BANDA ACEH (Waspada.id): Anggota DPR RI asal Aceh dari Fraksi NasDem, Muslim Ayub (foto), menegaskan perlunya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, khususnya terkait Dana Otonomi Khusus (Otsus).
Menurutnya, Dana Otsus merupakan instrumen konstitusional untuk menjamin kesejahteraan rakyat Aceh pascakonflik sekaligus pengakuan negara terhadap kekhususan Aceh.
Namun, setelah hampir dua dekade berjalan, dana tersebut dinilai belum memberikan dampak signifikan pada pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.
“Dana besar ini belum berbanding lurus dengan capaian pembangunan. Mekanisme pengawasannya juga lemah sehingga terjadi kesenjangan antara alokasi dan hasilnya,” kata Muslim, ketika dikonfirmasi Waspada.id, Kamis (4/9/2025).
Dalam forum pembahasan revisi UU, Muslim membandingkan skema Dana Otsus Aceh dengan Papua. Menurutnya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Otsus Papua memberikan kepastian dana tanpa batas waktu dengan porsi 2,25 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) serta pengawasan yang lebih ketat.
Sementara itu, Dana Otsus Aceh hanya berlaku 20 tahun sejak 2008 dan akan berakhir pada 2027. “Jika tidak ada perubahan, Aceh berpotensi kehilangan instrumen keuangan strategis untuk membiayai pembangunan dan menjaga kekhususannya,” tegasnya.
Muslim mengusulkan empat poin penting dalam revisi UU Pemerintahan Aceh:
- Dana Otsus Aceh diberikan tanpa batas waktu, setara dengan Papua.
- Besaran dana ditetapkan dalam persentase tetap dari APBN, bukan kebijakan tahunan pemerintah pusat.
- Alokasi dana diprioritaskan ke sektor pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, infrastruktur dasar, serta pemberdayaan perempuan dan pemuda.
- Mekanisme pengawasan diperkuat dengan melibatkan BPK RI, DPD RI, DPRA, dan partisipasi publik agar transparan dan akuntabel.
“Kenapa Papua bisa, kenapa Aceh tidak bisa? Kekhususan Aceh tidak boleh dipandang lebih rendah daripada Papua, karena keduanya sama-sama dijamin UUD 1945,” tukasnya. (id64)