KEPALA Kejaksaan Negeri (Kajari) Simeulue, Yuriswandi, SH, MH, yang dikenal dekat dengan kuli tinta, Senin (2/12) meluangkan waktu beberapa saat untuk wawancara ringan dengan Waspada.
Di sini Yuriswandi yang merupakan kelahiran Jambi, Sumatera bagian Selatan itu dalam kurun waktu Ia menjabat Kepala Kantor Adyaksa di sana sudah hampir habis mengitari setiap perkampungan.
Bahkan, katanya Ia dan kawan-kawan sudah melakukan penyuluhan hukum lebih dari 70 desa di Simeulue yang total keseluruhan 138 desa dan 10 kecamatan.
Nah, katanya, saat melakukan penyuluhan hukum kepada penduduk di mana Ia memang tak membatasi untuk bertanya soal berbagai hal, terkuak ragam problem rakyat Simeulue secara universal.
Khususnya problem petani, pekebun dan nelayan Simeulue. Padahal katanya, potensi bahari, persawahan dan perkebunan di Simeulue sungguh luar biasa.
“Laut Simeulue yang dikelola secara tradisional saja sungguh hasilnya berlimpah dan berkualitas, begitu juga sawah dan lahan perkebunan. Alamnya sangat subur dan luas,” jelas Yuriswandi yang memiliki konsep penindakan dalam penegakan hukum adalah cara terakhir.
Lebih lanjut katanya, persoalan bagaimana membuat tangkapan nelayan Simeulue agar memiliki nilai lebih tidak hanya konsep itu disimpan sendiri oleh Kajari.
Melainkan ide, dengan cara agar nelayan tidak hanya menjual ikan mentah melainkan setidaknya setengah jadi, melalui proses pengalengan. Rupanya sudah pernah disampaikan Yuriswandi langsung kepada Kadis Kelautan dan Perikanan Simeulue.
Demikian halnya, terkait meningkatkan hasil petani Simeulue dengan tidak hanya menyuruh petani bersawah melainkan idealnya juga ada program hilirisasi hasil pertanian masyarakat.
“Saya pernah satu waktu saat duduk bersama dengan pak Samsuar, SP (red-Kadis Pertanian) Simeulue mengidekan supaya membangun pabrik padi sekala besar, gudang penampungan, pengeringan dan pengarungan beras,” urainya.
Dengan adanya hilirisasi kata Yuriswandi, maka hasil pertanian Simeulue akan meningkat dengan otomatis. Pasalnya petani tidak ragu lagi harus jual kemana ketika hasil panen banyak dan kemudian bisa menjual harga relatif tinggi karena ada kehadiran pemerintah.
Disoal Waspada petani Simeulue selama ini kurang maju karena berharap tadah hujan, belum adanya irigasi yang dapat mengairi sawah sawah Simeulue secara baik, menurut dia dengan tingkat curah hujan di Simeulue sangat tinggi hal itu tidak menjadi masalah ke petani.
Namun menurutnya ada kegamangan mayoritas petani di Simeulue untuk jadi petani sungguhan karena was was jika panen besar tidak tahu “lempar” dan harus menerima harga jual panen murah.
“Yakinlah. Jika ada program hilirisasi hasil pertanian masyarakat apalagi sejalan dengan besarnya program pemerintah dari pusat untuk swasembada pangan tak kecuali di Simeulue maka income masyarakat akan naik,” urai Yuriswandi yang sudah menganggap Simeulue sebagai kampungnya.
Lebih lanjut dalam kesempatan tadi Kepala Kejaksaan Negeri Simeulue yang tidak hanya paham soal hukum, tetapi juga pentingnya kestabilan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga mengurai soal pentingnya pendapatan asli daerah (PAD) Simeulue.
Menurutnya, posisi Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Simeulue yang dari lahir jadi kabupaten hanya mengharapkan transferan dari provinsi dan pusat hal dimaksud sangatlah tidak realistis dan bahkan riskan untuk eksistensi satu daerah-kabupaten.
Lebih lanjut ditanya terkait jalan keluar untuk menyiasati, mendongkrak PAD ke depan, “replanting sawit Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (PDKS), salah satu solusi yang paling konkret”.
Lah, disoal lagi tentang status lahan sawit PDKS yang selama ini terkendala karena masuk dalam kawasan hutan padahal sebagaimana catatan dokumen Waspada lahan-lahan yang digunakan untuk sawit PDKS adalah tebangan PT. Krueng Sakti zaman orde baru.
“Siapa bilang. Soal lahan PDKS saya sudah jumpa BPK, Badan Pertanahan sudah tidak ada masalah. Berapa waktu yang lalu saya pernah usul ke pak Pj Bupati Ahmadliyah masa itu untuk mengajukan ke pusat agar direplanting,” jelasnya.
Namun, sayangnya usul pihaknya untuk pengajuan sawit PDKS yang saat ini, pasca KSO, terbengakalai. “Belum ditindaklanjuti,” urainya lagi.
Bahkan saat Ia mengidekan untuk supaya Pemerintah Kabupaten Simeulue mengajukan replanting sawit PDKS dengan terlebih dahulu caranya Pemkab Simeulue menghibahkan 2 hektar sawit itu pada para pekebun Simeulue yang dianggap pantas menerima.
Ke depan Pemerintah Kabupaten Simeulue tinggal mengatur bentuk kontribusi kepada daerah bila sawit sawit PDKS yang dibagikan ke masyarakat dan ikut replanting itu sudah menghasilkan.
Ditanya tentang adanya rumor saat awal-awal sawit PDKS bahkan menjadi satu alasan di-KSO-kan Pemerintah Kabupaten Simeulue ke pihak ketiga, sawit tidak cocok dengan alam Simeulue.
“Ah, itu tidak benar. Sawit itu tanaman mudah tumbuh sama dengan kelapa, bahkan lebih gampang lagi hidupnya dari kelapa,” jawab Yuriswandi yang banyak melihat perbandingan di tanah Jambi-kampungnya sawit.
Kemudian dia lagi menampik jika memang sawit tidak cocok dengan tanah Simeulue, mana mungkin PT Raja Marga, mau membangun pabrik dan melakukan penanaman sawit dengan jumlah besar di pulau ini.
Bahkan di akhir pertemuan dengan Waspada Yuriswandi mengingatkan kepada salah seorang rekan yang turut saat itu untuk jangan ragu beralih menanam sawit.
“Bukan kebun sawit saja bang Agam. Jika tidak nanti akhirnya menyesal. Percayalah kebun sawit lebih prospek,” terang Yuriswandi.
Rahmad
Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029VaZRiiz4dTnSv70oWu3Z dan Google News Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News ya.