Aceh

Ketua Geupeubut Aceh: Mate Kon Lako Rugoe Kon Atra

Ketua Geupeubut Aceh: Mate Kon Lako Rugoe Kon Atra
Kondisi terkini pembangunan Bendung Irigasi Krueng Pase yang sedang dikerjakan oleh PT Casanova Makmur Perkasa, Banda Aceh, dengan nilai penawaran Rp22.8 miliar pada Maret 2024. Waspada/Ist
Kecil Besar
14px

“Sudah 4 tahun petani sawah dari Kecamatan Meurah Mulia, Nibong, Matangkuli, Tanah Luas, Syamtalira Aron, Tanah Pasir, Samudera, Syamtalira Bayu serta Kecamatan Blang Mangat di Lhokseumawe, tidak turun ke sawah akibat tidak ada suplai air irigasi dari Krueng Pase. Saat ini, puluhan ribu petani di sana terancam kehilangan sumber penghidupan”

HAL tersebut disampaikan Ketua Gerakan Pemuda Berusaha Tani (Geupeubut) Provinsi Aceh, Zulfikar Mulieng, Selasa (27/8) pagi di Gathaf Coffee Teupin Punti, Aceh Utara.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Kepada Waspada, Zulfikar memberitahukan, pembangunan Irigasi Krueng Pase yang telah dimulai sejak 4 tahun lalu hingga kini belum kunjung selesai. Menurutnya, proyek yang sangat vital bagi keberlangsungan pertanian di delapan kecamatan di Aceh Utara dan satu kecamatan di Kota Lhokseumawe ini, kini menjadi sorotan utama.

Mengapa demikian, karena ribuan petani yang menggantungkan hidupnya pada sistem irigasi tersebut semakin terpuruk akibat lambannya penyelesaian proyek ini.

Proyek rehabilitasi yang berada di perbatasan Desa Leubok Tuwe Kecamatan Meurah Mulia dengan Desa Maddi Kecamatan Nibong, kata Zulfikar, awalnya dimenangkan oleh PT Rudi Jaya asal Sidoarjo, Jawa Timur dengan nilai kontrak Rp44.8 miliar dari APBN.

“Perusahaan tersebut gagal menuntaskan pekerjaannya dalam batas waktu kontrak mulai Oktober 2021 sampai 30 Desember 2022,” kata Zulfikar Mulieng.

Hasil tender ulang rehab bendungan itu, katanya lagi, dimenangkan PT Casanova Makmur Perkasa, yang beralamat di Banda Aceh, dengan nilai penawaran Rp22.8 miliar pada Maret 2024.

“Kini proyek itu masih dalam masa pengerjaan dan ditargetkan pada akhir tahun baru selesai,” sebut Zulfikar sesuai informasi yang diperolehnya dari sumber terpercaya.

Menurut Zulfikar Mulieng, Irigasi Krueng Pase dirancang untuk mengairi lahan sawah ribuan hektare yang menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat di delapan kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara dan satu kecamatan dalam wilayah Pemerintah Kota Lhokseumawe.

Namun, lanjut Zulfikar, keterlambatan penyelesaian proyek ini telah menyebabkan penurunan produktivitas yang signifikan, dengan banyak petani yang gagal panen akibat pasokan air yang tidak memadai.

Dampak dari itu, kata Zulfikar lagi, 8.922 hektare areal sawah tidak bisa digarap selama empat tahun terakhir, sehingga petani kehilangan pendapatan mencapai triliunan rupiah.

“Kami telah menunggu terlalu lama. Kami memohon kepada pihak terkait untuk segera menyelesaikan pembangunan irigasi ini. Jika terus dibiarkan, kita tidak tahu bagaimana petani bisa bertahan,” pinta Ketua Geupeubut Aceh itu.

Keterlambatan pengerjaan proyek ini tidak hanya berdampak pada produksi pangan, tetapi juga mempengaruhi ekonomi masyarakat setempat yang bergantung pada hasil pertanian.

“Dampak lanjutan dari keterlambatan ini juga dapat mempengaruhi stabilitas harga pangan dan ketersediaan pangan di daerah tersebut dan hal ini sudah sangat terasa sekarang bagi petani dan masyarakat di 9 Kecamatan tersebut,” katanya.

Untuk meringankan beban masyarakat, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan kontraktor yang terlibat dalam proyek ini diharapkan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mempercepat penyelesaian pembangunan irigasi.

“Keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa proyek ini selesai tepat waktu sehingga masyarakat petani tidak lagi dirugikan.”

Demi membela nasib petani, Geupeubut Aceh mendesak agar perhatian serius diberikan pada situasi ini dan agar solusi segera ditemukan demi kesejahteraan ribuan petani yang sangat membutuhkan infrastruktur tersebut untuk keberlangsungan hidup mereka.

“Kami berharap pemerintah dan pihak-pihak terkait segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan proyek irigasi Krueng Pase yang sangat krusial bagi keberlangsungan hidup petani di 9 kecamatan tersebut,” pinta mantan BEM Unimal itu.

Jangan sampai kondisi warga petani di 9 kecamatan itu nasibnya seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Tidak ada yang peduli. Tidak ada yang merasa rugi dengan situasi yang dialami warga 9 kecamatan itu.

Hana soe peureumeun. Mate kakeuh mate keudeh. Hana breuh geureuboh aneuk-aneuk bate. Karena mate kon lakoe rugoe kontra djih (tidak ada yang peduli. Mati biarlah mati. Tidak ada beras, maka biarkan mereka memasak batu. Karena mati bukan suaminya dan rugi bukan hartanya),” ucap Zulfikar Mulieng menutup wawancara dengan Waspada. WASPADA.id/Maimun Asnawi, S.HI, M.Kom.I

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE