Scroll Untuk Membaca

Aceh

Menteri ATR/BPN Dikritik Soal Alih Kawasan Lahan Mantan Kombatan GAM

Menteri ATR/BPN Dikritik Soal Alih Kawasan Lahan Mantan Kombatan GAM
Kawasan hutan yang belum terjamah di Desa Bunin, Serbajadi, Aceh Timur. Foto baru-baru ini. Waspada/Muhammad Ishak
Kecil Besar
14px

IDI (Waspada): Kebijakan Menteri ATR/BPN RI mulai dikritik soal mengalihkan kawasan satwa ke lahan mantan kombatan GAM di Kabupaten Aceh Timur. Pasalnya, interaksi negatif antara satwa dengan manusia menjadi ekologi terbaru yang belum memiliki penanganan secara permanen, bahkan konflik tersebut semakin hari semakin meningkat.

“Dampaknya, korban berjatuhan, baik manusia maupun satwa liar dilindungi seperti gajah. Bahkan baru-baru ini kasus terbaru gajah mati di Karang Ampar (Aceh Tengah) yang disebabkan tersengat arus pendek listrik yang dipasang petani di kebun,” kata Aktivis Lingkungan Aceh Green Conservation (AGC) Suhaimi Hamid, dalam siaran pers diterima Waspada.id, Minggu (18/8).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Sebelumnya, lanjut Forum DAS Peusangan Aceh ini, beberapa bulan sebelumnya juga ditemukan gajah mati akibat diracun di Aceh Timur. Menurutnya, konflik satwa tersebut terjadi hampir di semua daerah yang memiliki kawasan. Bahkan laju deforestasi terhadap peralihan fungsi lahan dan hutan meningkat berdampak terhadap menyempitnya habitat satwa, karena kawasan yang dulunya habitat satwa telah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit.

Aktivis Lingkungan AGC dan Ketua Forum DAS Peusangan Aceh, Suhaimi Hamid. Waspada/Ist.

“Perusahan perkebunan sebagian memagari kebun-kebun mereka dengan penggalian parit, sehingga awalnya kawasan tersebut adalah jalur satwa sudah terganggu dengan paret-paret perkebunan, sehingga beralih satwa ke jalur dalam kawasan perkebunan masyarakat dan permukiman penduduk,” ujar Suhaimi Hamid.

Sebagaimana diketahui, sambung dia, rencana peralihan kawasan habitat dan jalur satwa di Aceh Timur seluas 22.693 hektar oleh Kementerian ATR/BPN ke lahan mantan kombatan GAM. Pihaknya menilai hal itu merupakan bencana ekologi yang besar akan terjadi di Aceh ke depan. “Selain mengadu kekuatan antara mantan kombatan GAM dengan satwa juga akan terjadi bencana lainnya seperti banjir, punah ekosistem dan juga punah keankaragaman hayati dalam kawasan ini serta punah serapan karbon dalam menghadapi bencana iklim di masa depan. Apakah cara pemerintah memberdayakan kombatan dengan mengadu kombatan GAM dengan Gajah?,” tanya Suhaimi Hamid.

Oleh karenanya, Yayasan AGC meminta ke Menteri ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan Pemerintah Aceh agar tidak menetapkan kawasan tersebut menjadi lahan kombatan GAM, karena masih banyak lahan-lahan lain yang terlantar dan tidak berada di kawasan satwa yang dapat diberikan ke mantan kombatan GAM. “Kita juga kasihan nantinya terhadap teman-teman mantan kombatan GAM yang nantinya akan hidup dengan beban berat untuk bertarung dengan satwa-satwa dilindungi, seperti gajah dan harimau,” kata Suhaimi Hamid.

Dia juga menyebutkan lahan-lahan yang terlantar dan luasnya lumayan di Aceh, seperti lahan-lahan perkebunan sawit di luar izin yang ditetapkan, lahan perkebunan sawit yg tidak ada izin, lahan Hak Guna Usaha (HGU yang izinnya telah berakhir dan lahan-lahan HGU yang tidak digarap pemilik izin. “Ini menurut aturan adalah lahan terlantar dan itu sangat luas di Aceh, seperti di Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara dan juga di Aceh Timur. Silakan pemerintah mengalihkan menjadi lahan mantan kombatan,” tutur Suhaimi Hamid.

Jika pemerintah serius melestarikan hutan di Aceh sebagai sumber ekonomi dan ekologi di masa depan, kata dia, maka pemerintah harus berani melakukan penegakan hukum dan melakukan pendataan lahan yang sesuai dengan izin-izin yang telah diberikan. “Tapi jangan dengan cara mengganggu habitat satwa,” pungkas Suhaimi Hamid. (b11).

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE