BANDA ACEH (Waspada): Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Aceh menyarankan kepada pemerintah untuk membangun bendungan (dam) di bagian hulu untuk menyelamatkan masyarakat dan lahan pertanian yang berada di bagian hilir Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur dari terjangan banjir.
“Kami perkirakan setidaknya dalam lima tahun terakhir, kerugian akibat terjangan banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur bisa mencapai 4 triliun rupiah. Itu kerugian dari rumah dan peralatan yang rusak, kesehatan, juga rusaknya lahan pertanian masyarakat akibat banjir,” kata Ketua Kadin Aceh M Iqbal Piyeung kepada Waspadaaceh.com, Rabu (19/10/2022) di Gedung Kadin Aceh di Banda Aceh.
Kata Iqbal, bila di bagian hulunya, yaitu di daerah Kabupaten Bener Meriah atau Aceh Tengah dibangun bendungan, maka debit air bisa dikendalikan. Bila curah hujan tinggi, sebut Iqbal, air bisa tertampung di bendungan sehingga tidak terjadi banjir kiriman.
Sebaliknya bila musim kering (kemarau), air tetap tersedia di bendungan sehingga lahan pertanian tidak lantas kekeringan. “Dengan adanya bendungan, air bisa dikendalikan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Bendungan bisa untuk pembangkit listrik tenaga air, sekaligus mengendalikan air bila terjadi musim hujan atau musim kemarau,” lanjut Iqbal.
Menurut Iqbal, bila dibiarkan seperti sekarang ini tanpa solusi, tidak saja rakyat yang menjadi korban, dan lahan pertanian mengalami kerusakan, tapi juga pemerintah setiap tahun harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit. Tapi hal itu belum bisa mengatasi masalah banjir untuk jangka panjang.
“Jadi solusinya menurut kami, ya membangun dam (bendungan). Manfaatnya jelas dan bisa untuk jangka panjang. Pengeluaran anggarannya hanya sekali, tapi manfaatnya bagi rakyat bisa berpuluh tahun,” tegasnya.
Iqbal menyebutkan, bila di bagian hulu ada bendungan, maka dalam kondisi cuaca musim hujan atau musim kemarau, air tetap bisa dikendalikan. Lahan pertanian tidak akan kekeringan bila musim kering, dan tidak kebanjiran bila musim hujan, katanya. Begitu juga pemukiman penduduk tetap aman. Keuntungan lain bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air.
“Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) ini tentu ramah lingkungan dibanding dengan tenaga fosil (batu bara atau migas). Aceh juga perlu memiliki kedaulatan energi yang ramah lingkungan. Energi baru terbarukan (EBT), dan Aceh punya potensinya,” tutup Iqbal.
Seperti dilaporkan sebelumnya, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Utara, Asnawi mengatakan bahwa meluasnya banjir di Aceh Utara ini dipengaruhi dan dipicu oleh beberapa faktor. Selain curah hujan tinggi yang masih sering terjadi, kondisi tanggul DAS sungai-sungai besar juga kehilangan kemampuan menampung debit air yang berasal dari wilayah hulu Takengon (Aceh Tengah) dan Bener Meriah.
Asnawi menambahkan, banjir telah berdampak pada 22.535 jiwa yang tinggal di 95 gampong yang berada di 12 kecamatan. Dia memprediksi banjir masih berpotensi meluas hingga 14 kecamatan. Hasil kaji cepat yang dihimpun, sebanyak 6.775 unit rumah terdampak, kurang lebih 500 hektare lahan persawahan terendam banjir.(b01)
Foto:
Ketua Kadin Aceh periode 2022-2027, M. Iqbal. Waspada/Kia