KUALASIMPANG (Waspada.id): Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari), Sayed Zainal M, SH menegaskan, seluas 900 hektare Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi (HP) mangrove kini sudah menjadi perkebunan kelapa sawit di Alur Cinta, Kampung Kuala Genting, Kecamatan Bendahara, Aceh Tamiang.
Sayed Zainal kepada Waspada.id pada Kamis (21/8) mengatakan, alih fungsi ini sudah berjalan dua tahun dan tertata sangat rapi, dikabarkan juga ada orang asing (orang di luar Aceh Tamiang) sebagai pemilik lahan di tanah tersebut. Para oknum pemilik lahan ini bersembunyi di balik 35 orang Kelompok Tani (Poktan), sehingga kegiatan yang mereka lakukan tidak terbaca oleh siapa pun dan berjalan mulus.
Menurutnya, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Langsa, Direktorat Jenderal (Ditjend) Balai Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera dinilainya tercoreng sebab dianggap tak mampu menindak dan membiarkan penghancuran HL dan HP Mangrove di Alur Cina, Alur Durhaka seluas 900 hektare dan di Kuala Genting 500 hektare dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.
“Apalagi prosesnya sudah berjalan dua tahun, secara de facto naif sekali kalau KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera tidak tahu itu,” sebut Sayed Zainal seraya mengutarakan, tugas mereka melakukan pengawasan dan penindakan, 900 hektare dan atau 1400 hektare hutan mangrove di wilayah itu telah hancur, tidak terdeteksi dan mustahil, ada apa sebenarnya dengan KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera seperti ditutup-tutupi?
Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal yang melakukan peninjauan langsung ke lokasi menegaskan, pihaknya tidak akan membiarkan ini berlanjut, harus dihentikan. “Ini tanggung jawab KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera. Jika tak ada tindakan apa pun, LembAHtari akan laporkan ini ke Ditjen Gakkum KLHK Pusat serta lakukan gugatan Class Action,” tegasnya lagi.
Apalagi, pihaknya sudah meminta pihak KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera untuk membentuk tim satuan tugas gabungan yang melibatkan Pemerintah Aceh Tamiang, Polres dan institusi terkait lainnya untuk melakukan penindakan.
“Ini kejahatan lingkungan, tak bisa ditolerir, harus ditindak, dan jebolkan seluruh bedeng (pembatas kebun untuk mengeringkan air) agar air masuk kembali ke perkebunan ilegal itu untuk mematikan kelapa sawitnya, reboisasi lahan yang telah hancur dan lakukan pengawasan rutin agar mangrove tidak dialihfungsikan lagi,” tegasnya.
Sayed Zainal mengemukakan, pihaknya juga menemui tim gabungan KPH Wilayah III Langsa, Polres Aceh Tamiang dan meminta agar pihak-pihak terkait menindak para pelaku kejahatan lingkungan hutan lindung mangrove. “Ini pembiaran, faktanya seperti yang kita lihat, mustahil tidak mengetahuinya, apalagi ini sudah berjalan cukup lama,” tuturnya.

LembAHtari menyerahkan satu bundel data Poktan sebanyak 35 orang beserta foto Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus, kepada pihak Polres Aceh Tamiang. “ Poktan merasa bahwa seakan-akan mereka telah menguasai dan memiliki lahan sejak 24 Maret 2010 lalu, jelas penipuan administrasi,” ucap Sayed Zainal.
Dijelaskannya, pada 13 Januari 2020 Poktan ini membuat surat keterangan terdaftar di Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Aceh Tamiang nomor surat terdaftar 250.13/2020. Kemudian,tanggal 27 Januari 2023, mereka mengajukan ijin menggunakan alat berat di wilayah hutan mangrove ke KPH Wilayah III Langsa dengan tujuan, peninggian tanggul, pembuatan parit cacing dan pembersihan lahan tidur.
“Seharusnya KPH Wilayah III Langsa, menjawab surat yang diajukan oleh Poktan tersebut bahwa, kawasan yang mereka kuasai adalah kawasan hutan lindung dan hutan produksi mangrove yang tidak bisa dialihfungsikan, apalagi dibabat, mereka selektif dan teliti untuk hal-hal yang sifatnya urgent,” tegas Sayed lagi.
Sayed Zainal menambahkan juga, dalam peninjauan lapangan yang berlangsung Selasa (19/8) kemarin ditemukan 2 unit eksavator di lokasi tanpa pemilik, karena alat injeksi pom alat berat itu sudah duluan di copot oleh pemilik alat atau operator. “Kalau dilihat pemilik alat tidak sempat mengeluarkannya dari lokasi, maka tim dari Kepolisian dengan temuan alat berat di lokasi Alur China itu langsung dipolice line,” tutupnya. (id76)