BANDA ACEH (Waspada): Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menahan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Simeulue, Mur di Rutan Kelas II B Kajhu Aceh Besar, Rabu (24/5/2023).
Terdakwa Mur dan lima terdakwa lain, yakni PH selaku anggota DPRK, IR, As selaku Sekretaris Dewan, MEP selaku Kabag Administrasi DPRK, dan R selaku Bendahara Pengeluaran, ditahan selama 30 hari terhitung mulai 24 Mei hingga 22 Juni 2023.
Keenam terdakwa ini ditahan atas perkara Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif anggota DPRK Simeulue tahun 2018.
Plh Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, kepada Waspada Kamis (24/5) mengatakan, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, telah mengeluarkan surat penetapan hakim, Nomor 87/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna tanggal 24 Mei 2023 atas nama Murniati, dan kawan-kawan dan Nomor 88/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bna tanggal 24 Mei 2023 atas nama Drs. Astamudin S dan kawan-kawan.
Isinya, ungkap Ali, memerintahkan untuk dilakukan penahanan terhadap terdakwa sesuai batas hari yang telah ditentukan. Ali memaparkan, penetapan itu dibacakan majelis hakim pada tanggal 24 Mei 2024 setelah penasehat hukum membacakan nota pembelaan terhadap tuntutan JPU yang telah dibacakan pada hari Rabu (17/5/2023).
Kronologinya, sebut Ali, pada tahun 2019 SKPK DPRK Simeulue melalui Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) SKPK Nomor: DPA: 4.01.04.01/DPA_SKPK/2019 tanggal 23 Oktober 2019 mengalokasikan anggaran senilai Rp6.076.185.500.
Berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan (LHP) Kerugian Keuangan Negara BPK tertanggal 27 Desember 2021 ditemukan kegiatan yang tidak dilaksanakan, namun anggaran tetap dibayarkan total senilai Rp2.801.814.016.
Rinciannya, penyediaan tiket pesawat dan bill hotel fiktif yang diduga diinisiasi oleh Murniati (Ketua DPRK 2014-2019) yakni pada bulan Januari tahun 2021 bertempat di ruang kerjanya. Mur mengarahkan R (Bendahara Pengerluaran Sekwan DPRK Simeulue tahun 2019) dengan diketahui oleh As (PA Sekwan DPRK 2019) untuk menghubungi saksi Mutia Ruza Lubis untuk melakukan permintaan penyediaan tiket pesawat dan bill hotel fiktif.
“Adapun biaya untuk pembuatan tiket pesawat dan bill hotel fiktif sebesar 300.000 ribu untuk setiap orang dalam surat tugas perjalanan dinas luar daerah,” sebutnya.
Biaya tiket pesawat dan bill hotel fiktif senilai Rp300.000 dinikmati oleh saksi Mutia Ruza Lubis senilai Rp150.000 dan sisanya langsung diterima oleh Ahmada yang membuat tiket pesawat dan bill hotel fiktif.
Adapun dalam proses penyerapan anggaran, tersangka As (PA Sekwan DPRK 2019) memerintahkan bendahara pengeluaran untuk pembayaran, sementara MEP tidak meneliti dan memverifikasi kelengkapan dokumen surat permintaan pembayaran. Padahal, faktanya mereka ketahui perjalanan dinas tersebut fiktif atau mark up dan kedunya turut menikmati kerugian negara.
Ali menambahkan, sementara fakta kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek), saksi Susilo Sudryo selaku Ketua Umum LKPD yang merupakan penyelenggara Bimtek dihubungi oleh Mur. Untuk Ppmbuatan sertifikat fiktif, dibantu oleh IR dan PH tanpa ada pelaksanaan Bimtek dengan rincian Rp1.000.000 – Rp1.500.000 untuk pembuatan setiap sertifikat.
Sehingga, kata Ali, setelah dilakukan perhitungan kerugian negara, keenam terdakwa telah menyebabkan kerugian negara senilai Rp2.801.814.016.
Para terdakwa sebelumnya sempat ditahan di Rutan, kemudian dialihkan ke tahanan kota. Kini para terdakwa ditahan kembali di Rutan, selama menjalani persidangan. (m14)












