SINGKIL (Waspada): Komoditas pertanian Aceh Singkil, telah berhasil menekan harga bahan pangan, yang sejak beberapa bulan terakhir mengalami kenaikan.
Meski belum secara menyeluruh melakukan gerakan menanam tersebut, namun komoditi petani mandiri di Kabupaten Aceh Singkil, memberikan hasil yang memuaskan dari tanaman cabai merah, rawit dan sayur-mayur.
“Belakangan harga cabai merah di pasaran sempat menembus angka Rp60 ribu. Namun, setelah panen cabai merah petani Singkil melimpah, harga cabai merah perlahan menurun menjadi Rp55 ribu,” kata Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (DTPHP) Kabupaten Aceh Singkil H Kuatno, saat dikonfirmasi Waspada.id, Selasa (10/10/2023).
“Sekarang harga cabai, naik turun. Kadang harga Rp40 ribu, dan turun sampai Rp30 ribu. Kemudian naik lagi kembali Rp40 ribu,” ucap Kuatno
Dengan stok barang komoditi pertanian Aceh Singkil saat ini, mampu menekan harga bahan pangan didaerah.
Namun, untuk harga penjualannya di pasaran, petani tetap mengikuti update harga yang terus dipantau secara online.
Dengan hasil produksi pertanian saat ini, Aceh Singkil sudah mampu tidak terlalu bergantung, kepada hasil komoditi cabai maupun sayur-mayur, pasokan dari Sidikalang.
Kalau dulu sebelum ada pasokan komoditi daerah, pedagang Sumut selalu menekan harga penjualan disini. Namun sekarang bisa ditangkis.
Sementara untuk kualitas cabai, hasil komoditi Aceh Singkil lebih baik, dari cabai Sumut, sama dengan hasil komoditi di Aceh lainnya. Dan kelebihannya komoditi lokal Aceh bisa lebih bertahan lama, beber Kuatno.
Lebih lanjut Kuatno menjelaskan, untuk saat ini hasil pasokan cabai Aceh Singkil mencapai 1 ton setiap bulannya.
Ditambah dengan hasil panen cabai merah program Ketahanan Pangan di Kejaksaan Negeri Singkil, terakhir hasil panennya mencapai 80 kg.
Sejauh ini luas lahan pertanian Aceh Singkil yang produktif membudidayakan tanaman cabai merah dan rawit seluruhnya mencapai 3 ha. Dengan luas lahan tersebut mampu menghasilkan panen mencapai 3 ton komoditi cabai.
“Ini jumlah hasil dari lahan petani mandiri, tidak termasuk petani swadaya,” pungkas Kuatno. (B25)