aceh Utara, Terpiadi A. Madjid saat ngopi siang di Gathaf Coffee Teupin Punti dengan Waspada.id, Rabu (5/11) siang. Menurut dia, jika keinginan ini menjadi kenyataan, maka sebutnya, Aceh Utara tidak akan bangkit tetapi bangkrut.
Mengapa begitu, pasalnya, sebut Terpiadi, dulu Kabupaten Aceh Utara mulai dari Bate Iliek Kecamatan Samalanga hingga Kecamatan Tanah Jambo Aye. Namun pada tanggal 12 Oktober 1999, Kabupaten Bireun terbentuk, hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh utara, dengan batas wilayah dari Kecamatan Gandapura hingga Kecamatan Samalanga. Pemekaran Kabupaten Bireun berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999.
Selanjutnya, pada tahun 2001 Kota Lhokseumawe resmi menjadi kota otonom, terpisah dari Kabupaten Aceh Utara. Maka sejak dikeluarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001, Lhokseumawe lepas dari kabupaten induk dan berdiri sendiri. Sebelumnya Lhokseumawe berstatus sebagai Kota Administratif.
“Ketika Bireun dan Kota Lhokseumawe lepas atau merdeka dari kabupaten induk, maka wilayah kekuasaan Aceh Utara semakin kecil,” sebut Terpiadi. Pun demikian, lanjutnya, pemekaran Kabupaten Bireun dan Kota Lhokseumawe dinilai layak karena pada saat itu wilayah Aceh Utara terlalu luas.
Ditanya berapa jumlah kecamatan dan gampong di Aceh Utara sebelum terjadi pemekaran Kabupaten Bireun dan Kota Lhokseumawe, Terpiadi menyebutkan, ada 48 kecamatan dan 1529 gampong (desa). Setelah Kabupaten Bireun berdiri sendiri, 17 kecamatan berada dalam wilayah kabupaten tersebut dan ada 609 gampong (desa) di 17 kecamatan itu.
Ke 17 kecamatan yang berada di Kabupaten Bireun adalah Kecamatan Samalanga, Simpang Mamplam, Pandrah, Jeunieb, Peulimbang, Peudada, Juli, Jeumpa, Kota Juang, Kuala, Jangka, Peusangan, Peusangan Selatan, Peusangan Siblah Krueng, Makmur, Gandapura, dan Kuta Blang.
Kemudian, pada tahun 2001, wilayah Aceh Utara menjadi lebih kecil setelah Wilayah Administratif Lhokseumawe berubah status menjadi Kota Lhokseumawe. Ada 4 kecamatan yang berada di kota ini yaitu Kecamatan Banda Sakti, Muara Dua, Muara Satu, dan Kecamatan Blang Mangat dengan jumlah gampong sebanyak 68.
Sekarang ini, jumlah gampong yang tersisa di Aceh Utara sebanyak 852 berada dalam 27 kecamatan. Jika terjadi pemekaran Kabupaten Aceh Malaka dan DOB Panton Labu, maka wilayah Aceh Utara semakin kecil. Pasalnya, ada 6 kecamatan yang akan bergabung dengan Aceh Malaka yaitu Kecamatan Dewantara, Muara Batu, Nisam, Nisam Antara, Sawang dan Kecamatan Banda Baro.
Dan ada 4 kecamatan yang akan bergabung dengan DOB Panton Labu yaitu Kecamatan Tanah Jambo Aye, Seunuddon, Langkahan dan Baktya. Setelah dikurangi jumlah kecamatan yang bergabung dengan Aceh Malaka dan DOB Panton Labu, maka sisanya 17 kecamatan yang masih berada dalam kabupaten induk.
Ditanya, apabila benar-benar kembali terjadi pemekaran di Aceh Utara, maka DOB mana yang paling diuntungkan, Terpiadi mengatakan, DOB yang paling diuntungkan adalah Kabupaten Aceh Malaka. Mengapa demikian, di wilayah tersebut banyak harta warisan Aceh Utara yang akan menjadi milik kabupaten baru itu.
Ditanya mana saja harta warisan itu, Terpiadi menyeutkan, harta warisan itu adalah Pelabuhan Umum krueng Geukuh, PT. Pupuk Iskanda Muda (PIM), PT. Perta Arun Gas (PAG), Bandara Malikussaleh, Kampus Unimal di Reuleut, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), PT. Pelindo. “Jika rencana pemekaran Kabupaten Aceh Malaka ini terjadi, maka Kabupaten Aceh Malaka sebentar akan menjadi kabupaten yang maju,’ kata Terpiadi A. Madjid.
Lalu bagaimana dengan nasib calon DOB Panton Labu. Terpiadi bilang, jika DOB Panton Labu merdeka dari Aceh Utara maka yang terjadi adalah muncul masalah baru. Kondisi mereka nantinya lebih miris dari nasib kabupaten induk Aceh Utara. Tidak ada sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dibanggakan.
“Saya tidak tahu bagaimana hitung-hitungannya. PAD andalan tidak ada, jika yang diandalkan dari sektor perikanan dan perkebunan, berapa jumlah PAD yang dapat dihasilkan dari dua sektor andalan itu. Untuk menghidupkan DOB ini nanti mungkin hanya pasrah pada transfer pusat yang jumlahnya tidak seberapa,” katanya.
Jika demikian, Waspada.id bertanya, apakah keinginan pembentukan DOB Panton Labu adalah keinginan segelintir orang saja, Terpiadi A. Madjid membenarkan. “Mungkin ini keinginan orang-orang yang ingin menjadi wali kota, wakil wali kota, Sekda dan lain sebagainya. Jangan gara-gara nafsu segelintir orang mengorbankan masyarakat banyak. Saya pikir ini perlu ditinjau ulang,” ucap Terpiadi.
Jangankan Panton Labu, sebut Terpiadi, Kota Lhokseumawe yang telah berhasil mekar sejak tahun 2001 hingga saat ini belum berhasil mandiri dan bahkan kondisinya saat ini cukup memilukan. Sebut Terpiadi, APBK Kota Lhokseumawe pada tahun 2025 sebanyak Rp.820 miliar. Dan pada tahun 2026, kabarnya akan semakin kecil akibat terjadi efesiensi anggaran. Jika tidak salah informasi, sisa APBK Lhokseumawe pada tahun 2026 sebanyak Rp600-an miliar.
“Siapa lebih maju Kota Lhokseumawe dibandingkan dengan DOB Panton Labu. Lebih maju Kota Lhokseumawe, tapi mereka pun kesusahan dalam mendapatkan PAD. Berbeda dengan Kabupaten Malaka, jika kabupaten Aceh Malaka berhasil merdeka, maka Aceh Utara sebagai kabupaten induk sangat dirugikan, karena seluruh aset masa depan kuasai mereka,” katanya.
Jika kemudian muncul pertanyaan, apabila dua DOB itu berhasil mekar, apakah Aceh Utara akan bangkit atau bankrut, maka Terpiadi A. Madjid bilang, Aceh Utara pasti bangkrut. Tidak ada lagi sektor adalan untuk meraih PAD. Jangankan setelah pemekaran, saat ini saja Aceh Utara kelimpungan dalam menghasilkan PAD. Dari sisi wilayah, Aceh Utara jelas bangkrut, karena wilayahnya berkurang dan menjadi sangat kecil.
“Jika yang diandalkan di Aceh Utara nanti dari sektor pertanian sawah, apa yang diandalkan sarana irigasi saja tidak bagus. Begitu juga dari sektor perikanan dan pertambakan. Dan dari sektor perkebunan lebih banyak di wilayah Aceh Malaka. Jadi keinginan Bupati Aceh Utara, Ismail A. Jalil untuk mewujudkan Aceh Utara bangkit, saya pikir jauh panggang dari api. Malah yang terjadi kebangkrutan,” demikian Terpiadi A. Madjid. (id70).













