SIGLI (Waspada): Ribuan warga Pidie mulai berjaga-jaga di sepanjang pesisir pantai dari masuknya warga etnis Rohingya, Myanmar secara ilegal.
Seperti yang dilakukan warga Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, Minggu (17/12) pagi, ratusan warga dikawal aparat kepolisian dan personel TNI berpakaian sipil menyisir sepanjang pesisir pantai Mantak Tari dan sekitarnya.
Hal itu dilakukan menyusul laporan nelayan setempat saat melihat lima unit kapal kayu yang mengangkut warga etnis Rohingya sedang berusaha mendarat di pesisir pantai Pidie.
Kapolsek Simpang Tiga, Iptu Muhammad Tijar ST, membenarkan warganya berjaga-jaga dan melakukan penyisiran di sepanjang tepi pantai Mantak Tari dan sekitarnya.
Hal itu dilakukan warga setelah mendapat laporan dari nelayan yang melihat dua unit kapal kayu yang membawa warga etnis Rohinya, Mnyanmar sedang berlayar di perairan laut Mantak Tari.
Saat itu kata Muhammad Tijar, posisi kapal kayu yang mengangkut warga etnis Rohingya, Mnyanmar tersebut sudah dekat dengan bibir pantai Mantak Tari. “Jadi warga kita, tadi malam sampai pagi, mereka melakukan penyisiran di sepanjang pantai” katanya.
Kegiatan penjagaan pantai tersebut ikut dipantau aparat keamanan, baik dari Kepolisian maupun TNI, hal ini dilakukan untuk mengamankan kegiatan warga dari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Usman, 45, nelayan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie menyebutkan, sejak Jumat (15/12) malam sudah ada lima kapal kayu membawa warga etnis Rohingya berada di perairan Pidie. Saat itu kapal kayu Rohingya tersebut ngotot ingin berlabuh di pantai Muara Tiga dan Bate, namun digagalkan para nelayan trandisional asal Pidie. “ Kami dengan menggunakan perahu mendorong kapal kayu Rohingya itu kembali ke tengah laut dengan jarak 2 mil,” kata Usman.
Meski telah di dorong oleh nelayan ke tengah laut dengan jarak 2 mil, pada Minggu (17/12) pagi, dua dari lima kapal kayu pengangkut warga etnis Rohingya terlihat kembali sudah dekat dengan pantai Mantak Tari, Kecamatan Simpang Tiga.
Berdasarkan laporan beberapa nelayan lokal, dua unit kapal kayu yang mengangkut warga etnis Rohingya itu ingin mendarat di Pantai Mantak Tari, sehingga warga nelayan Mantak Tari, Gigieng dan sekitarnya kompak berjaga-jaga di sepanjang tepi pantai untuk mencegah masuknya warga etnis Rohingya secara ilegal ke Aceh, Indoensia, katanya.
Sebelumnya, Muhammad salah seorang warga Rohingya, Mnyanmar, yang datang ke Pidie, Aceh, dari Bangladesh mengatakan bahwa warga Rohingya datang ke Indonesia bukan tujuannya ke Aceh, melainkan ke Pekanbaru. Sedangkan Pidie, Provinsi Aceh hanya pedaratan persinggahan sebelum melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru, Indoensia.
Muhammad menceritakan, kedatangannya bersama warga etnis Rohingnya lainnya dari Bangladesh ke Aceh membayar biaya perjalanan Rp14 juta hingga Rp15 juta per orang. Setelah sampai di Aceh, rombongan mereka akan dijemput UNHCR dan IOM, untuk diantar ke negara ketiga. Namun saat ditanya wartawan, negara ketiga yang dimaksud, dia enggan menyebutnya.
“Kami telah membayar mereka sebelum kami berangkat dari negara kami untuk diantar ke Pekanbaru, Indoensia, karena di Pekanbaru, makannya enak-enak, tanpa kerja dan tanpa bayar lagi karena kami sudah membayar,” katanya. (b06)
Ayo warga Pekanbaru bergerak bersama tolak Rohingya pemalas dan tak tau malu tuh…. jangan sampai mereka bikin kacau di negeri mu
Rohingya, makin lama makin banyak yang datang. Sudah nggak berizin memaksa masuk lagi. Kemana penjaga laut kita sehingga mereka gampang masuk?
Kalau di tampung di Indonesia warga Indonesia saja banyak yg susah makan saja susah cri kerja saja susah ini mau nampung negara luar urus dulu warga negara sendiri
Usir Imigran gelap yang datang di negara ini.
2000 mil??? Wooww…2000 mil x 1,852 km = 3.700 km
Tiga ribu 700 an km…g salah tulis ini??
Saya sebagai WNI dan pribadi mendukung warga Aceh menolak pengungsi Rohingya untuk berlabuh di Aceh dan di seluruh republik Indonesia. Bikin susah saja itu Rohingya…. pemalas