AcehFeatures

Ketika Air Bah Menghanyutkan Rumah, Pelukan Hj Rohana Menjadi Sandaran

Ketika Air Bah Menghanyutkan Rumah, Pelukan Hj Rohana Menjadi Sandaran
Hj Rohana Razali STP, Ketua TP-PKK Pidie, menenangkan Masyitah, salah satu warga Blang Pandak yang rumahnya hanyut akibat banjir bandang, Rabu (27/11). Muhammad Riza/Waspada.id
Kecil Besar
14px

Laporan : Muhammad Riza || Waspada.id || Sigli- Aceh

Kabut turun perlahan dari lereng Gunung Halimun ketika rombongan kendaraan peninjau memasuki Gampong Blang Pandak, Kecamatan Tangse.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Biasanya, sore di gampong (desa) pedalaman itu adalah waktu paling menenangkan udara dingin yang meresap ke tulang, aroma durian basah, dan suara sungai yang mengalun lembut seolah menjadi do’a alam yang tidak pernah putus.

Namun sore itu, udara dingin membawa suasana berat. Desa yang selama puluhan tahun dikenal damai itu kini memanggul luka. Jalan-jalan berlubang dan dipenuhi lumpur, batang kayu berserakan di tengah permukiman, dan jejak aliran air bandang seperti torehan kasar yang memotong wajah desa.

Dalam kunjungan ke Gampong Blang Pandak, Hj Rohana Razali mendengar langsung keluhan warga, termasuk seorang ibu yang rumahnya rusak akibat banjir. Senin (1/12) Waspada. Id/ Muhammad Riza

Subuh yang Mengubah Semuanya

Rabu (27/11) subuh, warga Blang Pandak dibangunkan oleh suara gemuruh dari arah pegunungan. Bukan suara air sungai seperti biasanya lebih keras, lebih berat, dan lebih menakutkan.

“Awalnya seperti suara truk besar,” cerita seorang warga yang berdiri di dekat lokasi kejadian. “Ternyata air bah sudah turun.”

Arus bandang dari hulu membawa lumpur pekat, batu-batu besar, dan pepohonan tumbang. Dalam hitungan menit, area sepanjang aliran sungai berubah menjadi jalur kehancuran. Tanah tergerus, pagar-pagar sawah menghilang, dan rumah-rumah yang berdiri dekat tebing terseret tanpa ampun.

Dengan raut prihatin, Hj Rohana Razali menyimak cerita seorang ibu yang terdampak banjir saat peninjauan di Gampong Blang Pandak.Senin (1/12) Waspada.id/Muhammad Riza

Di antara warga yang masih terpukul oleh musibah itu, Masyitah, 37, berdiri memandangi area yang dulu menjadi rumahnya. Ia berdiri di tengah sawah yang rusak berat. Rumpun padi yang sedang memasuki masa berisi kini terkulai tertimbun lumpur. Jalur air baru memotong petak sawah, seakan alam menggambar ulang peta desa.

“Di sini rumah kami,” ujarnya lirih sambil menunjuk ke tepi sungai. Tanah di situ telah runtuh beberapa meter. Akar-akar pohon besar terjulur dari tebing seperti luka yang menganga. Bekas pondasi rumahnya tidak lagi terlihat yang tersisa hanya sedikit puing yang menempel di tanah yang nyaris hilang.

Saat Ketua TP-PKK Pidie, Hj Rohana Razali STP, mendekatinya, Masyitah tidak sanggup lagi menahan air mata. “Rumah saya hanyut, Bu… hilang begitu saja. Tidak ada yang bisa kami selamatkan.” dengan nada suara terisak.

Rohana merangkulnya erat. Pelukan itu berlangsung lama bukan sekadar formalitas seorang pejabat, tetapi pelukan seorang perempuan kepada perempuan lainnya yang sedang kehilangan tempat pulang.

“Yang penting ibu dan anak-anak selamat. Rumah bisa dibangun lagi. Kami bersama ibu-ibu di sini,” ucap Rohana lembut.

Seorang warga menggendong anaknya melangkah perlahan di tengah bekas sawah yang rusak akibat banjir di Gampong Blang Pandak, Tangse. Senin (1/12) Waspada. Id/ Muhammad Riza

28 Rumah Rusak, 9 Hanyut Tanpa Jejak

Keuchik Blang Pandak, Muhammad Yanis , yang mendampingi rombongan, menyebutkan bahwa banjir bandang tahun ini adalah yang paling parah sejak beberapa tahun terakhir.

“Ada 28 rumah warga yang rusak. Sembila hanyut habis, sampai tidak bersisa. Sisanya rusak berat dan sedang,” jelasnya.

Tak hanya rumah, sawah dan ladang warga juga porak-poranda. “Sekitar belasan hektare sawah terdampak. Ada yang tertimbun lumpur, ada yang terbelah aliran baru. Bahkan sungai berubah jalur. Rumah-rumah yang tadinya jauh dari tebing, kini berada sangat dekat,” katanya.

Hujan yang masih kerap turun di wilayah pegunungan membuat warga semakin cemas. “Kalau tidak cepat ditangani, abrasi bisa makan rumah-rumah lain. Tanah di sini lembut sekali,” tambah keuchik.

Tokoh masyarakat Geumpang yang juga Ketua Umum PSAP Sigli, Muhammad Tong, melintasi bekas alur sungai yang rusak parah akibat banjir bandang di Gampong Blang Pandak, Tangse, Senin (1/12) Waspada. Id/ Muhammad Riza

Keindahan yang Luka

Blang Pandak seolah memiliki dua wajah: yang indah dan yang terluka.Di sisi atas desa, gunung masih terlihat gagah. Hutan lebat memeluk lerengnya, menyisakan kabut tipis yang menggantung seperti tirai putih. Burung-burung eksotis masih bersautan di kejauhan, seakan tidak tahu bahwa desa di bawah mereka sedang bersedih.

Namun ketika mata menuruni lembah, warna desa berubah. Lumpur coklat menutupi pematang sawah. Kayu-kayu besar menumpuk di ladang. Bebatuan sungai berdiameter satu meter terbawa hingga dekat rumah warga. Jalur air baru, yang tidak pernah ada sebelumnya, membelah permukiman.

Warga berjalan perlahan, memeriksa sisa-sisa harta benda yang mungkin masih bisa diselamatkan. Ada yang mengais pakaian, ada yang mencari perabot, ada yang hanya duduk menatap kosong.

Beberapa perempuan berkumpul di sekitar lokasi peninjauan. Suara mereka pelan, kadang bergetar. Sebagian masih terkejut setiap kali mendengar suara air besar dari arah gunung. Anak-anak pun kini takut tidur ketika hujan turun malam hari.

Sebagai Bunda PAUD, Rohana mengatakan pihaknya akan mengoordinasikan pendampingan psikososial bagi anak-anak dan ibu-ibu. “Anak-anak tidak boleh menghadapi trauma sendirian. Mereka harus ditemani, diajak bercerita, diajak bermain. Kami akan hadir untuk itu,” katanya.

Bupati Pidie, H Sarjani Abdullah MH, dalam peninjauan itu mengatakan bahwa tanggap darurat langsung dikerahkan setelah laporan banjir diterima.

“Kita fokus pada pembukaan akses, distribusi logistik, pendataan kerusakan, dan hunian darurat untuk warga yang rumahnya hanyut. Untuk abrasi sungai, kami sudah koordinasikan agar penanganan teknis dilakukan secepatnya,” ujarnya.

Menurutnya, kawasan Tangse memiliki kontur tanah dan curah hujan tinggi, sehingga kerusakan bisa cepat bertambah jika tidak diantisipasi.

“Ini harus kita tangani sebelum hujan makin intens. Sungai di sini rawan berubah jalur,” tambahnya.

Hj Rohana Razali STP, Ketua TP-PKK Pidie, menenangkan Masyitah, salah satu warga Blang Pandak yang rumahnya hanyut akibat banjir bandang, Rabu (27/11). Muhammad Riza/Waspada.id

Pelukan yang Menjadi Simbol

Ketika rombongan hendak beranjak, Rohana menoleh sekali lagi. Masyitah masih berdiri memandangi bekas rumahnya, seakan mencoba merangkum masa lalu yang hilang bersama air bah.

Di belakangnya, sawah-sawah yang rusak tampak seperti mozaik alam yang retak. Sungai di tepi desa masih bergemuruh rendah. Gunung hijau berdiri megah, namun seperti ikut bersedih atas apa yang terjadi.

Dalam pemandangan indah yang tersayat itu, pelukan Rohana menjadi simbol sederhana: bahwa warga Blang Pandak tidak menghadapi bencana ini sendirian. Ada tangan yang merangkul, ada suara yang menenangkan, dan ada upaya nyata yang sedang berjalan.

Dari tanah yang rusak, dari tebing yang terkikis, dari rumah yang hanyut tanpa jejak harapan mulai berusaha berdiri kembali. Mungkin masih goyah, mungkin masih diliputi trauma. Tetapi ia ada. Dan bagi warga Blang Pandak, itu sudah cukup untuk mulai bangkit. Muhammad Riza/WASPADA.id

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE