Scroll Untuk Membaca

AcehHeadlines

Ketua MPU Aceh, Tengku H. Faisal Ali: Bank Aceh Dan BSI Itu Masih Muallaf

Ketua MPU Aceh, Tengku H. Faisal Ali: Bank Aceh Dan BSI Itu Masih Muallaf
Ketua MPU Aceh, Tengku H Faisal Ali. Waspada.id/Maimun Asnawi
Kecil Besar
14px

“Bank Aceh dan BSI baru saja masuk Islam. Yang namanya muallaf pasti banyak terdapat kekurangan. Tapi lebih baik muallaf daripada Bank Aceh dan BSI murtad,” kata Tengku H Faisal Ali.

MASTER of Ceremony (MC), Tengku Munir, pada acara Maulid, Muzakarah Ulama dan Umara di Kabupaten Aceh Utara yang berlangsung di Lapangan Upacara Kantor Bupati Aceh Utara di Landing, Lhoksukon, Selasa (7/10) pagi hingga siang hari, mempersilahkan salah seorang Anggota DPRK Aceh Utara, Mawardi M, S.E, untuk bertanya pada acara tersebut.

Tengku Adek (panggilan akrab Mawardi) setelah memberikan salam dan kata penghormatan, dia mengajukan pertanyaan kepada Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh, Tengku. H. Faisal Ali.

Kata Mawardi, saat ini, masyarakat yang tinggal di Kabupaten Aceh Utara sedang mengalami dilema tentang persoalan dalam sektor muamalaf yang menggunakan metodologi pembiyaan pada perbankan yang disematkan dalam konsep syariah oleh dua perbankan besar yang ada di Aceh saat ini yaitu Bank Aceh Syariah dan BSI.

Skema pembiyaan yang digunakan oleh dua perbankan ini menggunakan berbagai macam nama. Namun, sebut Mawardi, masih belum ada satu kejelasan pasti di tingkat masyarakat mengklaim bahwa skema pembiayaan di dua bank itu masih campur aduk dengan riba. Ketika kita konsen dan menjadi konsensus bahwa Aceh melaksanakan Syariat Islam dalam semua sektor, terutama di sektor keuangan dan perbankan.

Hari ini, kata Mawardi, kebetulan, ada Abu MPU Aceh dan ini memang menjadi domainnya Aceh, masyarakat Aceh Utara berharap ada satu kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat hingga menimbulkan pertanyaan, apa itu sama juga dengan syariat dan konvensional.

“Abu, guru, dan tengku-tengku semua, kata Mawardi, isu ini menjadi tidak sedap di tengah masyarakat. Untuk itu, kami menginginkan ada suatu kajian. Meskipun pada perbankan syariah itu saat ini ada dewan syariat yang melakukan pengawasan, tetapi mereka masih menggunakan metodologi di luar mashab Syafi’i”. Jadi, lanjut Mawardi, ini memerlukan adanya kajian yang mendalam sehingga menghadirkan sebuah fatwa yang nyata di masyarakat.

Atas pertanyaan tersebut, Ketua MPU Aceh, Tengku H Faisal Ali menjawab. Kata Tengku H Faisal Ali, perbankan yang ada di Aceh yang ibu dan ayahnya Islam yaitu Bank Muamalat. Bank ini, sengaja didesain sejak awal memang sesuai dengan Syariat Islam. Di Aceh, bank ini bukanlah bank yang besar.

Selain dari Bank Muamalat, termasuk Bank Aceh dan BSI itu adalah muallaf. Pernyataan ini disambut tawa para undangan maulid dan peserta Muzakarah Ulama dan Umara. “Bank Aceh dan BSI baru saja masuk Islam. Yang namanya muallaf pasti banyak terdapat kekurangan. Tapi lebih baik muallaf dari pada Bank Aceh dan BSI murtad,” kata Tengku H Faisal Ali.

Selanjutnya, Ketua MPU Aceh ini melanjutkan, apakah mungkin Bank Aceh dan BSI selalu dalam keadaan muallaf. Itu tergantung pada diri kita mau tahu tidak mengajari kedua perbankan ini supaya pada suatu saat tidak lagi sepeeti muallaf. “Jangan sampai ada rencana yang sudah muallaf kita kembalikan mereka kepada kafir. Itu jangan,” sebut Tengku H Faisal Ali disambut tawa hadirin dan tepuk tangan.

Lalu, kapan masanya kedua bank ini tidak muallaf lagi, ini akan terjadi ketika semua karyawan yang ada di dua perbankan itu saat ini terjadi pergantian. Mengapa begitu, karena pegawai dua perbankan itu dididik dengan sistem perbankan konvensional. Maka, jika masyarakat datang ke Bank Aceh atau BSI lalu bertanya pada kasir tentang ijarah mereka tidak tahu menahu tentang itu.

“Orang yang ada di kasir dua bank itu berpikir, ijarah itu adalah kain basahan (ijarah dalam bahasa Aceh adalah kain basahan). Padahal ijarah adalah istilah akad atau kontrak dalam perbankan syariah. Mengapa jadi demikian, karena memang mereka tidak paham, karena masih muallaf,” ucap Tengku H Faisal Ali.

Ini terjadi, lanjutnya, akibat pendidikan tentang perbankan syariah belum sampai kepada semua orang, karena memang mereka masih berstautus muallaf. Pun demikian, kehaditran mereka di tengah-tengah masyarakat Aceh harus menjadi perhatian dari kita semua, dengan harapan 10 tahun ke depan, ke dua perbankan ini sudah betul-betul sudah menganut sistem perbankan syariah.

“Maka, dalam istilah saya sendiri, kita temukan kelemahan-kelemahan dan bukan tidak ditemukan, tetapi kedua perbankan ini membutuhkan perbaikan dan pembelajaran dari kita semua, agar mereka terus meningkatkan pemahaman tentang perbankan syariah, sehingga nanti hilang nilai-nilai kemuallafannya. Jadi kalau ditanya, prinsip apa yang akan kita ambil, maka jawabnya kita gunakan kaidah ushul. Apa yang sudah ada mari kita jaga, Insya Allah nanti menuju kepada syariat yang secara penuh,” pintanya.

Selanjutnya, Tengku H Faisal Ali mengatakan, untuk masyarakat, hal ini seperti yang sudah disampaikan oleh abu dan para guru tadi, apa saja yang sudah disampaikan oleh mereka tinggal diamalkan saja oleh masyarakat. Jika di kemudian hari teryata ada yang salah, maka semua yang telah diamalkan oleh masyarakat ditanggung oleh para abu dan guru.

“Ini sama juga dengan apa yang terjadi pada Bank Aceh dan BSI. Di dua bank ini ada dewan pengawas syariah, di Bank Aceh ada Prof Ali Yasa’ dan Prof. Dr Ali Yusuf dan sekarang ini sedang dicari satu orang lagi untuk mengawasi Bank Aceh Syariah. Oh ternyata ada kesalahan, maka orang-orang inilah yang bertanggung jawab, bukan kesalahan kita masyarakat,” sebutnya.

Sebelum mengakhiri jawabannya, Tengku H Faisal Ali kembali memberikan perumpaman tentang persoalan ini yaitu, seperti seseorang yang hendak makan pada sebuah warung makan. Jika hendak makan, cukup melihat lemari dalam warung tersebut apakah bersih atau tidak. Jangan mencari tahu hingga ke dapur.

“Cukup lihat kondisi lemarinya jangan sampai masuk hingga ke dapur rumah makan itu. Jadi inilah jawaban saya sebagai Ketua MPU Aceh tentang pertanyaan tadi. Supaya menjadi lebih baik, itu harus kita lakukan. Memang ada kekurangan-kekurangan dan itu harus menjadi perhatian kita semua, tapi jangan sampai kita mengembalikan perbankan ini kembali menjadi kafir atau murtad. Menjadi muallaf itu lebih baik,” demikian Ketua MPU Aceh, Tnegku H Faisal Ali dalam menjawab pertanyaan Anggota DPRK Aceh Utara terkait persoalan perbankan syariat dan konvensional. Maimun Asnawi, S.HI.,M.Kom.I/WASPADA.id

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE