Scroll Untuk Membaca

AcehBudaya

MAA, Mukim Dan Komunitas Budaya Tuntut Kepedulian Pemerintah

MAA, Mukim Dan Komunitas Budaya Tuntut Kepedulian Pemerintah
WAKIL Ketua FPK, Abdul Hamid Padang alias Haji Joka memberi sambutan. (Waspada.id/Khairul Boangmanalu)
Kecil Besar
14px

SUBULUSSALAM (Waspada.id): MAA, Kepala Mukim dan Komunitas Budaya menuntut pro aktif dan kepedulian pemerintah untuk membenahi, membangun dan memajukan budaya dan etnis di Kota Subulussalam.

Tuntutan disampaikan secara bergantian oleh Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Habibuddin, Kepala Mukim Belegen Bija Angkat dan unsur komunitas budaya, Dedi Rogandi Berutu pada seminar sehari ‘Pemajuan Kebudayaan Kota Subulussalam’ yang diiniasi FPK Kota Subulussalam dan Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah (BPKW) Aceh di Saung Tani KTNA, Dusun Jambu Mbellang, Suka Makmur, Kecamatan Simpang Kiri, Kamis (11/9).

“Pembangunan rumah adat 13 etnis sebagai simbol persatuan diusulkan tujuh, lima tahun lalu, sampai hari ini tak jelas respon pemerintah,” sesal Habibuddin, seraya menyebutkan bahwa rumah adat itu berfungsi untuk mendokumentasikan serta menginventarisir adat, budaya dan kearifan lokal.

Dirinya sependapat dengan Dedi Rogandi Berutu, yang menyebut dalam memajukan kebudayaan di kota ini nyaris hanya tertumpu pada komunitas etnis sedangkan pemerintah seakan tidak hadir.

Sementara Kepala Mukim, Bijak Angkat mengungkapkan kekecewaannya kepada Pemko karena perhatiannya terhadap budaya sangat kecil.

“Sering kami ajukan kepada pemerintah, memohon bantuan program pelestarian budaya, tak pernah ada tanggapan,” terang Bijak yang memastikan Kemukiman Belegen punya kontribusi sangat besar untuk Pemko, diantaranya hibah tanah kompleks perkantoran.

Seminar yang hanya dihadiri Kepala Disdikbud, perwakilan Pemko itu dikritik sejumlah peserta sebagai indikasi lemahnya komitmen Pemko menjadikan kebudayaan sebagai sumber kekuatan dan persatuan warga Subulussalam.

“Komunitas bergerak sudah lama, kami memfasilitasi dan menghidupkan sendiri, padahal Pemko seharusnya menjadi motor utama, tak sekedar jadi penonton,” sesal Dedi alias Bolang.

Sebanyak 13 perwakilan etnis, yakni Aceh, Jame, Singkil, Nias, Pakpak, Alas, Gayo, Mandailing, Toba, Karo, Minang, Melayu dan Jawa mengikuti seminar itu.

Selain Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Subulussalam, Nasrul Padang, S.Pd,SD hadir Wakil Ketua DPRK H. Mukmin Pardosi, sejumlah pegiat budaya dan undangan lain.

Dalam sambutannya, Nasrul sangat mengapresiasi seminar yang menghadirkan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah I Kemenbud, Piet Rusdi, S.Sos bersama narasumber, Essi Hermaliza, S.PdI, M.Pd (Pamong Budaya Ahli Muda), Agung Suryo Setyantoro, SS, MM dan Melisa Padang, SS keduanya Pamong Budaya Ahli Pratama dan Nadya, A.Md (BPK Wilayah 1)

Dikatakan, meskipun anggaran Rp50 juta/tahun untuk bidang kebudayaan dinilai sangat kecil, diyakini motivasi dan semangat mengembangkan semua etnis harus didukung semua pihak, terlebih setiap etnis yang ada.

Dia berharap, gerakan Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, terkait penggalian dan pengembangan budaya harus menjadi motivasi setiap etnis menggali kembali dan melestarikan setiap etnis.

Senada disampaikan H. Mukmin Pardosi dan berharap, seminar ini menjadi solusi terbaik untuk mempersatukan semua etnis di Kota Subulussalam, sebagai salah satu kekayaan budaya daerah.

Soal anggaran, menyitir Kepala Disdikbud, dia minta Pemko untuk membuat Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS). “Bukan hanya tingkat kota, kecamatan pun perlu disosialisasikan soal etnis,” tegas Mukmin, yang mendorong seminar terkait digelar setiap tahun dan merambah ke kecamatan, sedangka pihaknya mendukung anggaran.

KEPALA BPK Wilayah I, Piet Rusdi, S.Sos saat memberi sambutan. (Waspada.id/Khairul Boangmanalu)

Sementara Kepala BPK Wilayah I, Piet Rusdi, S.Sos menegaskan, sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemenbud RI, pihaknya punya tugas memajukan budaya, bersinergi dengan semua etnis.

Dikatakan, kehadiran Kemenbud adalah langkah konkret pemerintah dalam mendorong pelestarian budaya bangsa sebagai arah kebijakan nasional. “Kebudayaan merupakan ibukota peradaban dunia,” kata Piet mengapresiasi kerukunan 13 etnis di daerah ini.

Secara khusus, Piet meminta Kadis Nasrul segera menuntaskan Dokumen PPKD, karena hanya daerah ini yang belum ada.

Dijelaskan, Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) adalah dasar kebijakan, perencanaan kebudayaan terkait dokumen strategis yang memuat kondisi, permasalahan pemajuan budaya daerah dan usul penyelesaian serta sebagai dasar kebijakan dan perencanaan kebudayaan.

Selain Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), Hamid Padang alias Haji Joka, juga anggota DPRK, memberi sambutan mewakili Ketua MAA, Ramli.

Sebelum memberi sambutan, Sahrun Capah diminta Haji Joka menampilkan salah satu etnis Pakpak ‘Odong Odong’, pesan mengisahkan sisi kehidupan etnis Pakpak masa lalu, kendati hingga kini masih dilestarikan.

Terkait pengembangan 13 etnis, Haji Joka menyebut telah menyediakan lahan seluas 2 Ha. lebih untuk pembangunan rumah adat 13 etnis yang ada di kota ini.

Pada sesi diskusi, Essi mengingatkan perlunya daerah membuat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), meliputi domain tradisi lisan dan ekspresi, seni pertunjukan, adat istiadat dan situs, pengetahuan dan kebiasaan tentang alam serta keterampilan kerajinan tradisional. (id90)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE