SIGLI (Waspada.id): Pemadaman listrik berkepanjangan di Kabupaten Pidie, Aceh, setelah robohnya tower transmisi akibat banjir, menyebabkan warga mencari alternatif penerangan dan akses internet di warung kopi yang tetap beroperasi menggunakan genset.
Sejumlah warung kopi di Kota Sigli, Kabupaten Pidie, Jumat (28/11) malam terpantau dipadati pengunjung hingga dini hari selama dua hari terakhir. Di Warung Kopi New PCC Kuphie di Gampong Lampeudeu Tunong, Tijue, kapasitas kursi tidak mencukupi sehingga pemilik menambah tempat duduk bagi warga yang datang untuk mengakses listrik dan jaringan internet.
“Pengunjung meningkat cukup drastis. Biasanya kami tutup sekitar pukul 23.00, tetapi sejak pemadaman, kami buka hingga pukul 04.00,” kata Mutia, pemilik warung kopi tersebut.
Mutia menyebut kebutuhan warga untuk mengisi daya telepon seluler, bekerja daring, serta memperoleh informasi menjadi alasan utama kedai kopi dipadati hingga larut malam. “Sebagian pengunjung hanya memesan satu minuman tetapi berada di sini selama beberapa jam. Kami memaklumi karena situasinya darurat,” ujarnya.
Fenomena serupa terjadi di kawasan Jalan Lingkar, Benteng dan sejumlah titik lainnya. Warung kopi memasang pemberitahuan pembatasan penggunaan colokan karena padatnya permintaan warga.
“Kalau mati listrik sebentar masih bisa ditahan, tapi kalau berhari-hari, kami semua pindah ke warung kopi untuk bekerja,” kata Tarmizi, seorang pegawai swasta.
Beberapa warga juga membawa anggota keluarga. Risna, warga Blang Paseh, mengatakan ia membawa dua anaknya karena rumah sama sekali tidak mendapat penerangan. “Kalau tetap di rumah, kami tidak bisa apa-apa. Anak-anak juga tidak bisa belajar,” ujarnya.
Sementara itu, mahasiswa dan pelajar ikut memanfaatkan kedai kopi untuk menyelesaikan tugas kuliah dan sekolah. “Internet lebih stabil di sini dibanding rumah yang gelap total,” kata Nurlina, mahasiswa yang mengaku sudah dua malam mengerjakan tugas di warung kopi.

Fenomena Sosial Yang Mengakar
Camat Kota Sigli, Husaini, menjelaskan bahwa memadatinya warung kopi saat terjadi pemadaman listrik bukan sekadar reaksi spontan masyarakat, melainkan berhubungan dengan kultur sosial Aceh yang menempatkan warung kopi sebagai pusat aktivitas warga.
“Kedai kopi di Aceh bukan sekadar tempat minum kopi. Ia menjadi ruang bertukar informasi, berinteraksi, dan menjaga jejaring sosial,” ujarnya. Menurut Husaini, kondisi darurat seperti pemadaman membuat masyarakat mencari ruang sosial yang tetap terang dan memungkinkan akses informasi.
Ia menilai kedai kopi menjadi “ruang koping” masyarakat saat menghadapi tekanan akibat listrik padam dan terbatasnya informasi. “Kebersamaan dan interaksi sosial menjadi kebutuhan. Karena itu, masyarakat secara otomatis berkumpul di warung kopi,” katanya.
Genset Jadi Andalan Pengusaha
Sejumlah pemilik warung kopi mengaku harus menambah bahan bakar dan meningkatkan jam operasional genset untuk menutupi kebutuhan pengunjung. “Stok kopi dan gula meningkat lebih dari 40 persen. Kami juga bekerja dengan sistem shift karena pengunjung datang hingga menjelang subuh,” ujar Fikar, pemilik warung kopi di kawasan Benteng.
Menurut dia, sebagian besar warga datang bukan untuk menikmati kopi, tetapi untuk mengakses listrik dan internet. “Banyak yang hanya duduk sambil menunggu baterai penuh. Kami tetap melayani karena kebutuhan mereka cukup mendesak.” jelasnya.
Dalam situasi tersebut, interaksi antar warga meningkat. Pengunjung saling berbagi colokan, meminjamkan kabel, hingga membantu sesama untuk menghubungi keluarga di luar daerah. Empat pelajar SMA terlihat belajar bersama di salah satu warung kopi karena rumah mereka gelap total.
“Situasi padam listrik justru memperlihatkan solidaritas sosial warga. Mereka saling membantu, meski tidak saling mengenal,” kata Husaini.
Hingga berita ini diturunkan, pemadaman listrik masih terjadi di sejumlah kawasan di Kabupaten Pidie. Warga berharap PLN segera memperbaiki jaringan transmisi agar aktivitas kembali normal.(id69)











