BLANGPIDIE (Waspada): Sejumlah oknum Kepala Desa (Kades), dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), menyebutkan wacana studi banding para Kades se Abdya ke Yogyakarta, yang direncanakan berangkat pada Sabtu (15/7) mendatang, merupakan bagian dari pemaksaan kehendak oknum-oknum berkepentingan di tingkat Kabupaten, dalam upaya menguras dana yang tersedia di pos anggaran desa.
Sebagaimana yang diutarakan salah seorang oknum Kades di wilayah Kecamatan Tangan-Tangan. Kepada Waspada.id, Selasa (11/7), oknum Kades yang minta namanya tidak dipublikasi itu menyebutkan, dalam agenda studi banding dimaksud, biaya kegiatan dibebankan pada anggaran desa masing-masing, melalui Dana Desa (DD) tahun 2023. Dalam satu desa katanya, dibebankan biaya sebesar Rp15 juta, dikalikan dengan 152 desa se-Abdya. Total anggaran keseluruhan sebesar Rp2,2 miliar lebih.
Dalam perjalanannya lanjut sumber oknum Kades itu, biaya perjalanan diambil dari dana yang sudah terkumpul, yang dikendalikan oleh penanggung jawab kegiatan. Sementara untuk masing-masing Kades, diberikan uang saku hanya sebesar Rp2 juta perorang, ditambah transportasi pulang pergi (PP) Abdya-Medan, Medan-Abdya sebesar Rp500 ribu perorang. “Artinya, dari Rp15 juta uang DD yang kita keluarkan, para Kades hanya diberikan sebesar Rp2,5 juta saja. Selebihnya, dikelola oleh penanggung jawab. Tidak tau kami dibawa kemana dan bagaimana pertanggung jawabannya,” ungkapnya.
Demikian juga disampaikan oknum Kades kawasan Kecamatan Susoh. Menurut sumber ini, perjalanan studi banding para Kades ke luar daerah sudah sangat sering dilaksanakan. Anggaran desa juga sudah banyak terkuras dalam mendukung kegiatan studi banding itu. Namun katanya, dari sekian banyak studi banding yang dilaksanakan, juga dari milyaran dana desa terkuras, tidak ada manfaat sedikitpun yang dapat dibawa pulang ke daerah. “Kita bicarakan khususnya di Abdya ya. Kita tidak membicarakan daerah lain. Selama ini jelas kita lihat, tidak ada manfaatnya. Selain pelesiran semata. Makanya kami kurang setuju dengan kegiatan studi banding ini,” sebutnya.
Pada dasarnya kata oknum Kades kawasan Kecamatan Blangpidie, rata-rata para Kades kurang setuju dengan kegiatan studi banding dimaksud. Apalagi dengan minimnya uang saku yang diberikan, dibandingkan besarnya setoran yang dibebankan. Namun katanya, para Kades tidak berdaya untuk menolak kegiatan yang terkesan bagian dari pemaksaan kehendak, oknum-oknum berkepentingan tingkat Kabupaten ini. “Yang kami inginkan, setelah giat studi banding itu usai, ada hal-hal baru yang bisa kita bawa pulang. Nyatanya, hanya jalan-jalan saja. Habis uang saku balik pulang. Selesai,” katanya.
Demikian juga, pihaknya berharap saat studi banding selesai, ada pertanggung jawaban anggaran dari penanggung jawab. Juga laporan hasil yang dicapai dari kurasan anggaran desa milyaran rupiah itu. “Kami juga sangat berharap ada audit khusus, terkait penggunaan anggaran desa untuk studi banding ini. Biar ada efek jera kedepannya. Agar jangan ada tindakan semena-mena untuk menguras anggaran desa, tanpa ada manfaat untuk masyarakat,” harapnya.
Sayangnya, hingga berita ini ditayangkan belum diketahui siapa penanggung jawab dari kegiatan studi banding para Kades di Abdya ke Yogyakarta tersebut. “Kami para Camat tidak dilibatkan dalam kegiatan studi banding itu. Kami juga tidak tahu siapa penanggung jawabnya. Coba konfirmasi ke DPMP4 ya,” kata salah seorang Camat di Abdya.
Terkait masalah itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pengendalian Penduduk Dan Pemberdayaan Perempuan (DPMP4) Abdya, Nur Afni Muliana, S.Pd, juga belum berhasil dimintai tanggapannya. Telepon seluler yang biasa dihubungi tidak diangkat. Pesan singkat melalui kontak WhatsApp juga tidak mendapat balasan.(b21).