KUTACANE (Waspada.id): Kasus korupsi Proyek Pembangunan Jembatan Rangka Baja Silayakh, Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara menetapkan dua tersangka.
Kepala Kejari Aceh Tenggara, Lilik Setiyawan, SH, MH dalam konferensi pers di Gedung Kejari setempat, Selasa (23/9) malam mengatakan, pihaknya resmi menetapkan dua tersangka dalam kasus yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Ia menjelaskan, kedua tersangka yang ditetapkan masing-masing berinisial MY, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas PUPR Aceh Tenggara, dan AB, selaku rekanan atau penyedia proyek dari CV. RL.
Penetapan dua tersangka tersebut, terkait proyek lanjutan pembangunan jembatan Silayar yang menelan anggaran Rp10 miliar dan bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) APBK Aceh Tenggara tahun 2022.
Dari proses lelang yang digelar, CV. RL keluar sebagai pemenang dengan penawaran Rp9,9 miliar. Ditandatangani pada 22 April 2022, oleh Wakil Direktur CV. RL, AB bersama MY yang bertindak sebagai PPK proyek.
Namun, proses pengerjaan di lapangan tidak berjalan sesuai prosedur. Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, MY kerap turun langsung mengatur pekerjaan fisik proyek, namun justru menyingkirkan peran konsultan pengawas.
Bahkan, pengawas lapangan tidak pernah menerima RAB (Rencana Anggaran Biaya) maupun gambar kerja yang, seharusnya menjadi dasar dalam menilai progres pekerjaan.
“Perilaku ini jelas menyalahi aturan, karena fungsi pengawasan yang semestinya berjalan justru diabaikan, ” ujar Lilik.
Kasus ini mulai terungkap setelah Kejari Aceh Tenggara bersama tim penyidik, melakukan pendalaman materi penyidikan dan berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh.
Karena memicu potensi penyimpangan dalam pengerjaan proyek. Kejari mengatakan, berdasarkan hasil audit BPKP menunjukkan adanya kerugian keuangan negara senilai Rp2.657.708.979. Meski begitu, pihak rekanan telah melakukan pengembalian sebagian dana yaitu Rp1,6 miliar.
“Walaupun sudah dikembalikan tetap tidak menghapus tindak pidana yang terjadi. Proses hukum tetap berjalan karena kerugian negara sudah nyata dan terukur,” tegas Kajari.(id80)