SIGLI (Waspada.id): Kerusakan lahan pertanian di Kabupaten Pidie pascabanjir semakin mengkhawatirkan. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Pidie, Hasbalah SP, Selasa (9)12), mengungkapkan bahwa 435 hektare sawah di empat kecamatan mengalami kerusakan berat setelah tertimbun lumpur tebal.
Lahan rusak tersebut tersebar di Kembang Tanjong, Mutiara Timur, Mutiara, dan Tiro, juga di Tangse yang merupakan sentra tanaman padi. Kondisi ini membuat proses pengolahan lahan menjadi tahapan paling berat dan paling membutuhkan biaya besar.
“Biaya terbesar ada pada pengolahan lahan. Lumpur yang menimbun sawah harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum traktor bisa masuk. Kalau tidak ditangani, petani tidak bisa mulai musim tanam rencengan,” ujar Hasbalah.

Menurutnya, ketebalan lumpur yang mencapai belasan sentimeter di sejumlah titik membuat proses normalisasi tidak bisa dilakukan secara manual. Sebagian sawah telah memasuki tahap benih semai, sementara lainnya sudah ditanami ketika banjir terjadi.
“Lahan yang sudah semai dan yang sudah tanam sama-sama rusak. Semua harus diulang dari awal, termasuk pembenahan struktur tanah dan penyemaian ulang,” kata Hasbalah.saat bincang bincang dengan Waspada. Id di Posko Bencana BPBD Pidie.
Untuk mempercepat proses pemulihan, Dinas Pertanian dan Pangan telah mengusulkan penanganan khusus ke pemerintah pusat. Hasbalah menyebut Kementerian Pertanian akan turun menangani kondisi tersebut melalui skema bantuan darurat.
“Kita sudah usulkan ke pusat dan akan ditangani Kementan. Petani tidak mungkin menanggung biaya pengolahan sendiri karena volumenya besar,” ujarnya.

Risiko Produksi Padi Menurun
Kerusakan lahan dalam skala besar ini dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan produksi padi Pidie pada musim tanam berikutnya. Keterlambatan normalisasi lahan berpotensi menggeser seluruh jadwal tanam petani.
Pendataan kerusakan detail masih berlangsung, dan besar kemungkinan angka kerusakan bertambah seiring laporan dari penyuluh lapangan. (Id69)












