BANDA ACEH (Waspada.id): Situasi pascabencana banjir bandang di Kabupaten Aceh Tamiang kini semakin memprihatinkan.
Berdasarkan hasil asesmen lapangan yang disampaikan oleh Ketua PWI Langsa, Putra Zulfirman, kepada Posko PWI Aceh Peduli Korban Banjir dan Longsor di Banda Aceh, Minggu (07/12/25) sore , korban banjir di wilayah tersebut kini mulai diserang berbagai penyakit akibat kondisi lingkungan yang tidak higienis dan keterbatasan fasilitas kesehatan di lokasi pengungsian.
Warga yang mengungsi di sejumlah titik melaporkan banyak yang mengalami ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), batuk, demam, penyakit kulit dan gatal-gatal, serta luka-luka akibat terbawa arus banjir maupun terkena benda tajam saat berupaya menyelamatkan diri.
Beberapa di antara mereka juga mulai mengalami gangguan pencernaan, terutama anak-anak dan lansia, akibat konsumsi air tidak layak minum dan makanan yang sudah terkontaminasi.

“Situasi di lapangan cukup berat. Banyak pengungsi termasuk anak-anak dan ibu-ibu yang mulai sakit, sementara akses terhadap obat-obatan dan tenaga medis masih sangat terbatas. Air bersih juga sulit didapat, sehingga risiko penyakit menular makin besar,” kata Putra Zulfirman dalam laporan tertulisnya kepada Posko PWI Aceh Peduli.
Ia menyebutkan, kebutuhan mendesak di lapangan saat ini bukan hanya bahan pangan, tetapi juga kebutuhan pokok untuk mendukung keselamatan dan kesehatan para korban banjir, antara lain:
- Air minum
- Air bersih untuk kebutuhan harian
- Obat-obatan dasar dan antiseptik
- Tenda pengungsian
- Fasilitas WC portable
- Selimut dan alas tidur
- Kebutuhan khusus bayi dan perempuan (susu, popok, pembalut, dan pakaian dalam)
- Pakaian layak pakai
Putra Zulfirman menegaskan, sebagian besar wilayah terdampak masih mengalami kesulitan akses transportasi karena sejumlah ruas jalan utama terputus akibat banjir dan longsor.
Kondisi tersebut membuat pengiriman bantuan logistik dan medis ke desa-desa terdampak menjadi terhambat.
“Beberapa titik pengungsian berada di lokasi yang terisolir. Perahu karet atau kendaraan tinggi sangat dibutuhkan untuk menyalurkan bantuan ke sana. Jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan penyakit akan semakin meluas,” ujar Putra Zulfirman sebagai penghubung kawan-kawan di Aceh Tamiang.
Sementara itu, Posko PWI Aceh Peduli Korban Banjir dan Longsor di Banda Aceh terus berkoordinasi dengan jaringan wartawan daerah, lembaga kemanusiaan, dan pihak pemerintah untuk mempercepat distribusi bantuan.
Koordinator Posko Bantuan Kemanusiaan PWI Aceh, Muhammad Saman mengimbau seluruh pihak untuk memperhatikan kondisi para korban banjir di Aceh Tamiang yang kini mulai menghadapi ancaman kesehatan serius.
“Bantuan obat-obatan, air bersih, dan kebutuhan dasar lainnya sangat dibutuhkan segera. Kami mengajak semua elemen masyarakat, instansi, dan relawan untuk turut membantu saudara-saudara kita di Aceh Tamiang yang sedang berjuang menghadapi masa sulit ini,” kata Muhammad Saman.

Banjir besar yang melanda 18 Kabupaten/Kota di Aceh sejak 26 November 2025 disebabkan oleh curah hujan ekstrem yang mengguyur wilayah tersebut selama beberapa hari, ditambah dengan meluapnya sejumlah sungai.
Puluhan ribu rumah warga terendam, ribuan hektare lahan pertanian rusak, dan ratusan ribu jiwa terpaksa mengungsi, dan ratusan korban jiwa.
Meski air di beberapa titik mulai surut, namun ancaman penyakit pascabanjir kini menjadi fokus utama penanganan.
Pemerintah daerah bersama TNI, Polri, BPBD, dan berbagai lembaga kemanusiaan tengah berupaya mempercepat penyaluran bantuan serta membangun fasilitas sementara untuk kebutuhan air bersih dan sanitasi.
“Korban sudah lelah secara fisik dan mental. Jika masalah kesehatan tidak segera diatasi, maka dampaknya bisa jauh lebih parah daripada banjir itu sendiri,” tambah Putra Zulfirman.
Warga berharap pemerintah pusat dan provinsi segera mengirim bantuan medis, tenaga kesehatan, dan logistik tambahan agar kondisi di pengungsian tidak semakin memburuk.(id66)












