BANDA ACEH (Waspada.id): Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPD PPDI) Aceh, Hamdanil, menghadiri rapat pembentukan Tim Penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) Turunan Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, yang digelar pada Rabu (22/10) di Ruang Rapat Sekretariat Sekda Gubernur Aceh.
Dalam pertemuan tersebut, Hamdanil menyerahkan resume bahan pertimbangan kepada Kepala Biro Isra, Yusrizal, M.Si., sebagai masukan bagi tim penyusun Pergub. Dokumen itu menyoroti pentingnya kehadiran aturan turunan yang fokus pada pemberdayaan ekonomi dan akses sumber pendapatan bagi penyandang disabilitas.
Menurut Hamdanil, Qanun Aceh No. 2 Tahun 2025 telah menjamin hak penyandang disabilitas untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih banyak penyandang disabilitas yang belum memiliki akses terhadap sumber penghasilan tetap, sehingga sebagian terpaksa mengemis karena keterbatasan ekonomi dan lapangan kerja inklusif.
“Pergub ini diharapkan tidak hanya menegaskan hak disabilitas, tetapi juga menjabarkan mekanisme nyata pemberdayaan ekonomi, agar penyandang disabilitas bisa hidup mandiri dan produktif,” ujarnya.
Dalam bahan pertimbangan yang diserahkan, PPDI Aceh mengusulkan beberapa poin penting, antara lain:
Alokasi dana khusus minimal 2% dari zakat produktif dan infak Baitul Mal Aceh untuk pemberdayaan ekonomi disabilitas.
Pembentukan program ekonomi inklusif seperti Disabilitas Meugoe Usaha dan Aceh Inklusif Produktif (AIP).
Pendirian Dana Bergulir Disabilitas Aceh (DBDA) hasil kolaborasi Dinas Sosial, Baitul Mal, dan Bank Aceh Syariah untuk memberikan modal kerja tanpa jaminan.
Kuota kerja afirmatif bagi penyandang disabilitas di instansi pemerintah dan perusahaan swasta.
Penguatan koordinasi kelembagaan, dengan Dinas Sosial sebagai koordinator utama pemberdayaan ekonomi disabilitas.
Hamdanil menambahkan, Pergub ini diharapkan menjadi solusi konkret terhadap praktik mengemis di jalan dan bentuk nyata pelaksanaan Qanun Disabilitas.
“Kemandirian ekonomi disabilitas bukan hanya persoalan sosial, tetapi juga cermin keberhasilan Aceh dalam menegakkan keadilan dan nilai syariat,” pungkasnya. (id65)