AcehKeluarga

Nyanyian Anak Pidie Di Hari Ibu

Nyanyian Anak Pidie Di Hari Ibu
Hj Rohana Razali selaku Ketua TP PKK Pidie memberi semangat anak-anak korban banjir di Gampong Blang Pandak, Tangse, pada peringatan Hari Ibu, Kamis (25/12) sore. Muhammad Riza/Waspada.id
Kecil Besar
14px

Siang merambat pelan di Gampong Blang Pandak, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie. Di bawah tenda pengungsian beratap terpal oranye yang mulai kusam, sisa-sisa banjir bandang dan longsor masih terasa.

Tanah lembab, udara basah, dan jejak kehilangan belum sepenuhnya hilang. Namun dari ruang sempit itu, suara anak-anak tiba-tiba tumbuh pelan, lalu menguat membawa kehidupan yang sempat terhenti.

Anak-anak duduk bersila di atas alas seadanya. Di tangan mereka, kertas gambar dan potongan kertas warna-warni dirangkai, ditempel, disusun dengan kesungguhan khas dunia kanak-kanak. Aktivitas sederhana itu bukan sekadar mewarnai, melainkan ruang bermain sekaligus Trauma Healing untuk anak-anak ruang aman yang memungkinkan mereka menyalurkan perasaan yang sulit dirangkai dengan kata.

Hajjah Rohana Razali menempelkan cap tangan sebagai simbol komitmen perlindungan anak dan stop kekerasan, Kamis (25/12) Muhammad Riza/Waspada.id/

Di tengah lingkaran kecil itu, Hj. Rohana Razali, Ketua TP- PKK, Kabupaten Pidie yang akrab disapa Umi ikut duduk. Ia tidak berdiri sebagai pejabat, tidak memberi arahan. Ia menunduk, menyimak satu per satu karya anak-anak, sejajar dengan mereka, seperti seorang ibu yang sedang menemani anak-anaknya bermain di rumah.

“Umi, coba lihat gambar saya…”
Suara-suara kecil itu bersahutan. Anak-anak berkerumun, ramai-ramai memperlihatkan hasil tempelan kertas warna-warni kepada Umi. Tangan-tangan mungil terangkat, wajah-wajah polos menunggu pujian sederhana pengakuan bahwa apa yang mereka buat berarti.

Gambar-gambar yang tercipta tampak sederhana, bunga, ikan, kura-kura. Tidak ada rumah. Tidak ada matahari. Dari potongan kertas itulah anak-anak bercerita dengan caranya sendiri tentang hal-hal yang membuat mereka merasa aman, nyaman, dan tidak takut.

Suasana kian hangat ketika anak-anak mulai bernyanyi bersama. Lagu-lagu sederhana dilantunkan dengan suara polos, kadang sumbang, namun jujur. Tepuk tangan kecil mengiringi, tawa pun pecah.

Di bawah tenda pengungsian, nyanyian itu menjadi penanda bahwa keceriaan masih bisa tumbuh, bahkan di tengah keterbatasan. Sesekali, Umi menyapa dengan suara lembut, “Siapa yang sudah siap? Yang paling rapi nanti Umi kasih hadiah.”

Beberapa tangan kecil terangkat lebih tinggi. Wajah-wajah yang semula muram perlahan berubah cerah. Di bawah tenda pengungsian itu, perhatian sederhana menjelma penguat kepercayaan diri—sesuatu yang sering hilang lebih dulu saat bencana datang.

Pemerintah Kabupaten Pidie memberikan penghargaan kepada Perempuan Berjasa dan Berprestasi di Aula Bappeda, Kamis (25/12), Muhammad Riza/Waspada.id

Peringatan Hari Ibu ke-97 Tahun 2025 di Pidie tidak dirayakan dengan seremoni. Tidak ada panggung, tidak ada pidato panjang. Bersama ibu-ibu dan anak-anak korban banjir dan longsor, Hari Ibu dimaknai dengan kehadiran. Duduk bersama, mendengar, dan menemani itulah bentuk perayaan yang dipilih.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Pidie, Nurhanisah, S.IP, MM, menegaskan bahwa pemulihan pascabencana tidak hanya soal logistik dan infrastruktur, tetapi juga tentang pemulihan psikologis, terutama bagi anak dan perempuan.

“Anak-anak korban bencana membutuhkan ruang aman untuk mengekspresikan perasaan mereka. Kegiatan trauma healing seperti ini bermain, bernyanyi, dan menggambar membantu mereka mengurangi rasa takut dan kembali percaya diri,” ujar Nurhanisah.

Ia menambahkan, peringatan Hari Ibu di lokasi pengungsian menjadi pengingat bahwa peran ibu dan perempuan sangat sentral dalam menjaga ketahanan keluarga di tengah situasi krisis.

“Hari Ibu bukan hanya seremonial. Ini momentum untuk memastikan perempuan dan anak tetap mendapatkan perlindungan, perhatian, dan pendampingan, bahkan atau justru saat berada dalam kondisi darurat,” katanya.

Menjelang akhir kegiatan, anak-anak kembali menggambar bersama. Kertas-kertas baru dibagikan, crayon berpindah tangan. Setelah itu, satu per satu anak menerima parcel makanan bingkisan sederhana yang disambut senyum lebar dan ucapan terima kasih polos.

Anak-anak korban bencana menunjukkan hasil karya menggambar usai mengikuti kegiatan trauma healing di pengungsian, Kamis (25/12) Muhammad Riza/Waspada.id

Banjir bandang dan longsor telah merenggut banyak hal: rumah, harta benda, dan rasa aman. Namun bagi anak-anak, kesempatan bermain, bernyanyi, dan berkreasi di bawah tenda pengungsian menjadi bagian penting dari pemulihan.

“Hari Ibu adalah tentang merawat dan memastikan anak-anak merasa aman,” ujar Hj. Rohana singkat.

Di bawah tenda pengungsian itu, Hari Ibu menemukan makna barunya. Bukan tentang bunga atau ucapan, melainkan tentang keberanian untuk hadir dan mendampingi. Dari nyanyian anak-anak, potongan kertas warna-warni, dan parcel makanan sederhana, pemulihan perlahan dimulai pelan, namun penuh harapan. Muhammad Riza/WASPADA.id

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE